MENJADI KEPALA KELUARGA DAN ANGGOTA MASYARAKAT
Melalui paman-paman Khadijah dan Rasulullah berlangsunglah proses pernikahan di antara Rasulullah dan Khadijah.
Waktu itu, usia Rasulullah baru 25 tahun, sedangkan Khadijah sudah berusia 40 tahun.Meski demikian, Allah ta’ala mengaruniakan kecantikan dan kemudaan kepada Khadijah.
Dari pernikahan itu, Allah ta’ala mengaruniai mereka anak-anak yang banyak. Putra-putra mereka adalah Al Qasim dan Abdullah, sedangkan putri-putri mereka adalah Zainab, Ruqayyah, Fatimah, dan Ummu Kultsum.
Karena putra pertama bernama Al Qasim, maka Rasulullah pun memiliki kuniyah Abul Qasim atau ayah Al Qasim. Akan tetapi, karena takdir Allah, Al Qasim dan Abdullah tidak lama hidup.
Mereka meninggal dunia ketika masih kanak-kanak. Dengan demikian, Zainab, Ruqayyah, Fatimah, dan Ummu Kultsumlah yang tumbuh bersama ayah dan ibu mereka sampai mereka dewasa.
Dari putri-putri inilah nabi kita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, memiliki keturunan yang banyak sampai sekarang.
Rasulullah sebagai Anggota Masyarakat
Sebagai orang Quraisy asli, Rasulullah hidup dan menetap di Mekkah. Beliau menjadi warga kota Mekkah yang baik.
Kebaikan beliau betul-betul diakui oleh masyarakatnya. Di antara bentuk kebaikan beliau adalah sifat jujur beliau, sehingga masyarakat pun menjuluki beliau dengan sebutan Al-Amin, orang yang dapat dipercaya.
Di antara kisah bagaimana masyarakat mengakui akhlak Rasulullah yang baik adalah kisah pemugaran dan perbaikan Ka’bah yang terjadi ketika beliau berusia 35 tahun.
Waktu itu, terjadi banjir besar di Mekkah yang menyebabkan dinding Ka’bah runtuh dan orang-orang Quraisy memutuskan untuk membangun kembali Ka’bah.
Mereka pun segera mengumpulkan dana untuk memperbaiki Ka’bahdan mereka sepakat bahwa dana yang mereka pakai harus berasal dariuang-uang yang halal.
Bukan dari uang-uang yang haram semisal uang hasil riba, mencuri, berzina, dan hal-hal tercela lainnya. Mereka tidak ingin bangunan suci seperti Ka’bah itu dibangun menggunakan harta-harta yangkotor.
Pekerjaan mereka dimulai dari membongkar dinding-dinding Ka’bah yang tersisa, satu demi satu, dan membiarkan pondasi-pondasinya. Setelah itu, mereka membangun dinding-dinding yang baru.
Karena keterbatasan dana, besar Ka’bah yang mereka bangun kembali itu tidak sebesar bangunan Ka’bah sebelumnya.
Mereka hanya sanggup membangun Ka’bah setinggi 15 meter dan tidak memasuk kanbagian Al Hijr ke dalam bangunan Ka’bah seperti semula.
Pintu Ka’bah yang semula ada dua dijadikan satu dan agar tidak bisa dimasuki olehsembarang orang pintu itu sengaja ditinggikan sekitar 2 meter.
Pekerjaan mereka akhirnya selesai. Yang tersisa adalah rongga untuk batu Hajar Aswad. Mereka pun berselisih tentang siapa yang berhak meletakkan batu itu di rongganya.
Karena masing-masing kabilah Quraisy merasa berhak melakukannya, maka perselisihan mereka pun semakinmenjadi-menjadi. Bahkan, hampir terjadi pertumpahan darah.
Dalam keadaan seperti itu, Abu Umayyah bin Al Mughirah Al Makhzumi berusaha memberi mereka jalan keluar.
Ia mengusulkan agar orang yang berhak menengahi perselisihan mereka itu adalah orang yang pertama masuk ke pintu Masjidil Haram.
Ternyata, usulan ini diterima oleh kabilah-kabilah yang berselisih. Allah subhanahu wa ta’ala menghendaki Rasulullah sebagai orang yang pertama kali masuk di pintu masjid itu. Ketika orang-orang Quraisy yang berselisih melihat beliau, mereka pun mengatakan, “Inilah Al Amin.
Kami rela kepadanya.” Ucapan ini adalah wujud penerimaan merekaterhadap sosok Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
, karena merekapercaya bahwa Rasulullah adalah orang yang bisa dipercaya.Segera beliau meminta selembar kain dan membentangkannya.
Setelah itu, beliau meletakkan batu Hajar Aswad di tengah kain dan meminta pemuka-pemuka kabilah Quraisy memegang ujung-ujung kain.
Kain pun diangkat dan dibawa ke arah bagian Ka’bah tempat rongga HajarAswad berada. Setelah sampai di bagian itu, Rasulullah mengambil dan meletakkan batu Hajar Aswad di rongganya.
Semua yang hadir waktu itu ridho dengan keputusan tersebut. Sampai menjelang usia 40 tahun, Rasulullah sudah banyak melihat kemusyrikan yang terjadi di tengah masyarakat Mekkah.
Beliau tidak menyukai semua itu. Beliau merenung dan bertanya-tanya. Bagaimanamungkin berhala-berhala yang disembah orang-orang Quraisy itu bisa mendatangkan manfaat dan menimpakan bahaya kepada manusia? Bagaimana bisa benda-benda mati itu bisa mengabulkan keinginan-keinginan makhluk yang hidup?
Memasuki usia 40 tahun, Rasulullah mulai mengasingkan diri dari khalayak ramai. Beliau menjauh dari manusia dan menyendiri di Gua Hira, di pinggir kota Mekkah, dan melanjutkan perenungannya.
Apa yang beliaulakukan ini merupakan kebiasaan ahli-ahli ibadah di zaman itu, sehingga tidak ada yang merasa aneh dengannya. Kebiasaan ini disebut dengan tahannuts.
Beliau tinggal di sana bermalam-malam lamanya. Beliau pergi dari rumah sambil membawa bekal dan setelah bekal itu habis di Gua Hirabeliau kembali pulang ke rumah.
Selama bertahannuts itu, Khadijah-lah yang mengurusi rumah tangga Rasulullah. Khadijah-lah yang menyiapkan bekal untuk dibawa suaminya ke Gua Hira dan Khadijah tidak mengeluh dengan kebiasaan tahannuts suaminya.
0 Response to "MENJADI KEPALA KELUARGA DAN ANGGOTA MASYARAKAT"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak