PENGERTIAN MORAL
Moral secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila.
Secara terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian moral, yang dari segi substantif materiilnya tidak ada perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya berbeda.
Moral adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak). Pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya.
Sementara itu Pengertian moral secara lebih komprehensip rumusan formalnya sebagai berikut :
1. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu.
2. Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu.
3. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik, sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya.
Agar diperoleh pemahaman yang lebih jelas perlu diberikan ulasan bahwa substansi materiil dari ketiga batasan tersebut tidak berbeda, yaitu tentang tingkah laku.
Akan tetapi bentuk formal ketiga batasan tersebut berbeda. Batasan pertama dan kedua hampir sama, yaitu seperangkat ide tentang tingkah laku dan ajaran tentang tingkah laku.
Sedangkan batasan ketiga adalah tingkah laku itu sendiri Pada batasan pertama dan kedua, moral belum berwujud tingkah laku, tapi masih merupakan acuan dari tingkah laku.
Pada batasan pertama, moral dapat dipahami sebagai nilai-nilai moral. Pada batasan kedua, moral dapat dipahami sebagai nilai-nilai moral atau norma-norma moral.
Sedangkan pada batasan ketiga, moral dapat dipahami sebagai tingkah laku, perbuatan, atau sikap moral.
Namun demikian semua batasan tersebut tidak salah, sebab dalam pembicaraan sehari-hari, moral sering dimaksudkan masih sebagai seperangkat ide, nilai, ajaran, prinsip, atau norma.
Akan tetapi lebih kongkrit dari itu, moral juga sering dimaksudkan sudah berupa tingkah laku, perbuatan, sikap atau karakter yang didasarkan pada ajaran, nilai, prinsip, atau norma.
Kata moral juga sering disinonimkan dengan etika, yang berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani Kuno, yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara berfikir.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:237) etika diartikan sebagai :
Sementara itu Bertens mengartikan etika sejalan dengan arti dalam kamus tersebut adalah :
Pertama, etika diartikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Dengan kata lain, etika di sini diartikan sebagai sistem nilai yang dianut oleh sekelompok masyarakat dan sangat mempengaruhi tingkah lakunya.
Sebagai contoh, Etika Hindu, Etika Protestan, Etika Masyarakat Badui dan sebagaimya.
Kedua, etika diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai moral, atau biasa disebut kode etik. Sebagai contoh Etika Kedokteran, Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Guru dan sebagainya.
Ketiga, etika diartikan sebagai ilmu tentang tingkah laku yang baik dan buruk. Etika merupakan ilmu apabila asas-asas atau nilai-nilai etis yang berlaku begitu saja dalam masyarakat dijadikan bahan refleksi atau kajian secara sistematis dan metodis.
Sementara itu menurut Magnis Suseno, etika harus dibedakan dengan ajaran moral.
Moral dipandang sebagai ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-patokan, entah lisan atau tertulis, tentang bagaimana ia harus bertindak, tentang bagaimana harus hidup dan bertindak, agar ia menjadi manusia yang baik.
Sumber langsung ajaran moral adalah orang-orang dalam berbagai kedudukan, seperti orang tua dan guru, para pemuka masyarakat dan agama, dan tulisan-tulisan para bijak seperti kitab Wulangreh karangan Sri Sunan Paku Buwana IV.
Sumber dasar ajaran-ajaran adalah tradisi dan adat istiadat, ajaran agama-agama atau ideologi-ideologi tertentu. Sedangkan etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral, melainkan merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
Etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Jadi etika adalah ajaran-ajaran moral tidak berada pada tingkat yang sama. Yang mengatakan, bagimana kita harus hidup bukan etika, melainkan ajaran moral.
Pendapat Magnis bahwa etika merupakan ilmu tidak berbeda dengan Bertens, sebagaimana terminologinya yang ketiga tersebut, di samping pada bagian lain juga menyatakan bahwa etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Namun menurut Bertens, pengertian etika selain sebagai ilmu, juga mencakup moral, baik arti nilai-nilai moral, norma-norma moral, maupun kode etik.
Adapun pendapat Magnis yang menyatakan etika sebagai filsafat juga sesuai dengan pandangan umum yang menempatkan etika sebagi salah satu dari enam cabang filsafat, yakni metafisika, epistemologi, metodologi, logika, etika, dan estetika.
Bahkan. oleh filsuf besar Yunani, Aristoteles (384-322 s.M.), etika sudah digunakan dalam pengertian filsafat moral.
Etika sebagai ilmu biasa dibedakan menjadi tiga macam, yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan meta etika.
1. Etika deskriptif mempelajari tingkah laku moral dalam arti luas, seperti adat kebiasaan, pandangan tentang baik dan buruk, perbuatan yang diwajibkan, diperbolehkan, atau dilarang dalam suatu masyarakat, lingkungan budaya, atau periode sejarah.
Sebagai contoh, pengenalan terhadap adat kawin lari di kalangan masyarakat Bali, yang disebut mrangkat atau ngrorod
Di sini, etika deskriptif tugasnya sebatas menggambarkan atau memperkenalkan dan sama sekali tidak memberikan penilaian moral.
Pada masa sekarang obyek kajian etika deskpiptif lebih banyak dibicarakan oleh antropologi budaya, sejarah, atau sosiologi. Karena sifatnya yang empiris, maka etika deskriptif lebih tepat dimasukkan ke dalam bahasan ilmu pengetahuan dan bukan filsafat.
2. Etika normatif bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertangung-jawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam perbuatan nyata.
Berbeda dengan etika deskriptif, etika normatif tidak bersifat netral, melainkan memberikan penilaian terhadap tingkah laku moral berdasar norma-norma tertentu.
3. Etika normatif tidak sekedar mendeskripsikan atau menggambarkan, melainkan bersifat preskriptif atau memberi petunjuk mengenai baik atau tidak baik, boleh atau tidak boleh-nya suatu perbuatan.
Untuk itu di dalamnya dikemukakan argumen-argumen atau diskusi-diskusi yang mendalam, dan etika normatif merupakan bagian penting dari etika.
4. Meta etika tidak membahas persoalan moral dalam arti baik atau buruk-nya suatu tingkah laku, melainkan membahas bahasa-bahasa moral.
Sebagai contoh, jika suatu perbuatan dianggap baik, maka pertanyaannya adalah : apakah arti “baik” dalam perbuatan itu, apa ukuran-ukuran atau syarat-syaratnya untuk disebut baik, dan sebagainya.
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu dapat juga dikemukakan secara kritis dan mendalam tentang makna dan ukuran adil, beradab, manusiawi, persatuan, kerakyatan, kebijaksanaan, keadilan, kesejahteraan dan sebagainya.
Meta etika seolah-olah bergerak pada taraf yang lebih tinggi dari pada perilaku etis, dengan begerak pada taraf bahasa etis (meta artinya melebihi atau melampui).
0 Response to "PENGERTIAN MORAL"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak