Meneladani Perjuangan Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam di Mekah

Meneladani Perjuangan Rasulullah saw di Mekah
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu dirahmati dan Istiqomah.

Perjuangan Dakwah Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam di Mekah

Kerasulan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam  dan Wahyu Pertama

Menurut beberapa riwayat yang ล›ahih, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam  pertama kali diangkat menjadi rasul pada malam hari tanggal 17 Ramadan saat usianya 40 tahun. 

Malaikat Jibril datang untuk membacakan wahyu pertama yang disampaikan kepada Nabi MuhammadShallallahu 'Alaihi Wassallam, yaitu Q.S.al-‘Alฤq. 

Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wassallam diperintahkan membacanya, namun Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam berkata bahwa ia tak bisa membaca. 

Malaikat Jibril mengulangi permintaannya, tetapi jawabannya tetap sama. Kemudian, Jibril menyampaikan firman Allah Subhanahu wata'ala. yaitu Q.S. al-‘Alฤq/96:1-5 sebagai berikut:

ุงِู‚ْุฑَุฃْ ุจِุงุณْู…ِ ุฑَุจِّูƒَ ุงู„َّุฐِู‰ ุฎَู„َู‚َ ﴿ุงู„ุนู„ู‚:ูก ุฎَู„َู‚َ ุงู„ْุฅِู†ْุณٰู†َ ู…ِู†ْ ุนَู„َู‚ٍ ﴿ุงู„ุนู„ู‚:ูข ุงู‚ْุฑَุฃْ ูˆَุฑَุจُّูƒَ ุงู„ْุฃَูƒْุฑَู…ُ ﴿ุงู„ุนู„ู‚:ูฃ ุงู„َّุฐِู‰ ุนَู„َّู…َ ุจِุงู„ْู‚َู„َู…ِ ﴿ุงู„ุนู„ู‚:ูค ุนَู„َّู…َ ุงู„ْุฅِู†ْุณٰู†َ ู…َุง ู„َู…ْ ูŠَุนْู„َู…ْ ﴿ุงู„ุนู„ู‚:ูฅ

Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. al-‘Alaq/96:1-5)

Itulah wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wassallam sebagai awal diangkatnya sebagai rasul. Kemudian, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wassallam menerima ayat-ayat al-Qur’ฤn secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Ayat-ayat tersebut diturunkan berdasarkan kejadian faktual yang sedang terjadi sehingga hampir setiap ayat al-Qur’ฤn turun disertai oleh Asbฤbun Nuzยตl (sebab/kejadian yang mendasari turunnya ayat). 

Ayat-ayat yang turun sejauh itu dikumpulkan sebagai kompilasi bernama al-Mushaf yang juga dinamakan al-Qur’ฤn.

Ajaran-Ajaran Pokok Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam di Mekah

1. Aqidah

RasulullahShallallahu 'Alaihi Wassallam diutus oleh Allah Subhanahu wata'ala untuk membawa ajaran tauhid. Masyarakat Arab yang saat ia dilahirkan bahkan jauh sebelum ia lahir, hidup dalam praktik kemusyrikan. 

Ia sampaikan kepada kaum Quraisy bahwa Allah Subhanahu wata'ala Maha Pencipta. Segala sesuatu di alam ini, langit, bumi, matahari, bintang-bintang, laut, gunung, manusia, hewan, tumbuhan, batu-batuan, air, api, dan lain sebagainya itu merupakan ciptaan Allah Subhanahu wata'ala. 

Karena itu, Allah Subhanahu wata'ala Maha kuasa atas segala sesuatu, sedangkan manusia lemah tak berdaya. Ia Maha agung (Mulia) sedangkan manusia rendah dan hina. 

Selain Maha Pencipta dan Mahakuasa, Ia pelihara seluruh makhluk-Nya dan Ia sediakan seluruh kebutuhannya, termasuk manusia. 

Selanjutnya, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam. juga mengajarkan bahwa Allah Subhanahu wata'ala itu Maha Mengetahui. 

Allah Subhanahu wata'ala mengajarkan manusia berbagai macam ilmu pengetahuan yang tidak diketahuinya dan cara memperoleh dan mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut.

Ajaran keimanan ini, yang merupakan ajaran utama yang diembankan kepada ia bersumber kepada wahyu-wahyu Ilahi. Banyak sekali ayat al-Qur’ฤn yang memerintahkan beliau agar menyampaikan keimanan sebagai pokok ajaran Islam yang sempurna. 

Allah Subhanahu wata'ala berfirman yang artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah Subhanahu wata'ala, Yang Maha Esa. Allah Subhanahu wata'ala tempat meminta segala sesuatu. (Allah Subhanahu wata'ala) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (Q.S. al-Ikhlaล›/112:1-4)

Ajaran tauhid ini berbekas sangat dalam di hati Nabi dan para pengikutnya sehingga menimbulkan keyakinan yang kuat, mapan, dan tak tergoyahkan. 

Dengan keyakinan ini, para sahabat sangat percaya bahwa Allah Subhanahu wata'ala tidak akan membiarkan mereka dalam kesulitan dan penderitaan. 

Dengan keyakinan ini pula, mereka percaya bahwa Allah Subhanahu wata'ala akan memberikan kebahagiaan hidup kepada mereka. 

Dengan keyakinan ini pula, para sahabat terbebas dari pengaruh kekayaan dan kesenangan duniawi. 

Dengan keyakinan ini pula, para sahabat mampu bersabar dan bertahan serta tetap berpegang teguh pada agama ketika mereka mendapatkan tantangan dan siksaan yang amat keji dari pemuka-pemuka Quraisy. 

Dengan keyakinan seperti ini pulalah, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam dapat mengatakan dengan mantap kepada Abu Talib, “Paman, demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan aku tinggalkan. 

Biarlah nanti Allah Subhanahu wata'ala yang akan membuktikan apakah saya memperoleh kemenangan (berhasil) atau binasa karenanya”.

Ini pula yang menjadi rahasia mengapa Bilal bin Rabbah dapat bertahan atas siksaan yang ia terima dengan tetap mengucapkan “Allah Maha Esa” secara berulang-ulang.

2. Akhlak Mulia

Dalam hal akhlak, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam tampil sebagai teladan yang baik (ideal). 

Sejak sebelum menjadi nabi, ia telah tampil sebagai sosok yang jujur sehingga diberi gelar oleh masyarakatnya sebagai al-Amin (yang dapat dipercaya). 

Selain itu, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam merupakan sosok yang suka menolong dan meringankan beban orang lain. Ia juga membangun dan memelihara hubungan kekeluargaan serta persahabatan. 

Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam tampil sebagai sosok yang sopan, lembut, menghormati setiap orang, dan memuliakan tamu. 

Selain itu, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam juga tampil sebagai sosok yang berani dalam membela kebenaran, teguh pendirian, dan tekun dalam beribadah.

Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam mengajak agar sikap dan perilaku yang tidak terpuji yang dilakukan masyarakat Arab seperti berjudi, meminum minuman keras (khamr), berzina, membunuh, dan kebiasaan buruk lainnya ditinggalkan. 

Selain karena pribadi ia dengan akhlaknya yang luhur, ajaran untuk memperbaiki akhlak juga bersumber dari Allah Subhanahu wata'ala Firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwallah kepada Allah Swt. agar kamu mendapat rahmat.” (Q.S. al-Hujurฤt/49:10)

Keterangan di atas memberikan penjelasan kepada kita, bagaimana Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam memadukan teori dengan praktik. Ia mengajarkan akhlak mulia kepada masyarakatnya, sekaligus juga membuktikannya dengan perilakunya yang sangat luhur. 

Akhlak Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam adalah apa yang dimuat di dalam al-Qur’ฤn itu sendiri. Ia tidak hanya mengajarkan, tetapi juga mencontohkan dengan akhlak terpuji. 

Hal ini diakui oleh seorang penulis Barat, Michael H. Hart dalam bukunya yang berjudul “100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia” dengan menempatkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam sebagai manusia tersukses mengubah perilaku manusia yang biadab menjadi manusia yang beradab.

Strategi Dakwah Rasululah shalallahu 'alaihi wassallam di Mekah

Dalam mendakwahkan ajaran-ajaran Islam yang sangat fundamental dan universal, Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam tidak serta-merta melakukannya dengan tergesa-gesa.

Ia mengerti benar bagaimana kondisi masyarakat Arab saat itu yang bergelimang dengan kemaksiatan dan praktik-praktik kemunkaran. Mengubah pola pikir dan kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat bangsa Arab khususnya kaum Quraisy bukanlah perkara mudah. 

Kebiasaan yang telah dilakukan secara turun-temurun sejak ratusan tahun silam, ditambah lagi dengan pengaruh agama Nasrani dan Yahudi yang sudah dikenal lama bahkan sudah banyak penganutnya.

Ada dua tahapan yang dilakukan Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam dalam menjalankan misi dakwah tersebut, yaitu dakwah secara sembunyi-sembunyi yang hanya terbatas di kalangan keluarga dan sahabat terdekat dan dakwah secara terang-terangan kepada khalayak ramai.

1. Dakwah secara Rahasia/Diam-diam (al-Da’wah bi al-Sirr)

Agar tidak menimbulkan keresahan dan kekacauan di kalangan masyarakat Quraisy, Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam memulai dakwahnya secara sembunyisembunyi (al-Da’wah bi al-Sirr). 

Hal tersebut dilakukan mengingat kerasnya watak suku Quraisy dan keteguhan mereka berpegang pada keyakinan dan penyembahan berhala. 

Pada tahap ini, Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam memfokuskan dakwah Islam hanya kepada orang-orang terdekat, yaitu keluarga dan para sahabatnya. 

Rumah Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam (Dฤrul Arqam) dijadikan sebagai pusat kegiatan dakwah. 

Di tempat itulah, ia menyampaikan risalah-risalah tauhid dan ajaran Islam lainnya yang diwahyukan Allah Subhanahu wata'ala. kepadanya. 

Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam secara langsung menyampaikan dan memberikan penjelasan tentang ajaran Islam dan mengajak pengikutnya untuk meninggalkan agama nenek moyang mereka, yaitu dari menyembah berhala menuju penyembahan kepada Allah Subhanahu wata'ala. 

Karena sifat dan pribadinya yang sangat terpercaya dan terjaga dari hal-hal tercela, tanpa ragu para pengikutnya, baik dari kalangan keluarga maupun para sahabat menyatakan ketauhidan dan keislaman mereka di hadapan Rasulullahshalallahu 'alaihi wassallam.

Orang-orang pertama (as-sฤbiqunal awwalยตn) yang mengakui kerasulan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam dan menyatakan keislamannya adalah: 

Siti Khadijah (istri), Ali bin Abi Thalib (adik sepupu), Zaid bin Harisah (pembantu yang diangkat menjadi anak), dan Abu Bakar Siddik (sahabat). Selanjutnya secara perlahan tapi pasti, pengikut Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam makin bertambah. 

Di antara mereka adalah Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Said bin Abi Waqas, Abdurrahman bin ‘Auf, Taha bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jarrah, Fatimah bin Khattab dan suaminya Said bin Zaid al-Adawi, Arqam bin Abil Arqam, dan beberapa orang lainnya yang berasal dari suku Qurasy.

Bagaimana ajaran Islam bisa diterima dan dianut oleh mereka yang sebelumnya terbiasa dengan adat-istiadat masyarakat Arab yang begitu mengakar kuat? Bagaimana mereka meyakini agama baru yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam sebagai agama paling benar dan sempurna kemudian menjadi pemeluknya? Bagaimana pula reaksi orang-orang yang mengetahui bahwa mereka telah meninggalkan agama nenek moyang, yaitu menyembah berhala?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di antaranya adalah seperti berikut :

1. Pribadi Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam yang begitu luhur dan agung. Tidak pernah ia melakukan hal-hal yang tercela dan hina. Ia adalah pribadi yang sangat jujur dan amanah (al-Amin), sabar, bijaksana, dan lemah-lembut dalam menyampaikan ajakan serta ajaran Islam.

2. Ajaran Islam yang rasional, logis, dan universal, menghargai hak-hak asasi manusia, memberikan hak yang sama, keadilan, dan kepastian hidup setelah mati.

3. Menyempurnakan ajaran-ajaran sebelumnya, yaitu ajaran-ajaran yang dibawa oleh para rasul terdahulu berupa penyembahan terhadap Allah Subhanahu wata'ala, berbuat baik terhadap sesama, menjaga kerukunan, larangan perbuatan tercela seperti membunuh, berzina dan lain sebagainya.

4. Kesadaran akan tradisi dan kebiasaan-kebiasaan lama yang begitu jauh dari nilai-nilai ketuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan.

Berdakwah secara diam-diam atau rahasia (al-Da’wah bi al-Sirr) ini dilaksanakan Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam selama lebih kurang tiga tahun. 

Setelah memperoleh pengikut dan dukungan dari keluarga dan para sahabat, selanjutnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam mengatur strategi dan rencana agar ajaran Islam dapat diajarkan dan disebarluaskan secara terbuka.

2. Dakwah secara Terang-terangan (al-Da’wah bi al-Jahr)

Dakwah secara terang-terangan (al-Da’wah bi al-Jahr) dimulai ketika Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam menyeru kepada orang-orang Mekah. Ia berdiri di atas sebuah bukit dan berteriak dengan suara lantang memanggil mereka.

Beberapa keluarga Quraisy menyambut seruannya. Kemudian, ia berpaling kepada sekumpulan orang sambil berkata, “Wahai orang-orang! Akankah kalian percaya jika saya katakan bahwa musuh Anda sekalian telah bersiaga di sebelah bukit (ลšafa) ini dan berniat menyerang nyawa dan harta kalian?”

Mereka menjawab, “Kami tak mendengar Anda berbohong sepanjang hayat kami.” Ia lalu berkata, “Wahai bangsa Qurasy! Selamatkanlah dirimu dari neraka. Saya tak dapat menolong Anda di hadapan Allah Subhanahu wata'ala. 

Saya peringatkan Anda sekalian akan siksaan yang pedih!” Ia menambahkan, “Kedudukan saya seperti penjaga, yang mengamati musuh dari jauh dan segera berlari kepada kaumnya untuk menyelamatkan dan memperingatkan mereka tentang bahaya yang akan datang.”

Seriring dengan itu, turun pula wahyu Allah Subhanahu wata'ala agar Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam melakukannya secara terang-terangan dan terbuka. Mengenai hal tersebut, Allah Subhanahu wata'ala berfirman, yang artinya: “Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik.” (Q.S. al-Hijr/15:94). 

Baca pula firman Allah dalam Q.S.asy-Syua’ara/26:214-216. Berdasarkan ayat-ayat di atas, Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam yakin bahwa sudah saatnya ia dan para pengikutnya untuk menyebarluaskan ajaran Islam secara terbuka dan terang-terangan. 

Dengan dukungan istrinya Siti Khadijah, paman yang setia membelanya, yaitu Abu Talib, serta para sahabat dan pengikutnya yang setia ditambah pula dengan keyakinan bahwa Allah Subhanahu wata'ala senantiasa menyertai, dimulailah dakwah suci ini. 

Pertama-tama dakwah dilakukan kepada sanak keluarga, kemudian kepada kaumnya, dan penduduk Kota Mekah yang saat itu penyembahan berhala begitu kuat. 

Dari kalangan keluarga, ia mengajak paman-pamannya termasuk Abu Lahab dan Abu Jahal yang terkenal sangat menentang dakwah Rasul. Mereka menolak mentah-mentah ajakan Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam seraya mengatakan bahwa agama merekalah yang paling benar. 

Penolakan yang disertai ejekan, cemoohan, hinaan bahkan ancaman tersebut tidak lantas membuat Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam berputus asa dan berhenti melakukan dakwah.

Justru beliau makin tertantang untuk terus mengajak masyarakat memeluk agama tauhid. Melihat kenyataan tersebut, Abu Lahab, Abu Sufyan, dan kalangan bangsawan serta pemuka Quraisy lainnya, meminta para penyairpenyair Quraisy untuk mengolok-olok dan mengejek Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam 

Selain itu, mereka juga menuntut Muhammad untuk menampilkan mukjizatnya seperti apa yang telah ditampilkan oleh Musa as. dan Isa as. Seperti menjadikan bukit ลšafa dan Marwah berubah menjadi bukit emas, menghidupkan orang yang sudah mati, menghalau bukit-bukit yang mengelilingi Mekah, memancarkan mata air yang lebih baik dari zam-zam. 

Tidak sampai di situ, bahkan mereka mengolok-olok Nabi dengan menyatakan mengapa Allah Subhanahu wata'ala tidak menurunkan wahyu tentang harga barang-barang dagangan agar mereka dapat berspekulasi.

Semua cemoohan, ejekan, dan ancaman yang ditujukan kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam dan para pengikutnya makin melecut semangat Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam dengan terus bertambahnya jumlah pengikutnya. 

Pelan tapi pasti, pengaruh Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam dan ajaran Islam semakin diterima oleh masyarakat Mekah yang telah muak dengan praktik-praktik kotor jahiliah.

Kenyataan ini mendorong para pemuka Quraisy datang kembali kepada Abu Talib, paman yang selalu membela Rasul. Mereka membawa seorang pemuda yang gagah yang bernama Umarah bin al-Walid bin al-Mugirah untuk ditukarkan dengan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam yang ditolak oleh Abu Talib. 

Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam terus saja berdakwah. Untuk yang ketiga kalinya, para pembesar Quraisy datang kepada Abu Talib. Mereka berkata, “Wahai Abu Talib, Anda orang yang terhormat dan terpandang di kalangan kami. 

Kami telah meminta Anda untuk menghentikan kemenakanmu, tetapi Anda tidak juga memenuhi tuntutan kami! Kami tidak akan tinggal diam menghadapi orang yang memaki nenek moyang kami, tidak menghormati harapan-harapan kami, dan mencacimaki berhala-berhala kami. 

Sebaiknya, Anda sendirilah yang menghentikan kemenakan Anda, atau jika tidak, kami akan lawan hingga salah satu pihak binasa”.

Sejak saat itu, orang-orang Quraisy mencaci-maki dan menyiksa kaum muslimin tidak terkecuali Nabi sendiri. Peristiwa yang paling terkenal adalah penyiksaan Bilal (seorang budak dari Abisinia). 

Ia dipaksa untuk melepaskan agama, dicambuk, dicampakkan di padang pasir, dan dadanya ditindih dengan batu yang lebih besar dari badannya. 

Dalam siksaan semacam itu, Bilal tetap teguh dengan keyakinannya; mulutnya terus mengucapkan Ahad, Ahad, ... (Allah Maha Esa, Allah Maha Esa). Bilal terus menerus mengalami siksaan hingga ia dibeli oleh Abu Bakar Siddik. 

Sebagai orang kaya, Abu Bakar banyak sekali memerdekakan budak di antaranya adalah budak perempuan Umar bin Khathab.

Meskipun Nabi Muhammad saw. telah mendapat perlindungan dari Banu Hasyim dan Banu MuTalib, ia masih juga mengalami penyiksaan.

Ummu Jamil, istri Abu Lahab, melemparkan najis ke depan rumahnya. Demikian juga Abu Jahal yang melemparkan isi perut kambing kepada Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam ketika ia sedang ล›alat. 

Intimidasi dan penyiksaan yang dialami oleh Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam dan para pengikutnya berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Kian hari kian keji siksaan yang mereka terima. 

Namun demikian, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam dan para sahabatnya tetap tabah dan terus memelihara dan meningkatkan keyakinan dan keimanan mereka.

Demikianlah, setiap hari jumlah pengikut Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam terus bertambah. Kenyataan ini menyesakkan dada kaum Quraisy. 

Oleh karena itu, mereka mengutus Utbah bin Rabi’ah untuk bertemu dengan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam 

Dalam pertemuannya dengan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam ia mengatakan, “Wahai anakku, dari segi keturunan engkau mempunyai tempat (bermartabat) di kalangan kami. 

Kini engkau membawa perkara besar yang menyebabkan kaum Quraisy terpecah belah. Kini dengarkanlah, kami akan menawarkan beberapa hal. 

Kalau engkau menginginkan harta, kami siap mengumpulkan harta kami sehingga engkau menjadi yang terkaya di antara kami. 

Jika engkau menginginkan pangkat atau jabatan, kami akan angkat engkau menjadi pemimpin kami; kami tak akan memutus satu perkara tanpa persetujuanmu. 

Kalau kedudukan raja yang engkau cari, kami akan nobatkan engkau menjadi raja. Jika engkau mengidap penyakit syaraf yang tidak dapat engkau sembuhkan, akan kami usahakan penyembuhannya dengan biaya yang kami tanggung sendiri hingga engkau sembuh”. 

Mendengar tawaran itu, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam membacakan surat al-Sajdah kepada Utbah. Ia terdiam dan tertegun serta insaf bahwa ia berhadapan dengan seorang yang tidak gila harta, tidak berambisi pada kekuasaan, dan bukan pula orang yang gila.

Utbah kembali kepada Quraisy dan menceritakan pengalamannya ketika bertemu dengan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam serta menyarankan agar mereka membiarkan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam berhubungan secara bebas dengan semua orang Arab. 

Usul Utbah tentu tidak dapat mereka terima, sebab mereka belum merasa puas jika belum mengalahkan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam 

Karena itu, mereka meningkatkan penyiksaan baik kepada Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam maupun kepada para pengikutnya. 

Dengan semangat kerasulannya serta keyakinan akan kebenaran ajaran Ilahi, gerakan dakwah Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam makin tersebar luas.

Teman, sahabat, bahkan orang yang tidak dikenalnya, baik dari kalangan bangsawan terhormat maupun dari golongan hamba sahaya banyak yang mendengar dan memahami ajaran Islam, kemudian memeluk agama Islam dan beriman kepada Allah Subhanahu wata'ala. 

Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam makin tegas, lantang dan berani, tetapi tetap komitmen terhadap tugas, fungsi dan wewenangnya sebagai rasul utusan Allah Subhanahu wata'ala.

Reaksi Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam.

Sebagaimana yang telah disinggung pada bagian sebelumnya, kaum kafir Quraisy terus berupaya menggalang kekuatan agar Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam dan upayanya dalam penyebaran ajaran Islam dapat dihentikan. 

Berbagai upaya mereka lakukan, mulai mengajak berdialog dengan mengiming-imingi berbagai bantuan hingga kekerasan yang dialkukan terhadap Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam dan para sahabat serta pengikut ajarannya. 

Puncak dari kejengkelan mereka adalah dengan cara memboikot Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam dan para sahabatnya serta pengikutnya dari boikot ekonomi dan politik.

Apa yang menyebabkan mereka begitu keras menolak dan geram terhadap ajaran yang dibawa Rasulullahshalallahu 'alaihi wassallam? Apa yang salah dengan ajaran tentang kebenaran dan kasih sayang yang merupakan idaman semua manusia beradab?

Sebetulnya mereka mengetahui dan memahami betul bahwa ajaran Ilahi yang dibawa Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam adalah ajaran yang lurus, benar, dan haq.

Ada beberapa alasan mengapa kaum kafir menolak dan menentang ajaran yang dibawa Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kesombongan dan Keangkuhan

Bangsa Arab jahiliah dikenal sebagai bangsa yang sangat angkuh dan sombong. Mereka menganggap bahwa semua yang telah mereka lakukan adalah sesuatu yang benar. 

Mereka menganggap mereka tidak salah dengan apa yang mereka lakukan. Kesombongan mereka tercermin dari sya’ir-sya’ir yang mereka buat, terutama kesombongan kaum Quraisy yang merasa suku mereka yang paling terhormat dan paling berpengaruh. 

Mereka memandang bahwa mereka lebih mulia dan tinggi derajatnya dari golongan bangsa Arab lainnya. Mereka tidak menerima ajaran persamaan hak dan derajat yang dibawa Islam. 

Oleh karenanya, mengakui dan menerima ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam akan menurunkan dan menjatuhkan derajat dan martabat serta mengancam kedudukan mereka.

2. Fanatisme Buta terhadap Leluhur

Kebiasaan yang telah mengakar kuat dan turun-temurun dalam melaksanakan penyembahan berhala dan kemusyrikan lainnya, menyebabkan mereka sangat sulit menerima ajaran tauhid dan menyembah Allah Subhanahu wata'ala yang Ahad. 

Kebiasaan tersebut sudah mengkristal dan berakar, mereka sangat sulit diberikan pemahaman bertauhid. Tuhan bagi mereka diwujudkan dalam bentuk berhala-berhala yang mereka buat sendiri sejak ratusan tahun lalu.

Fanatisme terhadap ajaran leluhur jelas-jelas telah menenggelamkan mereka ke dalam kesesatan yang nyata.

Fakta tersebut ditegaskan oleh Allah Swt. dalam firmannya: “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah Subhanahu wata'ala dan (mengikuti) Rasul.” Mereka menjawab, “Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya).” 

Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” (Q.S. alMฤ’idah/5:104)

3. Eksistensi dan Persaingan Kekuasaan

Penolakan mereka terhadap ajaran Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam secara politis dapat melemahkan eksistensi dan pengaruh kekuasaan mereka. 

Jika merena menerima Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam dengan ajaran yang dibawanya, tentu saja akan berakibat pada lemahnya pengaruh dan kekuasaan mereka. 

Kekuasaan dan pengaruh yang selama ini mereka dapatkan dengan menghalalkan berbagai cara, tentu sangat bertolak belakang dengan ajaran Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam 

Itulah sebabnya, mereka “mati-matian” mempertahankan eksistensi dan keberadaan meraka untuk menolak Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam.

Contoh-Contoh Penyiksaan Quraisy terhadap Rasulullah saw. dan Para Pengikutnya Berikut adalah contoh-contoh penyiksaan kafir Qurasiy terhadap Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam dan para pengikutnya.

1. Suatu hari, Abu Jahal melihat Rasulullah saw. di ลšafa, ia mencerca dan menghina tapi tidak ditanggapi oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam dan ia beranjak pulang. 

Kemudian, Abu Jahal pun bergabung dengan kelompoknya kaum Quraisy di samping Ka’bah. Mendengar kejadian tersebut, Hamzah, paman Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam, marah seraya bangkit mencari Abu Jahal. 

Ia kemudian menemukan Abu Jahal yang sedang duduk di samping Ka’bah dengan kelompoknya kaum Quraisy. 

Tanpa banyak bicara, ia langsung mengangkat busur dan memukulkannya ke kapala Abu Jahal hingga tengkoraknya terluka. “Engkau mencerca dia (Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam), padahal aku sudah memeluk agamanya. Aku menempuh jalan yang ia tempuh. Jika mampu, ayo, lawan aku!” tantang Hamzah.

2. Suatu hari, Uqbah bin Abi Mu’it melihat Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam bertawaf, lalu menyiksanya. 

Ia menjerat leher Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam dengan sorbannya dan menyeret ke luar masjid. 

Beberapa orang datang menolong Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam karena takut kepada Bani Hasyim.

3. Penyiksaan lain dilakukan oleh pamannya sendiri, yaitu Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil yang tiada tara kejinya. 

Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam bertetangga dengan mereka. Mereka tak pernah berhenti melemparkan barang-barang kotor kepadanya. 

Suatu hari mereka melemparkan kotoran domba ke kepala Nabi. Sekali lagi Hamzah membalasnya dengan menimpakan barang yang sama ke kepala Abu Lahab.

4. Quraisy memboikot kaum muslimin

Kaum Quraisy memutuskan segala bentuk hubungan perkawinan dan perdagangan dengan Bani Hasyim. 

Persetujuan pemboikotan ini dibuat dalam bentuk piagam, ditandatangani bersama dan digantungkan di Ka’bah. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-7 kenabian dan berlangsung selama tiga tahun.

Pemboikotan ini mengakibatkan kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan bagi kaum muslim. Untuk meringankan penderitaan kaum muslimin, mereka pindah ke suatu lembah di luar Kota Mekah.

Perjanjian Aqabah

Kerasnya penolakan dan perlawanan Quraisy, mendorong Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam melancarkan dakwahnya kepada kabilah-kabilah Arab di luar suku Quraisy.

Dalam melakukan dakwah ini, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam tidak saja menemui mereka di Ka’bah pada saat musim haji, ia juga mendatangi perkampungan dan tempat tinggal para kepala suku. 

Tanpa diketahui oleh seorang pun, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam pergi ke Taif. Di sana ia menemui Saqif dengan harapan agar ia dan masyarakatnya mau menerimanya dan memeluk Islam. Saqif dan masyarakatnya menolak Nabi dengan kejam. 

Meski demikian Nabi berlapang dada dan meminta Saqif untuk tidak menceritakan kedatangannya ke Taif agar ia tidak mendapat malu dari orang Quraisy. 

Permintaan itu tidak dihiraukan oleh Saqif, bahkan ia menghasut masyarakatnya untuk mengejek, menyoraki, mengusir, dan melempari Nabi. 

Selain itu Nabi mendatangi Bani Kindah, Bani Kalb, Bani Hanifah, dan Bani Amir bin Sa‘sa’ah ke rumah-rumah mereka. Tak seorang pun dari mereka yang mau menyambut dan mendengar dakwah Nabi. 

Bahkan, Bani Hanifah menolak dengan cara yang sangat buruk. Amir menunjukkan ambisinya, ia mau menerima ajakan Nabi dengan syarat jika Nabi memperoleh kemenangan, kekuasaan harus berada di tangannya.

Pengalaman tersebut mendorong Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam berkesimpulan bahwa tidak mungkin lagi mendapat dukungan dari Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya. 

Karena itu, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam mengalihkan dakwahnya kepada kabilah-kabilah lain yang ada di sekitar Mekah yang datang berziarah setiap tahun ke Mekah. 

Jika musim ziarah tiba, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam pun mendatangi kabilah-kabilah itu dan mengajak mereka untuk memeluk Islam. 

Tak berapa lama kemudian, tanda-tanda kemenangan datang dari Yasrib (Madinah). Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam sesungguhnya punya hubungan emosional dengan Yasrib. 

Di sanalah ayahnya dimakamkan, di sana pula terdapat famili-familinya dari Bani Najjar yang merupakan keluarga kakeknya, Abdul Muthalib dari pihak ibu. 

Karena itu, tidak mengherankan apabila di tempat ini kelak Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam mendapat kemenangan dan Islam berkembang dengan amat pesat.

Yasrib merupakan kota yang dihuni oleh orang Yahudi dan Arab dari suku Aus dan Khazraj. Kedua suku ini selalu berperang merebut kekuasaan. 

Hubungan Aus dan Khazraj dengan Yahudi membuat mereka memiliki pengetahuan tentang agama samawi. 

Inilah salah satu faktor yang menyebabkan kedua suku Arab tersebut lebih mudah menerima kehadiran Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam

Ketika Yahudi mengalami kekalahan, suku Aus dan Khazraj menjadi penguasa di Yasrib. Yahudi tidak tinggal diam, mereka berusaha mengadu domba Aus dan Khazraj yang akhirnya menimbulkan perang saudara yang dimenangkan oleh Aus. 

Sejak saat itu, orang-orang Yahudi yang sebelumnya terusir dapat kembali tinggal di Yasrib. Aus dan Khazraj menyadari derita dan kerugian yang mereka alami akibat permusuhan mereka. 

Oleh karena itu, mereka sepakat mengangkat Abdullah bin Muhammad dari suku Khazraj sebagai pemimpin. 

Namun, hal itu tidak terlaksana disebabkan beberapa orang Khazraj pergi ke Mekah pada musim ziarah (haji).

Kedatangan orang-orang Khazraj ke Mekah diketahui oleh Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam, dan ia pun segera menemui mereka. 

Setelah Nabi berbicara dan mengajak mereka untuk memeluk agama Islam, mereka pun saling berpandangan dan salah seorang dari mereka berkata,“Sungguh inilah Nabi yang pernah dijanjikan oleh orang-orang Yahudi kepada kita, dan jangan sampai mereka (Yahudi) mendahului kita.” 

Setelah itu, mereka kembali ke Yasrib dan menyampaikan berita kenabian Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam

Mereka menyatakan kepada masyarakatnya bahwa mereka telah menganut Islam. Berita dan pernyataan yang mereka sampaikan mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. 

Pada musim ziarah tahun berikutnya, datanglah 12 orang penduduk Yasrib menemui Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam di Aqabah. Di tempat ini mereka berikrar kepada Nabi yang kemudian dikenal dengan Perjanjian Aqabah I. 

Pada Perjanjian Aqabah I ini, orang-orang Yasrib berjanji kepada Nabi untuk tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah, baik di depan atau di belakang, jangan menolak berbuat kebaikan. 

Siapa mematuhi semua itu akan mendapat pahala surga dan kalau ada yang melanggar, persoalannya kembali kepada Allah Subhanahu wata'ala.

Selanjutnya, Nabi menugaskan Mus’ab bin Umair untuk membacakan alQurฤn, mengajarkan Islam serta seluk-beluk agama Islam kepada penduduk Yasrib. Sejak itu, Mus’ab tinggal di Yasrib. 

Jika musim ziarah tiba, ia berangkat ke Mekah dan menemui Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam

Dalam pertemuan itu, Mus’ab menceritakan perkembangan masyarakat muslim Yasrib yang tangguh dan kuat.

Berita ini sungguh menggembirakan Nabi dan menimbulkan keinginan dalam hati Nabi untuk hijrah ke sana.

Pada tahun 622 M, peziarah Yasrib yang datang ke Mekah berjumlah 75 orang, dua orang di antaranya perempuan. Kesempatan ini digunakan Nabi melakukan pertemuan rahasia dengan para pemimpin mereka. 

Pertemuan Nabi dengan para pemimpin Yasrib yang berziarah ke Mekah disepakati di Aqabah pada tengah malam pada hari-hari Tasyriq (tidak sama dengan hari Tasyriq yang sekarang).

Malam itu, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam ditemani oleh pamannya, Abbas bin Abdul Muthalib (yang masih memeluk agama nenek moyangnya) menemui orang-orang Yasrib. 

Pertemuan malam itu kemudian dikenal dalam sejarah sebagai Perjanjian Aqabah II. Pada malam itu, mereka berikrar kepada Nabi sebagai berikut, “Kami berikrar, bahwa kami sudah mendengar dan setia di waktu suka dan duka, di waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan di jalan Allah Subhanahu wata'ala ini kami tidak gentar terhadap ejekan dan celaan siapapun.”

Setelah masyarakat Yasrib menyatakan ikrar mereka, Nabi berkata kepada mereka, “Pilihkan buat saya dua belas orang pemimpin dari kalangan kalian yang menjadi penanggung jawab masyarakatnya”. Mereka memilih sembilan orang dari Khazraj dan tiga orang dari Aus. 

Kepada dua belas orang itu, Nabi mengatakan, “Kalian adalah penanggung jawab masyarakat kalian seperti pertangungjawaban pengikut-pengikut Isa bin Maryam. Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertangung jawab.” 

Setelah ikrar selesai, tiba-tiba terdengar teriakan yang ditujukan kepada kaum Quraisy, “Muhammad dan orang-orang murtad itu sudah berkumpul akan memerangi kamu!”. 

Semua kaget dan terdiam. Tiba-tiba Abbas bin Ubadah, salah seorang peserta ikrar, berkata kepada Nabi, “Demi Allah Subhanahu wata'ala yang mengutus Anda berdasarkan kebenaran, jika Nabi mengizinkan, besok penduduk Mina akan kami ‘habisi’ dengan pedang kami.” 

Lalu, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam menjawab, “Kita tidak diperintahkan untuk itu, kembalilah ke kemah kalian!” Keesokan harinya, mereka bangun pagi-pagi sekali dan segera bergegas pulang ke Yasrib.

Peristiwa Hijrah Kaum Muslimin

1. Hijrah ke Abisinia (Habsyi)

Untuk menghindari bahaya penyiksaan, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam menyarankan para pengikutnya untuk hijrah ke Abisinia (Habsyi). 

Para sahabat pergi ke Abisinia dengan dua kali hijrah. Hijrah pertama sebanyak 15 orang; sebelas orang laki-laki dan empat orang perempuan. 

Mereka berangkat secara sembunyi-sembunyi dan sesampainya di sana, mereka mendapatkan perlindungan yang baik dari Najasyi (sebutan untuk Raja Abisinia). 

Ketika mendengar keadaan Mekah telah aman, mereka pun kembali lagi. Namun, mereka kembali mendapatkan siksaan melebihi dari sebelumnya. 

Karena itu, mereka kembali hijrah untuk yang kedua kalinya ke Abisinia (tahun kelima dari kenabian atau tahun 615 M). 

Kali ini mereka berangkat sebanyak 80 orang lakilaki, dipimpin oleh Ja’far bin Abi °alib. Mereka tinggal di sana hingga sesudah Nabi hijrah ke Yasrib (Madinah). 

Peristiwa hijrah ke Abisinia ini dipandang sebagai hijrah pertama dalam Islam. Peristiwa hijrah ke Abisinia ini sungguh tidak menyenangkan kaum Quraisy dan menimbulkan kekhawatiran yang sangat besar. 

Ada dua hal yang dikhawatirkan oleh kaum Quraisy, yaitu: pertama, kaum muslimin akan dapat menjalin hubungan yang luas dengan masyarakat Arab; kedua, kaum muslimin akan menjadi kuat dan kembali ke Mekah untuk menuntut balas. 

Oleh karena itu, mereka mengutus Amr bin ‘As dan Abdullah bin Rabi’ah kepada Najasyi agar mau menyerahkan kaum muslimin yang berhijrah ke sana. 

Dengan mempersembahkan hadiah yang besar kepada Najasyi, kedua utusan itu berkata, “Paduka Raja, mereka yang datang ke negeri tuan ini adalah budakbudak kami yang tidak punya malu. 

Mereka meninggalkan agama nenek moyang mereka dan tidak pula menganut agama Paduka (Kristen); mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri, yang tidak kami kenal dan tidak juga Paduka. 

Kami diutus oleh pemimpin-pemimpin mereka, orangorang tua mereka, paman-paman mereka, dan keluarga-keluarga mereka supaya Paduka sudi mengembalikan orang-orang itu kepada pemimpinpemimpin kami. 

Mereka lebih tahu betapa orang-orang itu mencemarkan dan mencerca agama mereka.” Najasyi kemudian memanggil kaum muslimin dan bertanya kepada mereka, “Agama apa ini yang sampai membuat tuan-tuan meninggalkan masyarakat tuan-tuan sendiri?” 

Kaum muslimin yang diwakili oleh Ja’far bin Abi Talib menjawab, “Paduka Raja, masyarakat kami masyarakat yang bodoh, menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan berbagai macam kejahatan, memutuskan hubungan dengan kerabat, tidak baik dengan tetangga; yang kuat menindas yang lemah. 

Demikianlah keadaan masyarakat kami hingga Allah Subhanahu wata'ala mengutus seorang rasul dari kalangan kami sendiri yang kami kenal asal usulnya, jujur, dapat dipercaya, dan bersih. 

Ia mengajak kami hanya menyembah kepada Allah Subhanahu wata'ala. Yang Maha Esa, meninggalkan batu-batu dan patung-patung yang selama ini kami dan nenek moyang kami sembah. 

Ia melarang kami berdusta, menganjurkan untuk berlaku jujur, menjalin hubungan kekerabatan, bersikap baik kepada tetangga, dan menghentikan pertumpahan darah. 

Ia melarang kami melakukan segala perbuatan jahat, menggunakan kata-kata dusta dan keji, memakan harta anak yatim, dan mencemarkan nama baik perempuan yang tak bersalah. 

Ia meminta kami menyembah Allah Subhanahu wata'ala dan tidak mempersekutukan-Nya. Jadi, yang kami sembah hanya Allah Subhanahu wata'ala Yang Tunggal, tidak mempersekutukanNya dengan apa dan siapa pun. 

Segala yang diharamkan kami jauhi dan yang dihalalkan kami lakukan. Karena itulah kami dimusuhi, dipaksa meninggalkan agama kami. 

Karena mereka memaksa kami, menganiaya dan menekan kami, kami pun keluar menuju negeri Paduka ini. 

Padukalah yang menjadi pilihan kami. Senang sekali kami berada di dekat Paduka, dengan harapan di sini tidak ada penganiayaan”.

Mendengar pernyataan yang demikian fasih dan santun, akhirnya Raja Najasyi memberikan perlindungan kepada kaum muslimin hingga kemudian mereka hidup untuk beberapa lama di negeri yang jauh dari tanah kelahirannya.

2. Hijrah ke Madinah

Peristiwa Ikrar Aqabah II ini diketahui oleh orang-orang Quraisy. Sejak itu tekanan, intimidasi, dan siksaan terhadap kaum muslimin makin meningkat.

Kenyataaan ini mendorong Nabi segera memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Yasrib. Dalam waktu dua bulan saja, hampir semua kaum muslimin, sekitar 150 orang telah berangkat ke Yasrib. 

Hanya Abu bakar dan Ali yang masih menjaga dan membela Nabi di Mekah. Akhirnya, Nabi pun hijrah setelah mendengar rencana Quraisy yang ingin membunuhnya.

Nabi Muhammad saw. dengan ditemani oleh Abu Bakar berhijrah keYasrib. Sesampai di Quba, 5 km dari Yasrib, Nabi beristirahat dan tinggal di sana selama beberapa hari. Nabi menginap di rumah Umi Kalsum bin Hindun.

Di halaman rumah ini Nabi membangun sebuah masjid. Inilah masjid pertama yang dibangun pada masa Islam yang kemudian dikenal dengan Masjid Quba.

Tak lama kemudian, Ali datang menyusul setelah menyelesaikan amanah yang diserahkan Nabi kepadanya pada saat berangkat hijrah.

Ketika Nabi memasuki Ya¡rib, ia dielu-elukan oleh penduduk kota itu dan menyambut kedatangannya dengan penuh kegembiraan. 

Sejak itu, nama Yasrib diganti dengan Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering pula disebut dengan Madinatun Munawwarah (Kota yang Bercahaya). Dikatakan demikian karena memang dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh penjuru dunia.

Perilaku yang dapat diteladani dari perjuangan dakwah Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam pada periode Mekah di antaranya adalah seperti berikut:

1. Memiliki Sikap Tangguh

Dalam upaya meraih kesuksesan, diperlukan sikap tangguh dan pantang menyerah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam ketika ia berjuang memberantas kemusyrikan. 

Lihat pula bagaimana orang-orang yang sukses meraih cita-citanya, mereka bersusah-payah berusaha terus-menerus tanpa mengenal lelah sehingga mereka menjadi orang yang berhasil dalam cita-citanya.

Tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan dan tidak ada pula kesuksesan tanpa kerja keras dan tangguh pantang menyerah.

Ketangguhan datang dengan sendirinya. Ia memerlukan pembelajaran dan latihan (riyadah) secara terus-menerus. 

Ketangguhan juga harus didukung oleh kesehatan fisik dan pemahaman yang benar. Kedua-duanya harus berjalan beriringan dan saling mendukung. 

Kekuatan fisik dibarengi dengan pemahaman yang benar akan melahirkan manfaat yang besar, demikian pula sebaliknya.

Sikap tangguh dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat di antaranya. seperti berikut:

1. Menggunakan waktu untuk belajar dengan sungguh-sungguh agar mendapatkan prestasi yang tinggi.

2. Secara terus-menerus mencoba sesuatu yang belum dapat dikerjakan sampai ditemukan solusi untuk mengatasinya.

3. Melaksanakan segala peraturan di sekolah sebagai bentuk pengamalan sikap disiplin dan tanggung jawab.

4. Menjalankan segala perintah agama dan menjauhi larangannya dengan penuh keikhlasan.

5. Tidak putus asa ketika mengalami kegagalan dalam meraih suatu keinginan.

Jadikanlah kegagalan sebagai cambuk agar tidak mengalaminya lagi di kemudian hari.

2. Memiliki Jiwa Berkorban

Perhatikan bagaimana para pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa ini! Selain mereka berjuang dengan tangguh dan pantang menyerah, merela rela mengorbankan apa saja untuk kemerdekaan bangsa ini. 

Perngorbanan mereka tidak hanya berupa harta, keluarga yang ditinggalkan, bahkan mereka rela meregang nyawa untuk memperjuangkan kemerdekaan beragama dan berbangsa.

Oleh karena itu, janganlah pernah merasa pernah berjuang tanpa memberikan pengorbanan yang berarti. 

Perilaku yang mencerminkan jiwa berkorban dalam kehidupan sehari-hari misalnya seperti berikut:

1. Menyisihkan waktu sebaik mungkin untuk kegiatan yang bermanfaat.

Hal ini penting mengingat waktu yang kita miliki sangatlah terbatas. Jika waktu yang kita gunakan lebih banyak untuk kegiatan yang percuma, siapsiaplah untuk menyesal karena waktu yang telah lewat tidak akan kembali lagi. 

Misalkan karena kamu tidak belajar dengan sungguh-sungguh sementara kamu ingin lulus dengan nilai yang tinggi, kamu akan menyesal karena mendapatkan nilai yang rendah dan harus mengulang lagi.

2. Mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.

Kepentingan bersama di atas segala-galanya. Itulah kalimat yang sering diungkapkan oleh kebanyakan manusia. Akan tetapi, kenyataannya belum tentu demikian. 

Kebanyakan manusia lebih mengutamakan kepentingan pribadinya daripada kepentingan orang banyak. Sebagai orang yang beriman, tentu kita tidak boleh termasuk ke dalam golongan orang yang demikian. 

Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam mencontohkan, bagaimana ketika ia hendak berbuka puasa dengan sepotong roti, sementara ada orang yang datang untuk meminta roti tersebut karena sangat kelaparan, dan Rasul memberikan roti tersebut kepada orang itu.

Dalam kehidupan sehari-hari, perilaku yang dapat kita lakukan dalam hal ini misalkan antre saat berada di tempat umum, seperti: di bank, loket pembayaran, berkendara di lampu lalu lintas ketika warna merah menyala, dan lain sebagainya.

3. Menyisihkan sebagian harta untuk membantu orang lain yang membutuhkan.

Dalam harta kita terdapat sebagian hak orang lain yang membutuhkannya. Islam mengajarkan bahwa bersedekah itu tidak akan mengurangi harta sedikit pun, bahkan ia akan mendatangkan harta yang lebih banyak lagi.

Demikian kiranya sedikit ulasan tentang Meneladani Perjuangan Rasulullah saw di Mekah. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan kita. Terimakasih ataskunjungannya.

0 Response to "Meneladani Perjuangan Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam di Mekah"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak