Memahami Makna Pengendalian Diri, Prasangka Baik, dan Husnuzzan
Pengendalian Diri (Mujāhadah an-Nafs)
Pengendalian diri atau kontrol diri (Mujāhadah an-Nafs) adalah menahan diri dari segala perilaku yang dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain, seperti sifat serakah atau tamak.
Dalam Ajaran Islam, pengendalian diri dikenal dengan istilah aś-śaum, atau puasa. Puasa adalah salah satu sarana mengendalikan diri.
Hal tersebut berdasarkan hadis Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
Artinya: “Wahai golongan pemuda! Barangsiapa dari antaramu mampu menikah, hendaklah dia nikah, kerana yang demikian itu amat menundukkan pemandangan dan amat memelihara kehormatan, tetapi barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah dia puasa, kerana (puasa) itu menahan nafsu baginya.” (H.R. Bukhari).
Jadi, sangat jelaslah bahwa pengendalian diri diperlukan oleh setiap manusia agar dirinya terjaga dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Subhanahu wata'ala.
Prasangka Baik (Husnuzzan)
Prasangka baik atau husnuzzan berasal dari kata Arab yaitu husnu yang artinya baik, dan zan yang artinya prasangka.
Jadi prasangka baik atau positive thinking dalam terminologi Islam dikenal dengan istilah husnuzzan. Secara istilah husnuzzan adalah sikap orang yang selalu berpikir positif terhadap apa yang telah diperbuat oleh orang lain.
Lawan dari sifat ini adalah buruk sangka (su’uzzan), yaitu menyangka orang lain melakukan hal-hal buruk tanpa adanya bukti yang benar.
Dalam ilmu akhlak, husnuzzan dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu husnuzzan kepada Allah Subhanahu wata'ala husnuzzan kepada diri sendiri, dan husnuzzan kepada orang lain.
Prasangka baik adalah sifat sangat penting dimiliki oleh setiap orang yang beriman. Sebaliknya, prasangka buruk adalah sifat yang harus dijauhi dan dihindari.
Persaudaraan (ukhuwwah)
Persaudaraan (ukhuwwah) dalam Islam dimaksudkan bukan sebatas hubungan kekerabatan karena faktor keturunan, tetapi yang dimaksud dengan persaudaraan dalam Islam adalah persaudaraan yang diikat oleh tali aqidah (sesama muslim) dan persaudaraan karena fungsi kemanusiaan (sesama manusia makhluk Allah Subhanahu wata'ala).
Kedua persaudaraan tersebut sangat jelas dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam, yaitu mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar, serta menjalin hubungan persaudaraan dengan suku-suku lain yang tidak seiman dan melakukan kerja sama dengan mereka.
Ayat-Ayat al-Qur’ān tentang Pengendalian Diri, Prasangka Baik, dan Persaudaraan
QS. Al Anfal (8): 72
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُوا وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Isi/Kandungan QS. Al Anfal (8): 72
Berbagai bentuk serangan, intimidasi, dan kekejaman yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Mekah telah menyebabkan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam dan kaum muslimin berhijrah meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka di Mekah menuju Madinah.
Di dalam sejarah Islam, mereka yang berhijrah disebut sebagai kaum Muhajirin. Adapun warga Madinah yang telah beriman kepada Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam dan menerima kedatangan kaum Muhajirin disebut kaum An¡ar.
Peristiwa bersejarah itu bukanlah sekadar perpindahan yang bersifat geografis, yaitu perpindahan manusia dari suatu tempat ke tempat lain yang baru.
Jika hal itu merupakan perpindahan atau pergerakan sekelompok masyarakat yang bersifat geografis dan bernilai biasa-biasa saja, tentunya tidak perlu sejauh itu mereka menempuh perjalanan sangat berat ke Madinah.
Juga peristiwa itu bukanlah perpindahan manusia yang didasarkan pada motif ekonomi atau kepentingan politik tertentu. Jika ada motif ekonomi, mengapa kaum Muhajirin malah meninggalkan berbagai harta kekayaan mereka di Mekah dan tidak memboyongnya ke Madinah?
Mengapa mereka malah mengorbankan harta dan jiwa sebagaimana dilukiskan pada ayat di atas? Jika ada motif politik, pertanyaannya adalah apakah Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam diutus oleh Allah Subhanahu wata'ala memang semata-mata demi memperoleh kekuasaan di Mekah atau Madinah.
Hijrah merupakan peristiwa dahsyat dalam sejarah agama dan kemanusiaan. Dari sudut keagamaan, hijrah merupakan peristiwa keagamaan karena berkaitan erat dengan perjuangan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam dan sahabat-sahabat beliau dalam memperjuangkan tegaknya Islam di Mekah.
Adapun dari sudut kemanusiaan, peristiwa hijrah merupakan implementasi dari ajaran agama Islam mengenai pentingnya menghormati, menjaga, dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan.
Firman Allah Subhanahu wata'ala. pada ayat di atas yang melukiskan bahwa kaum Muhajirin dan Anśar saling lindung-melindungi satu sama lainnya, sungguh mengagumkan.
Itulah wujud dari persaudaraan. Bahwa persaudaraan (ukhuwwah) akan menjadi salah satu sendi bagi munculnya peradaban baru dalam sebuah masyarakat baru yang disebut Masyarakat Madani.
Pada ayat ini disebutkan tiga golongan antara lain:
2. Golongan Anshor dan
3. Golongan kaum muslimin yang tidak berhijrah ke Madinah.
Golongan yang pertama ialah mereka yang memperoleh derajat tertinggi dan mulia di sisi Allah yaitu kaum Muhajirin yang pertama-tama berhijrah bersama Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam ke Madinah dan orang-orang yang menyusul berhijrah kemudian yaitu berhijrah sebelum terjadinya perang Badar.
Semua kekerasan dan kekejaman yang ditimpakan kepada kaum Muhajirin ini disambut dengan sabar dan tabah dan tidak dapat menggoyahkan keimanan mereka sedikit pun.
Mereka tetap bertahan dan berjuang membela agama yang hak dan bersedia berkorban dengan harta dan jiwa, bahkan mereka bersedia meninggalkan kampung halaman, anak, istri dan harta benda mereka.
Oleh sebab itu mereka diberi sebutan oleh Allah dengan keistimewaan;
2. berhijrah,
3. berjuang dengan harta dan benda di jalan Allah.
Golongan yang kedua ialah: "Kaum Ansar" di Madinah yang memeluk agama Islam, beriman kepada Nabi shalallahu 'alaihi wassallam dan mereka berjanji kepada Nabi dan kaum Muhajirin akan sama-sama berjuang di jalan Allah.
Mereka bersedia menanggung segala resiko dan duka perjuangan, untuk itu mereka siap berkorban dengan harta dan jiwa.
Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam menanamkan rasa ukhuwah Islamiah antara kedua golongan ini sehingga kaum Ansar memandang kaum Muhajirin sebagai saudara keturunannya, masing-masing golongan dapat mewarisi.
Karena itu Allah memberikan dua sebutan kepada mereka;
2. penolong dan pembantu
QS. Al Hujurat (49):12
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Isi/Kandungan Al-Qur’an surah al-Hujurat /49: 12
Menjelaskan bahwa Allah Subhanahu wata'ala melarang berprasangka buruk, yaitu menyangka seseorang melakukan perbuatan buruk .
Umar bin Al Khathab ra. pernah berkata; "Janganlah kalian berprasangka terhadap ucapan yang keluar dari saudara mukmin kecuali dengan prasangka baik. Sedangkan engkau sendiri mendapati adanya kemungkinan ucapan itu mengandung kebaikan."
Malik meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulllah shalallahu 'alaihi wassallam bersabda; "Jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah sedusta-dusta perkataan. Janganlah kalian meneliti rahasia orang lain, mencuri dengan, bersaing yang tidak baik, saling dengki, saling membenci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian ini sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara." (hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, dan Muslim, juga Abu Dawud)
Pada surah al-Hujurat /49: 12 juga terdapat pemberitahuan tentang larangan berghibah. Ghibah masih diperbolehkan bila terdapat kemaslahatan yang lebih kuat, seperti misalnya dalam Jarh (menilai cacat dalam masalah hadits), Ta'dil (menilai baik/peninjauan kembali dalam masalah hadits), dan nasihat.
Adapun bagi orang-orang yang berghibah/menggunjing orang lain, diwajibkan bertaubat atas kesalahannya, dan melepaskan diri darinya (bergunjing) serta berkemauan keras untuk tidak mengulanginya lagi.
Diriwayatkan oleh malik dari Abu Hurairah RA, bahwarasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam bersabda;
اياكم والظن فان الظن الحديث ولا تجسسوا ولا نتافسوا ولاتحاسدوا ولا تباعضوا ولا تدابروا وكونوا عبادالله اخونا( متفق عليه )
Artinya: Jauhilah prasangka karena prasangka itu adalah cerita yang paling dusta, dan janganlah kamu saling memaki, saling mencari kesalahan, saling membanggakan, saling beriri,saling membenci, dan jadilah kamu hamba – hamba Allah yang bersaudara.
QS. Al Hujurat (49):10
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
Isi/Kandungan QS. Al Hujurat (49): 10
Sesungguhnya orang-orang mukmin yang mantap imannya serta dihimpun oleh keimanan, kendati tidak seketurunan adalah bagaikan bersaudara seketurunan, dengan demikian mereka memiliki keterikatan bersama dalam iman dan juga keterikatan bagaikan seketurunan;
Karena itu wahai orang-orang beriman yang tidak terlibat langsung dalam pertikaian antar kelompok-kelompok damaikanlah walau pertikaian itu hanya terjadi antara kedua saudara kamu apalagi jika jumlah yang bertikai lebih dari dua orang dan bertakwalah kepada Allah yakni jagalah diri kamu agar tidak ditimpa bencana.
Baik akibat pertikaian itu maupun selainnya supaya kamu mendapat rahmat antara lainrahmatpersatuan dan kesatuan.
Kata (إنما) digunakan untuk membatasi sesuatu. Di sini kaum beriman dibatasi hakikat hubungan mereka dengan persaudaraan.
Seakan-akan tidak ada jalinan hubungan antar mereka kecuali persaudaraan itu. Kata (إخواة) adalah bentuk jamak dari kata (أخ), yang dalam kamus-kamus bahasa sering kali diterjemahkan saudara atau sahabat. Kata ini pada mulanya berarti yang sama.
Persamaan dalam garis keturunan mengakibatkan persaudaraan, demikian juga persamaan dalam sifat atau bentuk apapun.
Ada juga persaudaraan karena persamaan kemakhlukan, seperti Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam menamakan jin adalah saudara-saudara manusia.
Ayat di atas mengisyaratkan dengan sangat jelas bahwa persatuan dan kesatuan, serta hubungan harmonis antar anggota masyarakat kecil atau besar, akan melahirkan limpahan rahmat bagi mereka semua.
Sebaliknya, perpecahan dan keretakan hubungan mengundang lahirnya bencana buat mereka, yang pada puncaknya dapat melahirkan pertumpahan darah dan perang saudara sebagaimana dipahami dari kata qital yang puncaknya adalah peperangan.
Ringkasan Pembahasan diatas:
1. Tiga golongan dalam umat islam antara lain :
- Golongan Muhajirin,
- Golongan Anshor dan
- Golongan kaum muslimin yang tidak berhijrah ke Madinah.
2. Allah Subhanahu wata'ala. Melarang hamba-hambanya yang beriman berprasangka buruk pada keluarganya dan terhadap orang lain.
Karena sebagian prasangka itu merupakan perbuatan yang mengakibatkan dosa dan janganlah kamu mencari cari kesalahan orang lain Allah memperumpamakan orang yang menggungjing selain saudaranya yang mukmin seperti orang yang memakan daging saudaranya yang mati.
3. Persatuan dan kesatuan, serta hubungan harmonis antar anggota masyarakat kecil atau besar, akan melahirkan limpahan rahmat bagi mereka semua.
Sebaliknya, perpecahan dan keretakan hubungan mengundang lahirnya bencana buat mereka, yang pada puncaknya dapat melahirkan pertumpahan darah dan perang saudara sebagaimana dipahami dari kata qital yang puncaknya adalah peperangan.
Hadis tentang Pengendalian Diri, Prasangka Baik, dan Persaudaraan
1. Hadis tentang Pengendalian Diri
Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“Orang yang perkasa bukanlah orang yang menang dalam perkelahian,tetapi orang yang perkasa adalah orang yang mengendalikan dirinya ketika marah.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
2. Hadis tentang Prasangka Baik
Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ
“Jauhkanlah dirimu dari prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.” (H.R. Bukhari)
3. Hadis tentang Persaudaraan
Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir ra. Bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi, seperti satu tubuh. Apabila satu organ tubuh merasa sakit, akan menjalar kepada semua organ tubuh, yaitu tidak dapat tidur dan merasa demam.” (H.R. Muslim)
Beberapa contoh perilaku yang mencerminkan sikap pengendalian diri, husnuzzan, dan persaudaraan, baik di lingkungan keluarga,sekolah, masyarakat sekitar, hingga masyarakat dunia!
Pengendalian Diri (Mujāhadah an-Nafs)
1. Bersabar dengan tidak membalas terhadap ejekan atau cemoohan teman yang tidak suka terhadap kamu.
2. Memaafkan kesalahan teman dan orang lain yang berbuat “aniaya” kepada kita.
3. Ikhlas terhadap segala bentuk cobaan dan musibah yang menimpa, dengan terus berupaya memperbaiki diri dan lingkungan.
4. Menjauhi sifat dengki atau iri hati kepada orang lain dengan tidak membalas kedengkian mereka kepada kita.
5. Mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan Allah Subhanahu wata'ala kepada kita, dan tidak merusak nikmat tersebut; seperti menjaga lingkungan agar selalu bersih, menjaga tubuh dengan merawatnya, berolahraga, mengonsumsi makanan dan minuman yang halal, dan sebagainya.
Prasangka Baik (Husnuzzan)
1. Memberikan apresiasi atas prestasi yang dicapai oleh teman atau orang lain dalam bentuk ucapan atau pemberian hadiah.
2. Menerima dan menghargai pendapat teman/orang lain meskipun pendapat tersebut berlawanan dengan keinginan kita.
3. Memberi sumbangan sesuai kemampuan kepada peminta-minta yang datang ke rumah kita.
4. Turut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial baik ketika di lingkungan rumah, sekolah, ataupun masyarakat.
5. Mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepada kita dengan penuh tanggung jawab.
Persaudaraan (Ukhuwwah)
1. Menjenguk/mendoakan/membantu teman/orang lain yang sedang sakit atau terkena musibah.
2. Mendamaikan teman atau saudara yang berselisih agar mereka sadar dan kembali bersatu.
3. Bergaul dengan orang lain dengan tidak memandang suku, bahasa, budaya, dan agama yang dianutnya.
4. Menghindari segala bentuk permusuhan, tawuran, ataupun kegiatan yang dapat merugikan orang lain.
5. Menghargai perbedaan sukur, bangsa, agama, dan budaya teman/orang lain.
Demikian sedikit Pembahasan mengenai Memahami Makna Pengendalian Diri, Prasangka Baik, dan Husnuzzan. Semoga bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan kita. Terima kasih atas kunjungannya.
0 Response to "Memahami Makna Pengendalian Diri, Prasangka Baik, dan Husnuzzan"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak