Makna Tawakal
Seringkali dijumpai dalam firman-Nya, Allah Subhanahu wa ta'ala. menyandingkan antara tawakal dengan orang-orang yang beriman.
Hal ini menandakan bahwa tawakal merupakan perkara yang sangat agung, yang tidak dimiliki kecuali oleh orang-orang mukmin.
Bagian dari ibadah hati yang akan membawa pelakunya ke jalan-jalan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Di antara firman-Nya mengenai tawakal ketika disandingkan dengan orang-orang mukmin yang beriman, Allah Subanahu wa ta'ala berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ هَمَّ قَوْمٌ اَنْ يَّبْسُطُوْۤا اِلَيْكُمْ اَيْدِيَهُمْ فَكَفَّ اَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْ ۚ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah nikmat Allah (yang diberikan) kepadamu ketika suatu kaum bermaksud hendak menyerangmu dengan tangannya, lalu Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah dan hanya kepada Allah-lah hendaknya orang-orang beriman itu bertawakal.” (QS. Al-Ma’idah 5 : 11)
Tentunya masih banyak ayat lain dalam al-Quran yang berisi tentang tawakal. Namun apakah itu sebenarnya tawakal?
Menurut Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata: “Hakikat tawakal adalah hati benar-benar bergantung kepada Allah dalam rangka memperoleh maslahat (hal-hal yang baik) dan menolak mudhorot (hal-hal yang buruk) dari urusan-urusan dunia dan akhirat.”
Tawakal bukanlah pasrah tanpa berusaha, namun harus disertai ikhtiar atau usaha. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam telah memberikan contoh tawakal yang disertai usaha, dan hal tersebut memperjelas bahwa tawakal tidak lepas dari ikhtiar dan penyandaran diri kepada Allah.
Dari Umar bin Khattab r.a berkata, bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wassallam bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ، تَغْدُوا خِمَاصاً وَتَرُوْحُ بِطَاناً
“Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Tarmizi, dan Al Hakim.)
Tidak pernah kita temukan burung yang diam saja dan mengharap makanan datang sendiri. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam memberikan permisalan ini, jelas sekali bahwa burung pergi untuk mencari makan.
Tentunya saat burung itu pergi untuk mencari makan dengan disertai keyakinan akan rizki Allah, maka Allah Subhanahu wa ta'ala pun memberikan rizki-Nya atas usahanya tersebut.
Apabila seorang hamba bertawakal kepada Allah dengan sungguh-sungguh ikhlas dan terus mengingat keagungan Allah, maka hati dan akalnya serta seluruh kekuatannya akan semakin kuat mendorongnya untuk melakukan semua amalan.
Dengan bertawakal kepada Allah maka akan memberikan keyakinan yang kuat dan besar sekali bahkan akan membuahkan kekuatan yang luar biasa dalam menghadapi tantangan dan ujian yang berat dalam menjalani hidup.
Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَاِنْ يَّمْسَسْكَ اللّٰهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهٗ ٓاِلَّا هُوَ ۚوَاِنْ يُّرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَاۤدَّ لِفَضْلِهٖۗ يُصِيْبُ بِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِهٖ ۗوَهُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 107).
Dengan menyandarkan diri pada keyakinan bahwa hanya Allah saja lah yang dapat memberikan kemudaratan, maka seorang mukmin tidak akan gentar dan takut terhadap tantangan dan ujian yang melanda.
Sebesar dan seberat apa pun, karena dia yakin bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang berusaha dan menyandarkan hatinya hanya kepada Allah.
Dengan keyakinan yang kuat seperti inilah muncul mujahid-mujahid besar dan ulama-ulama pembela agama Islam yang senantiasa teguh di atas agama Islam walaupun menghadapi ujian yang besar, bahkan mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk agama Islam.
Tawakal yang sebenarnya menjadikan hati seorang mukmin ridha kepada segala ketentuan dan takdir Allah, inilah merupakan ciri utama orang yang telah merasakan kemanisan dan kesempurnaan iman.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam:
ذَاقَ طَعْمَ الإِيمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالإِسْلامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلاً
“Akan merasakan kelezatan atau kemanisan iman, orang yang ridha dengan Allah Subhanahu wa ta'ala sebagai Rabb-nya dan Islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad halallahu 'alaihi wassallam sebagai Rasulnya”.(HR Muslim).
Firman Allah
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُّؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ يُوَاۤدُّوْنَ مَنْ حَاۤدَّ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَوْ كَانُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ اَوْ اَبْنَاۤءَهُمْ اَوْ اِخْوَانَهُمْ اَوْ عَشِيْرَتَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ كَتَبَ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْاِيْمَانَ وَاَيَّدَهُمْ بِرُوْحٍ مِّنْهُ ۗوَيُدْخِلُهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُۗ اُولٰۤىِٕكَ حِزْبُ اللّٰهِ ۗ اَلَآ اِنَّ حِزْبَ اللّٰهِ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ࣖ
Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari Dia. Lalu dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung. (QS al-Mujadalah: 22).
Setiap hari, dalam setiap shalat, bahkan dalam setiap rakaat shalat kita selalu membaca ayat yang mulia, “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”, hanya kepada-Mu ya Allah kami beribadah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.
Allah Subhanahu wa ta'ala juga berfirman :
قَالَ رَجُلَانِ مِنَ الَّذِيْنَ يَخَافُوْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوْا عَلَيْهِمُ الْبَابَۚ فَاِذَا دَخَلْتُمُوْهُ فَاِنَّكُمْ غٰلِبُوْنَ ەۙ وَعَلَى اللّٰهِ فَتَوَكَّلُوْٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
Berkatalah dua orang laki-laki di antara mereka yang bertakwa, yang telah diberi nikmat oleh Allah, “Serbulah mereka melalui pintu gerbang (negeri) itu. Jika kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman.” (QS. al-Ma’idah: 23).
Dalam ayat yang mulia ini menunjukkan kewajiban menyandarkan hati semata-mata kepada Allah, karena tawakal adalah termasuk ibadah.
Oleh sebab itu bagi seorang mukmin, tempat menggantungkan hati dan puncak harapannya adalah Allah semata, bukan selain-Nya.
Kepada Allah lah kita serahkan seluruh urusan kita. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa kesempurnaan iman dan tauhid seorang hamba ditentukan oleh sejauh mana ketergantungan hatinya kepada Allah semata dan upayanya dalam menolak segala sembahan dan tempat berlindung selain-Nya.
Jika kita yakin bahwa Allah Subhanahu wa ta'la yang menguasai hidup dan mati kita, mengapa kita menyandarkan hati kita kepada makhluk yang lemah yang tidak bisa memberikan manfaat dan mudarat kepada kita?
0 Response to "Makna Tawakal"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak