Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu dirahmati dan Istiqomah.
Makna Qolbu
Salah satu istilah yang penting dan banyak dibicarakan dalam kitab tasawuf yaitu qalb (hati). Dalam arti fisik, hati adalah segumpal daging (jantung) yang terletak di sebelah kiri dada, sedangkan arti spiritual hati adalah pusat kearifan dan pemahaman.
Dalam dunia tasawuf, hati dipandang sebagai sumber kebaikan dan juga sumber kejahatan, sumber pemahaman tentang keagamaan, dan tempat hadirnya sang Ilahi.
Menurut para ulama, hati merupakan sumber pengetahuan tentang Tuhan, alam semesta dan manusia. Dalam Al Quran hati disebut sebanyak 132 kali (menunjukkan betapa pentingnya dan luasnya makna hati) dengan makna dasar “berbalik”, “maju mundur”, “berubah”, dan “naik turun”.
Sesuai dengan makna dasarnya, istilah hati dalam Al Quran merujuk pada tempat kebaikan serta kejahatan, kebenaran serta kesalahan, dan keimanan serta kekufuran.
Para ahli medis telah membicarakan hati (qalbu / jantung). Anggota tubuh ini menampung darah dari pembuluh darah dan menyebarkannya melalui dua saluran paru-paru (pulmonary artery) menuju paru-paru untuk membersihkan darah tersebut.
Kemudian ia menampungnya lagi dari dua saluran tersebut setelah membersihkannya, lalu menyebarluaskannya dari dua saluran pembuluh darah utama (arteritis) ke seluruh tubuh.
Sebagian ulama mengatakan bahwasanya qalbu adalah jantungnya ruh, sebagaimana jantung yang berdenyut adalah simbol kehidupan dan kematian.
Karenanya, sesungguhnya hati di dalam ruh merupakan simbol keimanan dan kekufuran, atau sesuatu yang mengembangkan perasaan-perasaan manusia, kepekaan-kepekaannya, dan kebimbangannya, rasa cinta, marah, kecenderungan menyukai dan dengki, spiritualisme dan kesombongan, kekuatan dan kelemahan, keimanan dan kekufuran, ketenangan dan kekhawatiran, keyakinan dan keraguan, kerelaan dan ketidakpuasan, cahaya dan kegelapan.
Qalb (hati) mengandung pengertian yang terbagi dalam dua bentuk diantaranya :
1. Jantung yang berupa segumpal daging berbentuk bulat memanjang, yang terletak di dada sebelah kiri, yaitu segumpal daging yang mempunyai tugas khusus yang di dalamnya ada rongga-rongga yang mengandung darah hitam sebagai sumber ruh.
Tak perlu menjelaskan tentang bentuk dan cara kerjanya, karena hal itu menyangkut bidang kedokteran dan tidak ada hubungannya dengan agama. Hati yang serupa juga ada pada hewan, bahkan ada pula pada orang yang telah mati.
Maka bila disebut al-qalb, sesungguhnya bukanlah termasuk alam nyata, seperti alam yang dapat ditangkap oleh panca indera kita.
2. Hati berupa sesuatu yang halus (latifah) bersifat ketuhanan (rabbaniyyah) dan ruhani yang ada hubungannya dengan hati jasmani.
Hati yang halus itulah, hakikat manusia yang dapat menangkap segala rasa dan dapat mengetahui dan mengenal segala sesuatu.
Hati atau yang disebut al-qalb inilah yang kita tuju sebagai hakikat manusia, yang akan disiksa, dicerca, dan dituntut dan dia pula pemikul amanat Allah Subhanahu wata'ala. Ia mempunyai hubungan dengan hati jasmani.
Karena eratnya hubungan antara hati jasmani dengan hati nurani itu, hingga kebanyakan akal manusia tak sanggup mengetahuinya dalam hal posisi hubungannya.
Hubungan kedua hati itu seperti halnya sifat dengan jisim yang disifati, atau benda yang dijadikan perkakas dengan perkakasnya, atau seperti benda yang telah berurat berakar dengan tempatnya.
Ibnu Katsir berpendapat dalam tafsirnya bahwa tidak ada orang yang memiliki dua hati di dalam rongga dadanya.
Sebagaimana firman Allah (Quran Surat Al-Ahzab Ayat 4):
مَّا جَعَلَ ٱللَّهُ لِرَجُلٍ مِّن قَلْبَيْنِ فِى جَوْفِهِ
“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya”.
Hati adalah tempat bergantungnya kemunafikan sebagaimana bergantungnya keimanan. Hati adalah rahasia dari rahasia-rahasia yang tidak diketahui hakikatnya yang tersembunyi di dalamnya, kecuali oleh Allah Subhanahu wata'ala.
Karenanya, akidah manusia dan segala yang dikerjakannya, yang baik ataupun yang buruk, semuanya merujuk pada segumpal daging (mudghah) yang ada di dalam tubuh.
Pendapat lain mengatakan hati adalah Raja Pengatur stabilitas (The Central Emotion) bagi seluruh anggota tubuh manusia bukanlah semata hati jasmani berupa segumpal daging, yang berbentuk bulat memanjang, berisikan rongga-rongga, dan mengandung darah hitam, melainkan juga sesuatu yang abstrak.
Ia termasuk ihwal ruhaniyah yang sulit ditembus oleh kekuatan inderawi. Ia tidak seperti hati pada fisik pada binatang dan manusia tatkala sudah tak bernyawa. Dia adalah:
جسم لطيف قائم بالقلب اللحماني قيام العرض بمحله
“Jisim yang sangat halus, terletak di dalam hati yang berupa daging, seperti menempelnya sifat pada benda yang disifatinya”.
Dialah yang dinyatakan oleh Rasulullah sebagai penentu ihwal baik danburuknya aktivitas jasmani manusia.
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam bersabda:
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ آُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ آُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal darah. Apabila kondisinya baik, akan baik pula seluruh tubuh. Apabila kondisinya memburuk, akan buruk pula seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal
darah itu adalah hati”.
Artinya bahwa hati adalah raja bagi organ tubuh manusia, dan organ tubuh manusia adalah pelaksana apa saja yang diinginkan hati:
- Penerima petunjuk-Nya, dan semua aktifitas organ tubuh tidak ada artinya tanpa adanya niat dari hati.
- Semua organ tubuh berada di bawah perbudakan hati, dan di bawah kendalinya.
- Dari hati pula konsekwen (istiqomah) di atas jalan yang benar, dan penyimpangan itu berasal.
- Hati kelak dimintai pertanggungan jawab tentang kepemimpinannya terhadap organ tubuh.
Karena setiap pemimpin akan dimintai pertanggunganjawaban tentang kepemimpinannya terhadap rakyatnya, maka konsentrasi perbaikan dan pelurusan hati harus menjadi fokus para salikin (pejalan spiritual), dan deteksi penyakit-penyakit hati sekaligus upaya penyembuhannya harus diperhatikan dengan serius oleh para ahli ibadah dalam ibadahnya kepada Allah Subhanahu wata'ala.
Hati memiliki aspek atau fungsi lain yang lebih penting dari yang disebutkan di atas. Hati memiliki tempat bergantung.
Dan di dalam hati terdapat sifat manusia terkandung permohonan dan pertolongan, yang dengannya Allah menunjukkan Diri-Nya kepada manusia, sebagai Yang Maha Menolong dan Memelihara.
Tubuh manusia adalah dimensi fisik dan eksistensinya, sedangkan hati merupakan dimensi spiritualnya. Karena alasan ini hati adalah lidah pengetahuan Allah yang langsung fasih, paling jelas, agung dan benar.
Dan karenanya hati lebih diterima sebagai satu-satunya eksponen dari kebenaran luhur oleh seluruh makhluk, sebagai gerbang mengenal Allah.
Jenis-jenis Qolbu
Ibnu Qayyim mengatakan bahwa hati itu mempunyai dua ciri; hidup atau mati.
Atas dasar itulah hati terbagi ke dalam tiga jenis; hati yang sehat (Qolbun salim); hati yang mati; dan hati yang sakit.
1. Hati yang Sehat (Qolbun salim)
Sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi diri seseorang di hari kiamat adalah Qolbun salim (hati yang selamat).
يَوْمَ لاَ يَنْفَعُ مَالٌ وَلاَ بَنُونَ. إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat”.(Asy-Syu’ara`: 88-89).
Maksud kata salim pada ayat di atas adalah selamat (sehat). Al Quran menggunakan kata tersebut, karena ia kata sifat seperti ath-thawiil (panjang), al-qashiir (pendek), adz-dzariif (cantik menawan).
Disebut qobun salim (hati yang sehat, bersih) karena sifat bersih dan sehat telah menyatu dengan hatinya, sebagaimana kata al-Alim, al-Qadir (Yang Maha Mengetahui, Maha Kuasa).
Di samping, ia juga merupakan lawan dari sakit dan aib. Ulama berbeda ungkapan dalam mendefinisikan makna Qolbun salim.
Ibnu Sirin rohimahullah berkata :
القَلْبُ السَّلِيْمُ : أَنْ یَعْلَمَ أَنَّ آللهَ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لاَ رَیْبَ فِيْهَا وَأَنَّ آللهَ یَبْعَثُ مَنْ فِي القُبُوْر
“Qolbun salim adalah qolbu yang berilmu (mengetahui) bahwa Allah itu adalah kebenaran, hari kiamat itu pasti tiba tanpa keraguan, dan Alloh akan membangkitkan siapa saja yang ada di dalam kuburan”.
Ibnu Abbas rodiyallahu `anhuma berkata :
القَلْبُ السَّلِيْمُ : أَنْ یَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ االلهُ
“Qolbun salim adalah qolbu yang bersyahadah bahwa tidak ada Ilah Yang berhak diibadahi kecuali Allah”.
Mujahid, Al Hasan dan lain-lain berkata :
ِالَّامَنْ اَتَى الله بِقَلْبِ شَلِيْمٍ یَعْنِي مِنَ الشِّرْكا
“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersihyaitu dari kesyirikan”.
Sa`id bin Al Musayyib rohimahulloh berkata :
القَلْبُ السَّلِيْمُ : هُوَ القَلْبُ الصَّحِيْحُ وَهُوَ قَلْبُ الْمُؤْمِنِ لِأَنَّ قَلْبَ الْكَافِرِ وَالْمُنَافِقِ مَرِیْضٌ
“Qolbun salim adalah qolbu yang sehat yaitu qolbunya orang yang beriman. Karena, qolbunya orang kafir dan munafiq adalah qolbu yang
sakit”.
Allah Subhanahu wata'ala berfirman (Al-Baqarah ayat 10):
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ
“Dalam hati mereka ada penyakit”.
Abu Utsman An Naisaburi rohimahulloh berkata :
هُوَ القَلْبُ السَّالِمُ مِنَ الْبِدْعَةِ المُطْمَئِنُّ بِالسُّنَّةِ
“Qolbun salim adalah qolbu yang selamat dari bid`ah dan tentram di dalam sunnah”.
Definisi universal tentang Qolbun salim ialah hati yang bersih dari semua syahwat yang bertentangan dengan perintah Allah Subhanahu wata'ala dan larangan-Nya,
- bersih dari semua syubhat yang bertentangan dengan wahyu Allah Subhanahu wata'ala,
- bersih dari penyembahan kepada selain Allah Subhanahu wata'ala,
- bersih dari berhukum kepada selain Rasul-Nya, kecintaannya bersih untuk Allah Subhanahu wata'ala dan berhukum kepada RasulNya; dalam takut kepada-Nya, berharap kepada-Nya, bertawakal kepada-Nya,
- inabah kepada-Nya,
- merendahkan diri kepada-Nya, mengutamakan keridhaanNya dalam semua kondisi, dan
- menjauh dari kemurkaan-Nya, karena itu semua adalah esensi ubudiyah yang tidak pantas diberikan kecuali kepada Allah Subhanahu wata'ala saja.
Jadi Qolbun salim yaitu hati yang selamat dari menjadikan sekutu bagi Allah Subhanahu wata'ala di dalam hatinya apa pun alasannya. Bahkan, ia telah memurnikan ubudiahnya kepada Allah Subhanahu wata'ala; dalam keinginan, cinta, tawakal, inabah, ketundukan, khusyu’, dan berharap. Ia memurnikan amal perbuatannya karena AllahSubhanahu wata'ala.
Jika ia mencintai orang atau sesuatu, ia mencintainya karena Allah Subhanahu wata'ala. Jika ia marah, ia marah di jalan Allah Subhanahu wata'ala. Jika ia memberi sesuatu, ia memberi karena AllahSubhanahu wata'ala.
Tidak cukup itu saja, ia selamat dari tunduk dan berhukum kepada selain Rasul-Nya. Ia mengikat hatinya dengan ikatan yang kokoh untuk hanya meniru beliau saja dalam ucapan dan perbuatan; ucapan-ucapan hati yang tiada lain adalah akidah, ucapan-ucapan mulut yaitu informasi dari hati, perbuatan-perbuatan hati yaitu keinginan, cinta, benci, dan lainnya, serta perbuatan-perbuatan organ tubuh.
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam menjadi hakim dalam itu semua; dalam perkara-perkara sepele dan perkara-perkara besar. Itulah ajaran yang dibawa beliau. Ia tidak mendahului beliau dalam akidah, ucapan, dan perbuatan, seperti yang difirmankan Allah Subhanahu wata'ala:
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تُقَدِّمُوۡا بَيۡنَ يَدَىِ اللّٰهِ وَرَسُوۡلِهٖ وَ اتَّقُوا اللّٰهَؕ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيۡعٌ عَلِيۡمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui”. (QS. Al-Hujurat ayat 1)
Maksudnya orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan Rasul-Nya, dan larangan untuk tidak berbuat sebelum ada perintah dari Allah dan Rasul-Nya.
Sebagian orang salaf berkata, “Semua perbuatan sekecil apa pun, pasti akan di hadapkan pada dua
pertanyaan: kenapa dan bagaimana?” Maksudnya, mengapa engkau melakukannya dan bagaimana engkau melakukannya?
Pertanyaan pertama tentang sebab, latar belakang dan konsideran amal perbuatan; apakah ia hanya mengharapkan keuntungan dunia, dan salah satu dari tujuan dunia adalah ingin mendapatkan pujian dari manusia atau takut kecaman mereka, atau untuk mendatangkan kesenangan dunia atau menolak kerugian dunia?
Ataukah motivasinya adalah karena ingin menunaikan hak ubudiyah (penghambaan), mencari cinta-Nya, berdekatan dengan-Nya, dan mencari perantara kepada-Nya?
Poros pertanyaan tersebut ialah, apakah Anda mengerjakan tindakan tersebut karena Rabbmu atau Anda mengerjakannya karena hawa nafsumu?
Pertanyaan kedua ialah tentang ittiba’ kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam dalam ubudiyahnya.
Maksudnya, apakah perbuatannya termasuk amal perbuatan yang disyariatkan Allah Subhanahu wata'ala melalui Rasul-Nya, atau amal perbuatan yang tidak Dia syariatkan dan tidak Dia ridhai?
Jadi pertanyaan pertama berkisar pada keikhlasan, dan pertanyaan kedua berkisar pada ittiba’ kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam.
Karena Allah Subhanahu wata'ala tidak menerima suatu amal apa pun kecuali dengan ikhlas kepada Allah Subhanahu wata'ala dan ittiba’ kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam.
Solusi dari pertanyaan pertama adalah dengan memurnikan keikhlasan. Dan solusi dari pertanyaan kedua adalah dengan mewujudkan ittiba’ kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam.
Membersihkan hati dari segala keinginan yang bertentangan dengan keikhlasan dan membersihkan hati dari hawa nafsu yang bertentangan dengan ittiba’ kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam. Inilah hakikat keselamatan hati yang menjamin keselamatan dan kebahagiaan.
2. Hati yang Mati
Jenis hati kedua ini ialah kebalikan dari hati yang pertama, yaitu hati yang mati yang tidak ada kehidupan di dalamnya.
Hati seperti itu tidak mengenal Tuhannya, tidak menyembah-Nya berdasarkan perintah-Nya, tidak mencintaiNya, dan tidak ridha kepada-Nya.
Hati tersebut berdiri di antara syahwatnya dan kelezatannya, kendati di dalamnya terdapat murka Allah dan marah-Nya.
Ia tidak peduli apakah Tuhan ridha atau marah kepadanya selagi ia senang dengan syahwatnya. Ia menghamba kepada selain Allah Subhanahu wata'ala; dalam cinta, takut, berharap, ridha, marah, dan merendahkan diri.
Jika ia mencintai sesuatu atau orang, ia mencintainya karena hawa nafsunya. Jika ia marah, ia marah karena hawa nafsunya.
Jika ia memberi, ia memberi karena hawa nafsunya. Hawa nafsunya, lebih ia utamakan, dan lebih ia cintai daripada keridhaan Tuhannya.
Hawa nafsunya adalah pemimpinnya, syahwatnya adalah panglimanya. Kebodohan adalah pengemudinya, dan lalai adalah kendaraannya. Pikirannya terkonsentrasi untuk mendapatkan tujuan-tujuan dunia. Ia mabuk kepayang oleh hawa nafsu dan cinta dunia.
Ia diajak kepada Allah Subhanahu wata'ala dan Hari Akhirat dari kejauhan, tapi ia tidak memedulikan orang yang memberi nasihat, sebaliknya mengikuti setiap langkah dan keinginan setan. Dunia terkadang membuatnya benci dan terkadang membuatnya senang.
Hawa nafsu membuatnya tuli dan buta selain dari kebatilan. Keberadaannya di dunia sama seperti gambaran yang di katakan penyair tentang Laila:
“Ia musuh bagi orang yang pulang dan kedamaian bagi para penghuninya. Siapa yang dekat dengan Laila, tentu ia akan mencintai dan mendekati”.
Maka membaur dengan orang yang memiliki hati semacam ini adalah penyakit, bergaul dengannya adalah racun dan menemaninya adalah kehancuran.
Hati yang mati ini tidak mengetahui Tuhannya, tidak menyembahnya, dan bersikap masa bodoh bila mendapatkan kemenangan lantaran syahwat dan nasib keberuntungannya.
Ia tidak peduli apakah Allah Subhanahu wata'ala akan ridha ataukah akan murka terhadap perbuatannya.
3. Hati yang Sakit
Jenis hati yang ketiga, yaitu hati yang hidup tetapi mempunyai penyakit. Ia memiliki dua materi yang saling tarik-menarik.
Ketika ia memenangkan pertarungan itu, maka di dalamnya terdapat kecintaan kepada Allah, keimanan, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya, itulah materi kehidupan.
Di dalamnya juga terdapat kecintaan kepada nafsu, keinginan dan usaha keras untuk mendapatkannya, dengki, takabur, bangga diri, kecintaan berkuasa dan berkuasa di bumi, itulah materi yang menghancurkan dan membinasakannya. Ia diuji oleh dua penyeru:
Yang satu menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari akhirat, sedang yang lain menyeru kepada kenikmatan sesaat.
Dan ia akan memenuhi salah satu di antara yang paling dekat pintu dan letaknya dengan dirinya. Hati jenis pertama adalah hati yang hidup, khusyu’, santun, dan sadar.
Hati jenis kedua adalah hati yang kering dan mati. Dan hati jenis ketiga adalah hati yang sakit; terkadang ia lebih dekat kepada hati yang sehat, dan terkadang ia lebih dekat kepada hati yang mati.
Allah Subhanahu wata'ala menyebutkan ketiga jenis hati di atas dalam firman-Nya:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّىٰ أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آيَاتِهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ٥٢. لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ ۗ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ ٥٣. وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ ۗ وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آمَنُوا إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ ٥٤.
“Dan kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayatNya. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang Telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran Itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan Sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus”.(Surat Al-Hajj Ayat52- 54)
Pada ayat di atas, Allah Subhanahu wata'ala membagi hati manusia menjadi tiga macam: Dua hati terkena fitnah dan satu hati yang selamat.
Dua hati yang terkena fitnah adalah hati yang di dalamnya ada penyakit dan hati yang keras (mati), sedang hati yang selamat adalah hati orang Mukmin yang merendahkan dirinya kepada Tuhannya, dialah hati yang merasa tenang dengan-Nya, tunduk, berserah diri serta taat kepada-Nya.
Orang-orang yang diberi ilmu syariat kemudian mengimaninya, akan semakin bertambah percaya dan mengetahui bahwa yang dikatakan para rasul dan nabi itu adalah benar-benar dari Allah.
Dia, sungguh, akan selalu mengawasi problematika orang-orang Mukmin dan membimbing mereka ke jalan lurus yang akan mereka ikuti.
0 Response to "Memahami Makna Qolbu "
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak