Syarat Hutang Piutang dalam Islam
Syarat Hutang Piutang dalam Islam
1. Harta yang dihutangkan adalah jelas dan murni halal.
2. Pemberi hutang tidak mengungkit-ungkit masalah hutang dan tidak menyakiti pihak yang piutang (yang meminjam).
3. Pihak yang piutang (peminjam) niatnya adalah untuk mendapat ridho Allah dengan mempergunakan yang dihutang secara benar.
4. Harta yang dihutangkan tidak akan memberi kelebihan atau keuntungan pada pihak yang mempiutangkan.
Adab Hutang Piutang dalam Islam
1. Ada perjanjian tertulis dan saksi yang dapat dipercaya.
2. Pihak pemberi hutang tidak mendapat keuntungan apapun dari apa yang dipiutangkan.
3. Pihak piutang sadar akan hutangnya, harus melunasi dengan cara yang baik (dengan harta atau benda yang sama halalnya) dan berniat untuk segera melunasi.
4. Sebaiknya berhutang pada orang yang shaleh dan memiliki penghasilan yang halal.
5. Berhutang hanya dalam keadaan terdesak ata darurat.
6. Hutang piutang tidak disertai dengan jual beli.
7. Memberitahukan kepada pihak pemberi hutang jika akan terlambat untuk melunasi hutang.
8.Pihak piutang menggunakan harta yang dihutang dengan sebaik mungkin.
9.Pihak piutang sadar akan hutangnya dan berniat untuk segera melunasi.
10. Pihak pemberi hutang boleh memberikan penangguhan jika pihak piutang kesulitan melunasi hutang.
Bahaya Hutang Piutang
Hutang merupakan sesuatu yang sensitif diantara hubungan sesama manusia. Meski Islam memperbolehkan untuk berhutang, itupun dengan syarat seperti yang sudah disebutkan di atas. Terutama, berhutang dianjurkan hanya pada keadaan yang benar-benar sangat terdesak saja.
Kebiasaan berhutang, meski tidak dalam keadaan darurat, justru akan memberikan dampak buruk terutama jika hutang tersebut tidak sempat untuk dilunasi karena yang berhutang lebih dulu meninggal dunia.
Berikut bahayanya berhutang:
1. Menyebabkan stres
Tidak salah lagi jika seseorang yang berhutang sering kali mengalami stres memikirkan hutangnya. Kesulitan untuk tidur, pikiran tidak fokus, bahkan sampai tidak nafsu makan.
Hutang merupakan sesuatu yang menyebabkan seseorang mudah merasa sedih di malam hari karena memikirkan cara untuk melunasinya.
Sedangkan pada siang harinya akan merasa kehinaan karena merasa dipandang rendah oleh orang lain akan hutangnya.
Dalam kondisi psikis yang tertekan, ditambah fisik yang ikut lemas, tingkat stres pun akan semakin tinggi.
Bagi mereka yang senantiasa menyerahkan segala urusan kepada Allah Subhanahu wata'ala, insya Allah bisa melalui semuanya dengan ikhlas.
Sedangkan mereka yang berpikiran sempit, tak jarang memilih jalan pintas, misalnya bunuh diri, karena tidak sanggup lagi memikirkan bagaimana caranya untuk membayar hutang tersebut.
Terutama sekali jika hutang itu sudah jadi kebiasaan yang akhirnya akan menumpuk dan semakin sulit untuk menemukan cara melunasinya.
2. Merusak akhlak
Kebiasaan berhutang justru dapat merusak akhlak seseorang karena berhutang bukan termasuk dalam hobi yang baik, layaknya kebiasaan berbohong. Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam bersabda yang artinya;
“Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (H. R. Al-Bukhari).
Seseorang yang terlilit hutang sangat mudah untuk dipengaruhi oleh iblis agar mengerjakan maksiat demi bisa melunasi hutangnya, dengan berbagai cara termasuk mencuri atau merampok.
3. Dihukum layaknya seorang pencuri
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam bersabda ;
๏บَ๏ปณُّ๏ปคَ๏บ ๏บญَ๏บُ๏ปٍ ๏ปณَ๏บชَ๏ปณَّ๏ปฆُ ๏บฉَ๏ปณْ๏ปจً๏บ ๏ปญَ๏ปซُ๏ปฎَ ๏ปฃُ๏บ ْ๏ปคِ๏ปٌ ๏บَ๏ปฅْ ๏ปปَ ๏ปณُ๏ปฎَ๏ปِّ๏ปดَ๏ปชُ ๏บِ๏ปณَّ๏บ๏ปฉُ ๏ปَ๏ปِ๏ปฐَ ๏บ๏ป๏ป َّ๏ปชَ ๏บณَ๏บ๏บญِ๏ปً๏บ
“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (H. R. Ibnu Majah).
4. Jenazahnya tidak dishalatkan
Sahabat yang punya hutang tidak dishalati oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal shalat beliau adalah syafaa
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu, dia berkata,
َูุงَู ุฑَุณُُูู ุงَِّููู ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ َูุง ُูุตَِّูู ุนََูู ุฑَุฌٍُู ู َุงุชَ َูุนََِْููู ุฏٌَْูู َูุฃُุชَِู ุจِู َِّูุชٍ ََููุงَู ุฃَุนََِْููู ุฏٌَْูู َูุงُููุง َูุนَู ْ ุฏَِููุงุฑَุงِู َูุงَู ุตَُّููุง ุนََูู ุตَุงุญِุจُِูู ْ
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menshalatkan laki-laki yang memiliki hutang. Lalu didatangkan mayit ke hadapannya. Beliau bersabda: “Apakah dia punya hutang?” Mereka menjawab: “Ya, dua dinar. Beliau bersabda,“Shalatlah untuk sahabat kalian.”(HR. Abu Daud No. 3343, dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi DaudNo. 3343)
Maksudnya adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam ingin menjelaskan kepada para sahabatnua bahwa, hutang sangat tidak layak ditunda dibayar sampai meninggal, padahal ia sudah mampu membayarnya.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan bahwa shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah syafaat. Beliau berkata,
ََููุงَู ุฅุฐَุง ُูุฏّู َ ุฅَِْููู ู َّูุชٌ ُูุตَّูู ุนََِْููู ุณَุฃََู َْูู ุนََِْููู ุฏٌَْูู ุฃَู ْ َูุง ؟ َูุฅِْู َูู ْ َُْููู ุนََِْููู ุฏٌَْูู ุตَّูู ุนََِْููู َูุฅِْู َูุงَู ุนََِْููู ุฏٌَْูู َูู ْ ُูุตَّู ุนََِْููู َูุฃَุฐَِู ِูุฃَุตْุญَุงุจِِู ุฃَْู ُูุตَّููุง ุนََِْููู َูุฅِّู ุตََูุงุชَُู ุดََูุงุนَุฉٌ َูุดََูุงุนَุชَُู ู ُูุฌَุจَุฉٌ
“Jika didatangkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam seorang mayit, lalu dia hendak menshalatkan maka Beliau akan bertanya, apakah dia punya hutang atau tidak? Jika dia tidak punya hutang maka Beliau menshalatkannya, jika dia punya hutang maka Beliau tidak mau menshalatkannya, namun mengizinkan para sahabat menshalatkan mayit itu. Sesungguhnya shalat Beliau (untuk si mayit) adalah syafaat (penolong) dan syafaat Beliau adalah hal yang pasti.”(Zaadul Ma’ad, 1/486, Mu’ssasah Risalah, Beirut, cet. XVII, 1415 H, Syamilah)
Sebagaimana yang terjadi pada zaman Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam. Beliau pernah tidak mau menshalatkan jenazah seseorang yang rupanya masih memiliki hutang namun belum terbayar dan tidak ada meninggalkan sepeserpun harta untuk melunasinya.
Sampai kemudian ada salah seorang sahabat yang bersedia menanggungkan hutangnya, baru Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam mau menshalatkan jenazah tersebut.
5. Dosanya tidak terampuni sekalipun mati syahid
Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassallam bersabda yang artinya;
“Semua dosa orang yang mati syahid Akan diampuni (oleh Allah), kecuali hutangnya.” (H. R. Muslim).
6. Tertunda masuk surga
Dari Tsauban, Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassallam bersabda ;
“Barangsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya (baca: meninggal dunia) dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya ia akan masuk surga, yaitu: bebas dari sombong, bebas dari khianat, dan bebas dari tanggungan hutang.”
7. Pahala adalah ganti hutangnya
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassallam bersabda yang artinya;
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (H. R. Ibnu Majah).
Artinya, jika seseorang yang berhutang tidak sempat melunasinya karena meninggal dunia, maka diakhirat nanti pahalanya akan diambil untuk melunasi hutangnya tersebut.
8. Urusannya masih menggantung
Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassallam bersabda ;
َْููุณُ ุงْูู ُุคْู ِِู ู ُุนَََّููุฉٌ ุจِุฏَِِْููู ุญَุชَّู ُْููุถَู ุนَُْูู
“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (H. R. Tirmidzi)
Berhutang memang diperbolehkan, namun menghindarinya adalah lebih baik. Setiap rezeki sudah diatur oleh Allah Subhanahu wata'ala.
Hanya tinggal bagaimana kita menjemput rezeki tersebut, terutama agar mendapatkannya dengan cara yang halal.
Jangan mudah tergiur dengan kemewahan sesaat, perbanyaklah berdzikir dan berdoa kepada Allah Subhanahu wata'ala agar diberikan rezeki yang halal lagi berkah.
Jika memang sangat amat terpaksa untuk berhutang, maka itu lebih baik dilakukan daripada berbuat maksiat semacam mencuri.
Tapi harus diingat, tujuan berhutang adalah murni untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan cara yang baik pula.
Serta, di dalam hati sudah berniat untuk sesegera mungkin melunasi hutang tersebut agar tidak menjadi penghalang di akhirat nanti.
0 Response to "Syarat Hutang Piutang dalam Islam"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak