Tasawuf Amali
Di era moderen ini manusia hidup pada abad 21 yang merupakan masa kemajuan peradaban manusia. Modernisasi yang kemudian diikuti globalisasi yang tidak terbendung memunculkan kesulitan-kesulitan baru dalam kehidupan.
Globalisasi tidak hanya mendominasi perekonomian tetapi juga telah mencengkram dan merubah kehidupan sosial dan budaya serta lingkungan hidup.
Masyarakat telah terperangkap dalam pola pikir rasional dan mencampakkan dimensi batin. Mereka hanya berfikir kehidupan duniawi semata tanpa menghiraukan kehidupan ukhrawi.
Cara memandang, sikap dan tindakan seperti itu bertentangan dengan tasawuf yang mendorong manusia untuk hidup prihatin dan sederhana, menjauhi kehidupan dunia yang gemerlap.
Pada dasarnya ajaran tasawuf adalah pengendalian hawa nafsu, menghapus keserakahan, mengendalikan kecenderungan yang bersifat badani, melepaskan diri dari ketakutan terhadap hari esok.
Hakikat tasawuf adalah perpindahan sikap mental dan keadaan jiwa dari suatu keadaan pada keadaan lain yang lebih baik, lebih tinggi dan lebih sempurna.
Tasawuf bukan lagi menjadi tempat pelarian sementara manusia, namun merupakan suatu keniscayaan yang sungguh-sungguh sehingga tasawuf akan eksis ditengah-tengah percaturan dunia modern.
Zaman modern adalah zaman ketika orang berpendapat bahwa kebutuhan pokok hidup manusia (sandang, pangan dan papan) harus diatur seserasi mungkin sehingga bisa ditingkatkan sejauh mungkin.
Orang-orang modern disibukan dengan berbagai bentuk kemajuan dan perkembangan dimensi material namun melupakan dimensi spiritual.
Orang-orang modern mengalami exixtensial vacuum (kekosongan eksistensi) yang ditandai dengan kebosenan dan ketidakjelasan hidup.
Tiba-tiba mereka memasuki satu dunia yang luas, uang yang banyak, namun tidak tahu bagaimana menghidupi kehidupan.
Masyarakat mengalami kegersangan spritual yaitu sebuah perasaan hampa yang menyelubungi jiwa walaupun secara material mempunyai materi yang berlimpah.
Mereka juga mengalami dekadensi moral yang dapat dilihat dengan berbagai bentuk kejahatan yang selalu hadir dalam kehidupan sehari-hari.
Maraknya pencurian, seks bebas, pembunuhan dan terkikisnya nilai-nilai etis religius merupakan sejumlah fakta nyata tentang dekadensi moral.
Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan lepas dari pengaruh agama dan menolak realitas abstrak yang bisa didekati dengan metode intuitif.
Dunia Modern mengizinkan merajalelanya budaya permisif yang terlepas dari norma religius dan norma etis masyarakat.
Sebagai hasilnya perbuatan buruk yang menjadi keinginan serta didorong oleh hawa nafsu menjadi pilihan hidup manusia yang sah bukan penyakit mental yang perlu diterapi.
Berdasarkan kenyataan tersebut, ilmu tasawuf menjadi sangat penting dan sangat dibutuhkan karena ia dapat membebaskan seseorang dari pengaruh kehidupan dunia sehingga dia punya akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah Subhanahu wa ta'ala.
Tasawuf berurusan dimensi batin manusia yang berperan membersihkan hati sanubari manusia. Oleh karena itu, tasawuf merupakan solusi yang tepat untuk menangani problematika masyarakat modern.
Ilmu tasawuf sebagai anggur murni spiritual yang sudah ada sejak zaman Nabi Adam a.s, hingga zaman sekarang ini yang akan selalu dibutuhkan untuk memenuhi kedahagaan ilmu pengetahuan umat manusia sampai hari kiamat kelak.
Tasawuf bukan hanya untuk manusia klasik namun untuk manusia yang bisa menyesuaikan diri dimana saja dan kapan saja karena kualitas tasawuf manusia yang sebenarnya dapat diukur dari kemampuan manusia mempertahankan sifat insan kamil dalam menghadapi berbagai zaman.
Tasawuf adalah pengetahuan yang dipraktekkan bukan sekedar ilmu yang dibicarakan. Praktek ialah membiasakan diri dengan ajaran atau kebiasan tertentu secara konsisten. Sabar, tawakal, prihatin, ikhlas, mengekang diri, wara’, zuhud, khusyu adalah contoh amaliah tasawuf.
Tasawuf amali lebih menekankan pada nilai amaliahnya dibandingkan teori.Tasawuf amali ialah suatu ajaran dalam tasawuf yang lebih menekankan amalan-amalan rohaniah dibandingkan teori. Tasawuf amali lebih menekankan pembinaan moral dalam upaya mendekatkan diri kepada Tuhan.
Untuk mencapai hubungan yang dekat dengan Tuhan, seseorang harus mentaati dan melaksanakan syariat atau ketentuan agama, menghapuskan segala sifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu dan menghadap total dari segenap esensi diri hanya kepada Allah Subhanahu wa ta 'ala dengan berbagai wirid dan amaliahamaliah lainnya.
Dinamakan tasawuf amali karena sisi amal di dalamnya lebih dominan dari sisi teori. Tasawuf amali tidak hanya sekedar mengetahui tentang teori, akan tetapi langsung dipraktikan dalam ibadahnya sehingga dalam bertasawuf seseorang lebih bisa merasakan tujuan tasawuf tersebut yaitu kedekatan seorang hamba kepada Yang Maha Kuasa.
Konsep pendidikan tasawuf amali sangat dibutuhkan oleh setiap individu maupun masyarakat karena jika ditelaah secara mendalam tasawuf amali memiliki aspek-aspek strategis yang potensial dalam segala sendi kehidupan manusia.
Akan tetapi esensi tersebut akan sia-sia apabila umat Islam tidak mampu memanfaatkan konsep pendidikan tasawuf amali tersebut dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana dampak negatifnya ketika ia diremehkan akan menyebar pada indivdu dan masyarakat.
Untuk merespon tuntutan agenda konseptual pendidikan tasawuf amali, salah satunya adalah melalui orientasi pengkajian ulang terhadap khazanah pemikiran Islam klasik.
Kitab Durrah An-Nasihin karya Syaikh Utsman ibn Hasan ibn Ahmad Syakir Al- Khaubawi nampaknya patut untuk menjadi objek kajian yang dimaksud karena pemikiran dan gagasan kitab tersebut menjadi kajian wajib bagi anak didik di pesantren.
Sebagai landasan berfikir, berperilaku dan beribadah sehingga tidak ada salahnya kalau kemudian gagasan tersebut dibawa ke dunia yang lebih luas dan kondusif untuk menjadi bagian dari diskursus keilmuan akademik.
Dalam kitab tersebut Syaikh Utsman menjelaskan bahwa tanda kebahagiaan ada sebelas, salah satunya ialah zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat serta senantiasa ingin beribadah dan bertaqarub kepada Allah Subhanahu wa ta'ala.
Kitab Durrah An-Nasihin karya Syaikh Utsman ibn Hasan ibn Ahmad Syakir Al- Khaubawi disusun berdasarkan motivasi untuk para pecinta nasehat.
Kitab ini memberikan penjelasan dalam bentuk keutamaan-keutamaan dari setiap ibadah disertai dengan berbagai kisah dan hikayat yang diambil dari beberapa kitab lainnya.
Oleh sebab itu, kitab Durrah An-Nasihin ini menyodorkan kepada semua umat manusia yang beriman bagaimana seharusnya berfikir, berucap, bertindak dan beribadah agar menjadi hamba Allah Subhanahu wa ta'ala yang senantiasa taqarrub dengan-Nya, menemukan ketenangan batiniah/spiritual serta memperoleh kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
Secara istilah tasawuf ialah suatu ilmu yang tumbuh pada abad ke-2 Hijriah, berasal dari kelompok orang-orang yang mengutamakan kesucian diri dengan menetapkan hati dan raga untuk beribadah dan menghubungkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala.
Dengan menghindarkan segala kemewahan dunia dengan berusaha meningkatkan kehidupan rohani melalui thariqat, memperbanyak menyebut dan berdzikir kepada Allah serta bertaubat kepada-Nya agar kemudian menjadi manusia yang sempurna (insan kamil).
Adapun tasawuf amali. memiliki arti suatu ajaran dalam tasawuf yang lebih menekankan amalan-amalan rohaniah dibandingkan teori.
Tujuannya yaitu mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dengan menghapuskan segala sifat yang tercela serta menghadap sepenuhnya kepada Allah swt dengan berbagai amaliah atauriyadhahyang dilakukan seperti memperbanyak wirid serta amaliah-amaliah lainnya.
Salah satu ahli hadits yang meneliti hadits dalam kitab Durrah An-Nasihin adalah Lutfi Fathullah menyatakan bahwa secara keseluruhan ia menemukan sebanyak 251 hadis palsu (30%). Sementara yang lemah 180 hadis (21,5%), amat lemah 48 hadis (5,7%) dan belum dapat dipastikan sebanyak 56 hadis (6,7%).
Lutfi berkesimpulan seperti itu karena dua alasan. Pertama, segi kredibilitas penulisnya, keahlian Al-Khubawi dalam ilmu-ilmu keislaman, khususnya tafsir-hadis, masih diperdebatkan. Ismail Basya, misalnya, penulis biografi Al-Khubawi, tak pernah memujinya dengan sebutan Al-`Allamahatau Al-Imam.
Sementara Umar Ridha Kahhalah memuji Al-Khubawi dengan gelar wa`izh (pemberi nasihat), mufassir (ahli tafsir), dan muhaddits (ahli hadis). Kedua, Karena Al-Khubawi bukan muhaddits, wajar jika kandungan kitab Durrah An-Nasihin lemah secara metodologi ilmu hadis.
0 Response to "Tasawuf Amali"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak