Yasinan Menurut Muhammadiyah
Melalui agama ini terbentang luas jalan lurus yang dapat mengantarkan manusia kepada kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat.
Bacaan Surat Yasin menjadi salah satu bacaan Al Qur’an yang paling sering dilafalkan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia terutama di setiap malam Jum’at.
Acara yang digelar setiap malam Jum’at untuk membaca Yasin pun dinamai sesuai dengan surat yang dibaca ditambah akhiran -an jadilah namanya Yasinan.
Surat Yasin dibaca setiap malam Jum’at karena pemahaman yang dianut adalah bahwa surat itu dibaca untuk dikirim pahalanya kepada arwah keluarga atau kerabat yang sudah meninggal. Bacaannya ditambah dengan lantunan tahlil dan beberapa surat pendek lainnya.
Selain itu, ada kepercayaan bahwa setiap malam Jum’at arwah keluarga yang sudah meninggal, terutama orang tua, pulang ke rumah melihat anak-anaknya atau keluarganya dan mengharapkan sedekah bacaan Al Qur’an dan tahlil.
Yang menjadai permasalahan di masyarakat biasanya adalah ada satu atau beberapa warga Muhammadiyah yang hidup ditengah-tengah mayoritas Nahdhiyin atau warga yang setiap malam Jum’at menggelar Yasinan.
Warga Muhammadiyah yang menjadi minoritas itu ada yang tidak ikut Yasinan, karena memang Muhammadiyah tidak ada tradisi Yasinan. Ada juga yang ikut sekedar untuk “ngguyupi” dalam bahasa Jawa-nya, atau sekedar ikut untuk berbaur dengan masyarakat
Dari realitas di masyarakat itu, tidak jarang timbul pertanyaan bagaimana sebenarnya pendapat Muhammadiyah tentang bacaan surat Yasin yang dilafalkan bersama-sama setiap malam Jum’at atau disebut Yasinan itu?
Pada dasarnya membaca Al Qur’an itu sangat dianjurkan sebagai ibadah yang sangat dianjurkan. Membaca Al Qur’an selain berpahala, banyak sekali manfaatnya seperti membuat hati tentram dan makin mendekatkan diri pada Alloh.
Membaca Al Qur’an juga dapat menjadi obat rohani dan bila diikuti dengan memahami arti serta maknanya, akan menambah pengetahun pembacanya tentang kandungan di dalamnya.
Di dalam Al Qur’an surat Yunus ayat 57 disebutkan :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Namun yang perlu diperhatikan terkait dengan membaca surat Yasin khusus di malam Jum’at (Yasinan) dan mengirim pahalanya untuk keluarga yang sudah meninggal itu tidak ada tuntunannya dari Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam. Yasinan yang berlaku di masyarakat tidak lebih adalah tradisi.
Juga keyakinan bahwa setiap malam Jum’at arwah-arwah pulang ke rumah mengharapkan kiriman pahala bacaan Al Qur’an dan tahlil, tidak ada hadits-hadits dari kitab-kitab hadits populer semacam shahih Bukhari dan Muslim, Sunan Abu Dawud, At Tarmidzi dan An Nasai.
Mungkin ada orang yang tersinggung jika dikatakan bahwa Yasinan tidak ada tuntunannya secara sunnah, namun memang demikianlah adanya. Tidak ada hadist hasan, shahih apalagi mutawatir yang meriwayatkannya.
Menyikapi Perbedaan Sesama Muslim
Lalu bagaimana menyikapi perbedaan seperti itu? Karena perkara seperti itu sudah menyangkut keyakinan yang berkembang di masyarakat, maka tidak ada jalan lain kecuali saling menghormati.
Saling menghormati disini antara orang/kelompok masyarakat yang meyakini dan mengamalkan Yasinan dengan yang tidak mengamalkan apalagi meyakininya.
Umat Islam saat ini terbagi dalam banyak golongan, organisasi dan aliran maka tidak ada jalan lain selain saling menghormati pemahaman masing-masing tentang Islam.
Harus ada saling menjaga perasaan untuk tidak saling menyinggung, apalagi sampai mencela dan mengolok-olok keyakinan masing-masing karena itu dilarang oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam surat Al Hujurat ayat 11 Allah berfirman :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ lā yaskhar qaumum ming qaumin ‘asā ay yakụnụ khairam min-hum wa lā nisā`um min nisā`in ‘asā ay yakunna khairam min-hunn, wa lā talmizū anfusakum wa lā tanābazụ bil-alqāb, bi`sa lismul-fusụqu ba’dal-īmān, wa mal lam yatub fa ulā`ika humuẓ-ẓālimụn
Artinya : Hai rang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Al-Hujurat:11)
Selain itu, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa sallam dalam sebuah hadits menyampaikan bahwa sesama muslim adalah bersaudara yang dilarang saling benci dan mendengki :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «لاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَتَنَاجَشُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخوَاناً. المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخذُلُهُ، وَلَا يَكْذِبُهُ، وَلَايَحْقِرُهُ. التَّقْوَى هَاهُنَا -وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ- بِحَسْبِ امْرِىءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ المُسْلِمَ. كُلُّ المُسْلِمِ عَلَى المُسْلِمِ حَرَامٌ: دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling tanajusy (menyakiti dalam jual beli), janganlah saling benci, janganlah saling membelakangi (mendiamkan).
Dan janganlah menjual di atas jualan saudaranya. Jadilah hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya.
Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan menghina yang lain. Takwa itu di sini–beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali.
Cukuplah seseorang berdosa jika ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.’” (HR. Muslim) [HR. Muslim no. 2564]
0 Response to "Yasinan Menurut Muhammadiyah"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak