4 Rahasia Kesempurnaan Akhlak
Al-khuluuqu (budi pekerti) itu merupakan suatu ibarat tentang keadaan yang menetap dalam jiwa. Dari keadaan dalam jiwa muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian.
Maka apabila dari keadaan itu muncul perbuatan-perbuatan baik dan terpuji secara akal dan syara’, maka itu disebut budi pekerti yang baik.
Namun, apabila perbuatan-perbuatan yang muncul dari keadaan itu buruk, maka keadaan yang menjadi tempat munculnya perbuatan-perbuatan itu disebut budi pekerti yang buruk.
Budi pekerti itu satu ibarat tentang keadaan jiwa dan bentuknya yang batin. Bagusnya bentuk lahir (fisik) secara mutlak itu tidak sempurna hanya dengan dua mata saja, tanpa hidung, mulut, dan pipi.
Semua bisa sempurna jika bagian lain juga terlihat sempurna, yang menjadikan kebagusan lahiriyah. Maka demikian pula dalam bathiniyah itu ada empat rukun yang harus bagus semua sehingga sempurna bagusnya budi pekerti, yaitu:
1. Kekuatan Ilmu
Adapun kekuatan ilmu, Ilmu menjadi dasar keutamaan manusia dan menjadi penentu kemuliaannya. Penunjukan Nabi Adam AS sebagai khalifah tak lain adalah karena ilmu (potensi intelektualitas)-nya, sehingga ia mampu mengalahkan pesaing (kompetitor) terberatnya, yaitu para malaikat (QS al-Baqarah [2]: 30).
Maka kebagusan dan kebaikannya itu terletak pada jadinya kekuatan ilmu itu. Dengan mudah dapat diketahui perbedaan antara yang jujur dan yang berdusta dalam perkataan, yang benar dan yang yang batil dalam beri’tiqad, dan di antara yang bagus dan buruk dalam perbuatan. Maka apabila kekuatan ini bagus, maka berhasillah buah hikmah dari padanya. Hikmah ini pokok dari budi pekerti yang baik.
Ilmu benar-benar menjadi kekuatan apabila ilmu itu diamalkan dan dijadikan sebagai sarana untuk memperoleh kemulian di akhirat.
Karena, seperti yang telah diketahui, betapa banyak orang yang mengetahui, tetapi betapa sedikit orang yang melakukan apa yang mereka ketahui itu.
2. Kekuatan Marah
Adapun kekuatan marah, maka kebagusan itu berada pada mampu mengekang dan melepaskannya menurut batas yang dibutuhkan oleh kebijaksanaan.
Berikut Menurut hadis Nabi Shalallahu 'alaihi wasalam:
َูุฑَُِูู ุฃَْู ุฑَุฌًُูุง َูุงَู: َูุง ุฑَุณَُูู ุงَِّููู، ู ُุฑِْูู ุจِุนَู ٍَู َูุฃَِْْููู، َูุงَู: َูุง ุชَุบْุถَุจْ، ุซُู َّ ุฃَุนَุงุฏَ ุนََِْููู، ََููุงَู: َูุง ุชَุบْุถَุจْ
“Seorang laki-laki pernah meminta nasihat, ‘Wahai Rasulullah, perintahlah aku dengan sebuah perbuatan dan sedikitkanlah (jangan banyak-banyak).’ Nabi menjawab, ‘Jangan marah.’ Laki-laki tersebut mengulangi permintaannya, lalu Nabi tetap menjawab, ‘Jangan marah’.” (HR al-Bukhari)
Meski demikian, perasaan marah harus ditanggulangi. Nabi bahkan bersabda bahwa orang yang paling baik adalah orang yang mampu mengendalikan rasa marahnya. Dalam riwayat lain disebutkan:
ููุงู ุงุจู ู ุณุนูุฏ ูุงู ุงููุจู ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ ู َุง ุชَุนُุฏَُّูู ุงูุตُّุฑَุนَุฉَ ُِูููู ْ َُْูููุง ุงَّูุฐِู َูุง ุชَุตْุฑَุนُُู ุงูุฑِّุฌَุงُู َูุงَู َْููุณَ ุฐََِูู ََِِูููู ุงَّูุฐِู َูู ُِْูู َْููุณَُู ุนِْูุฏَ ุงูุบุถุจ
“Ibnu Mas’ud berkata, Nabi bertanya, ‘Siapa yang kalian anggap sebagai orang yang perkasa?’ Kami menjawab, ‘Dia yang tidak bisa dikalahkan keperkasaannya oleh siapa pun.’ Nabi menimpali, ‘Bukan demikian, akan tetapi yang perkasa adalah orang yang bisa menahan dirinya ketika marah’.” (HR Muslim)
Nabi sendiri menyarankan jika sedang marah, untuk mengubah posisi dan duduk.
Berdasarkan hadis riwayat Abu Daud,
ุฅِุฐَุง ุบَุถِุจَ ุฃَุญَุฏُُูู ْ ََُููู َูุงุฆِู ٌ ََْูููุฌِْูุณْ، َูุฅِْู ุฐََูุจَ ุนَُْูู ุงْูุบَุถَุจُ، َูุฅِูุงَّ ََْูููุถْุทَุฌِุนْ
“Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun jika tidak lenyap pula maka berbaringlah.” (HR. Abu Daud)
3. Kekuatan Nafsu Syahwat
Demikian pula nafsu syahwat. Maka kebagusan dan kebaikannya itu bila berada dibawah isyarat kebijaksanaan, yakni isyarat akal dan syara’.
Hendaknya kita membiasakan diri berperang melawan pembangkit hawa nafsu secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit, hingga ia memperoleh lezatnya kemenangan sebuah pertempuran. Dengan demikian muncul keberanian dan kuatnya tekad ketika berjuang melawan hawa nafsu tersebut.
4. Kekuatan Keadilan (keseimbangan) di antara Ketiga Kekuatan Ini
Adapun kekuatan keadilan, maka itu batas nafsu syahwat dan marah di bawah akal dan syara’. Perumpamaannya akal itu seperti orang yang memberi nasihat yang menunjukkan jalan.
Dan kekuatan keadilan itu suatu kekuasaan. Perumpamaannya seperti orang yang melaksanakan yang meneruskan isyarat akal. Dan kemarahan itu yang dilaksanakan isyarat kepadanya. Perumpamaanya seperti anjing buruan.
Anjing itu memerlukan pendidikan, sehingga lari dan berhentinya itu menurut isyarat. Tidak menurut kehebatan nafsunya sendiri.
Nafsu syahwat itu perumpamaannya seperti kuda yang dinaiki untuk mencari buruan. Sekali waktu kuda itu terlatih dan terdidik. Dan sekali waktu kuda itu tidk patuh terhadap majikannya.
Barang siapa yang perkara ini sama dan lurus padanya, maka ia bagus budi pekertinya secara mutlak. Dan barang siapa yang padanya hanya lurus sebagian dan tidak lurus pada bagian lainnya.
Maka ia bagus budi pekertinya disandarkan pada makna yang demikian khususnya. Seperti orang yang bagus sebagian mukanya dan tidak bagus pada sebagian yang lain.
Kesempurnaan akhlak sebagai suatu keseluruhan tidak hanya bergantung kepada suatu aspek pribadi, akan tetapi terdapat empat kekuatan di dalam diri manusia yang menjadi unsur bagi terbentuknya akhlak baik dan buruk.
Kekuatan-kekuatan itu ialah kekuatan ilmu, kekuatan nafsu syahwat, kekuatan amarah dan kekuatan keadilan diantara ketiga kekuatan ini yang telah disebutkan di atas.
0 Response to " 4 Rahasia Kesempurnaan Akhlak"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak