Hukum Jual Beli
Pengertian Jual Beli
Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh disebut al-ba’I yang menurut bahasa berarti pertukaran sesuatu dengan sesuatu.
Menurut mazhab hanafiyah jual beli adalah pertukaran harta (maal) dengan harta menggunakan cara tertentu.
Pertukaran harta dengan harta disini , diartikan harta yang memiliki manfaat serta terdapat kecenderungan manusia untuk menggunakannya, dengan cara sighat atau ungkapan ijab dan qabul.
Dasar hukum jual beli
Jaul beli sebagai sarana tolong menolong antara sesame umat manusia mempunyai landasan dari Al-Qur’an dan Assunnah. Masalah ini dijelaskan Allah dalam QS. Al-Baqarah (2): 275 dan 198.
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”.
Dalam QS.An-Nisa’ (4) ayat 29 juga disebutkan,
“Kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”
Diriwayatka oleh Rifa’ah, Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam ditanya oleh seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) yang paling baik.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam menjwab; usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati.” (HR. Al-Bazzar dan Hakim)
Maksudnya jual beli yang jujur tanpa ada kecurangan, maka akan mendapat berkah dari Allah Subhanahu wata'ala.
Dari riwayat lain disebutkan, “Jual beli itu didasarkan atas suka sama suka.”(HR. AlBaihaqi, Ibn Majah dan Ibn Hibban)
Dari penjelasan ayat-ayat dan hadis di atas menyatakan bahwa hukum asal jual beli adalah mubah (boleh). Tetapi pada situasi-situasi tertentu hukum mubah menjadi wajib menurut Imam al-Syathibi.
Contoh ketika terjadi ihtikar (penimbunan sehingga menghilangnya stok barang di pasaran) maka, pihak pemerintah boleh pedagang untuk menjual barangnay dengan harga disesuaikan dengan harga sebelum melonjak.
Para ulama sejak zaman Nabi sampai sekarang sepakat bahwa asal muasal jual beli secara umum hukumnya adalah mubah, atau diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syariat islam.
Rukun dan Syarat
Rukun jual beli ada empat yaitu;
2. Shigat (lafal ijab dan kabul)
3. Ada barang yang dibeli
4. Ada nilai tukar pengganti barang
Adapun syarat jual beli menurut jumhur ulama sebagai berikut:
1. Syarat orang yang melakukan jual beli harus berakal
2. Syarat yang terkait ijab Kabul, adanya kerelaan keduaa belah pihak.
Di zaman modern ini wujud ijab Kabul tidak lagi diucapkan, tetapi dilakukan dengan sikap mengambil barang dan membayarnya oleh pembeli, serta menerima uang dan menyerahkan baranya oleh penjual. Seperti di swalayan.
3. Syarat barang yang diperjual belikan.
Barangnya ada, dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia, milik seseorang, dan boleh diserahkan langsung atau sesuai perjanjian transaksi.
4. Syarat nilai tukar (harga barang). Merupakan syarat terpenting dalam jual beli yaitu uang.
Terkait dengan harga barang para ulama’ membedakan menjadi dua:
1. Alatsman (harga pasar yang berlaku di tengah-tengah masyarakat secara actual) dan
2. Al-si’r (modal barang yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke konsumen).
Oleh sebab itu harga yang sering dipermainkan oleh pedagang adalah al-tsaman.
Bentuk-bentuk jual beli yang dilarang
Jual beli yang dilarang terbagi dua;
2. Jual beli yang memenuhi syarat dan rukun, tetapi ada beberapa factor menghalangi kebolehannya.
1. Jual beli barang haram, najis, atau tidak boleh diperjual belikan.
Sesuai hadis nabi yang berbunyi: “Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan memakan sesuatu maka, dia mengharamkan juga memperjualbelikannya.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Riwayat kedua, berbunyi,” Sesungguhnya Allah dan Rasulnya mengharamkan menjual arak, babi dan berhala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Jual beli yang belum jelas.
Jual atau membeli sesuatu yang bersifat spekulasi, karena bisa merugikan salah satu pihak.
Contoh: membeli buah-buahan yang belum tampak hasilnya. Sabda Rasul berbunyi,’Dari Annas bin Malik ra. Bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam melarang menjual buah-buahan sehingga tampak dan matang.”(Hadis disepakati Bukhari-Muslim)
3. Jual beli bersyarat. Jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan dengan syarat-syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan dengan jual beli.
Contoh: mobilmu akan aku beli dengan harga sekian asal anakmu menjadi istriku, dan lainnya.
4. Jual beli yang mengandung kemudharatan.
Seperti jual beli patung, salib, dan buku-buku bacaan porno. Yang dikhawatirkan dengan membelinya akan berakibat kemaksiatan atau kemudharatan.
5. Jual beli karena aniaya.
Seperti menjual anak binatang yang masih butuh induknya. Rasulullah bersabda:
”Barang siapa memisahkan antara induk dan anaknya, nanti Allah akan memisahkan dari orang-orang yang dicintainya pada hari kiamat.”(HR. Ahmad)
6. Jual beli dari orang yang masih dalam tawar- menawar.
Dalam hadis yang diriwyatkan oleh muttafaqun’alai, Rasulullah bersabda,” Janganlah menjual sesuatu yang telah dibeli orang lain.”
7. Jual beli dengan menghadang dagangan di luar pasar, dengan maksud memperoleh harga yang lebih murah kemudian dijual dengan harga murah pula, sehingga merugikan pedagang yang lain.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam bersabda,”Janganlah kalian menghadang barang yang dibawa dari luar kota. Barang siapa menghadang lalu ia membeli barang darinya lalu yang punya barang datang ke pasar, maka dia mempunyai hak khiyar.”
8. Membeli barang dengan memborong bertujuan untuk menimbun,kemudian dijual saat harga tinggi disebabkan kelangkaannya.
Sabda Rasullullh shallallahu 'alaihi wassallam,”Saudagar itu diberi rizki, sedangkan yang menimbun itu dilaknat.” (HR.Ibn Majjah dan Hakim)
9. Jual beli barang rampasan atau curian.
Bila sang pembeli sudah tahu itu barang hasil curian maka keduanya bekerjasama dalam dosa.
Diriwayatkan oleh Baihaqi, Rasulullah bersabda,”Barang siapa yang membeli barang hasil curian sedangkan ia tahu bahwa barang curian maka ia ikut dalam dosa dan kejelekan.”
0 Response to " Hukum Jual Beli "
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak