Etika Islam Dalam Penerapan Ilmu Kesehatan
Islam adalah agama yang komprehensif, suatu sistem dan jalan hidup sempurna yang meliputi keseluruhan kemaujudan manusia.
Ajaran-ajarannya diterapkan di semua segi kehidupan termasuk dalam ilmu kesehatan. Islam mempunyai etika dalam pelaksanaannya.
Jika etika itu ditaati dianggap sebagai suatu kebaikan. Sedangkan kalau etika itu dilanggar dianggap sebagai ingkar kepada Allah dan dosa.
Etika berasal dari kata ethos yaitu adat, budi pekerti. Dalam kamus, etika mempunyai arti pengkajian soal moralitas atau terhadap nilai tindakan moral.
Etika juga bisa diartikan studi tentang tingkah laku manusia, tidak hanya menentukan kebenarannya sebagaimana adanya, tetapi juga menyelidiki manfaat atau kebaikan seluruh tingkah laku manusia.
Jadi etika Islam dalam penerapan ilmu kesehatan bisa diartikan sebagai pengkajian nilai-nilai Islam dalam penerapan ilmu kesehatan.
Etika dalam ajaran Islam bersifat humanistik dan rasionalistik. Diantaranya adalah nilai-nilai keadilan, kejujuran, kebersihan, menghormati, bekerja keras, cinta ilmu, serta nilai-nilai positif lainnya.
Etika sangat penting bagi pengembangan ilmu. Etika merupakan salah satu bagian dari teori tentang nilai atau yang dikenal dengan aksiologi.
Aksiologi itu sendiri ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan.
Di dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti ekonomi, estetika, etika, filsafat agama dan epistimologi.
Dalam penerapan sebuah ilmu pengetahuan, diperlukan nilai-nilai yang baik sebagai kesempurnaan dalam aplikasi ilmu pengetahuan.
Ilmu kesehatan dan Kemanusiaan
Ilmu dapat dirumuskan sebagai usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal ikhwal yang diselidiki (manusia, alam dan agama)
Sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran yang dibantu penginderaan manusia itu, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksperimenta
Dalam ajaran Islam ilmu menempati kedudukan yang sangat tinggi. Ini dibuktikan dengan banyaknya ayat-ayat al-Qur’an dan hadist nabi yang mendorong umatnya untuk menuntut ilmu.
Bahkan wahyu yang pertama turun adalah tentang perintah membaca sebagi wahana menambah ilmu. Allah meninggikan derajat orang-orang yang berilmu, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta'ala:
َูุฑَْูุนِ ุงُّٰููู ุงَّูุฐَِْูู ุงٰู َُْููุง ู ُِْููู ْۙ َูุงَّูุฐَِْูู ุงُْูุชُูุง ุงْูุนِْูู َ ุฏَุฑَุฌٰุชٍۗ َูุงُّٰููู ุจِู َุง ุชَุนْู ََُْููู ุฎَุจِْูุฑٌ
“Allah meninggikan baberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmupengetahuan).dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al-Mujadilah : 11)
Ilmu sangat bermanfaat, tetapi jika tidak digunakan dengan baik, maka akan menimbulkan bencana bagi manusia dan alam semesta.
Untuk itu perlu ada etika, ukuran-ukuran yang diyakini oleh para ilmuwan yang dapat menjadikan pengembangan ilmu dan aplikasinya bagi kehidupan manusia agar tidak menimbulkan dampak negatif.
Diantara cabang ilmu, terdapat ilmu kesehatan. Ilmu kesehatan bisa diartikan sebagai ilmu yang berfungsi menjaga individu dan masyarakat terhadap normalitas kesehatan baik jasmani, rohani, sosial maupun akalnya.
Ilmu kesehatan dan kemanusiaan mempunyai hubungan yang tidak terpisahkan karena perkembangan sebuah ilmu ditentukan oleh manusia. Peran manusialah yang menyebabkan ilmu kesehatan semakin berkembang sampai sekarang.
Melalui proses berpikir dan kesadaran yang tinggi akan kesehatan, manusia dituntut untuk mengembangkan keilmuannya. Begitu pula sebaliknya, dalam kehidupan manusia selalu bersinggungan dengan ilmu kesehatan.
Dalam proses kelangsungan hidupnya, manusia membutuhkan ilmu kesehatan untuk menjalankan kehidupannya secara komplek.
Manfaat ilmu kesehatan tidak terbatas pada dokter, pasien dan penyakitnya saja. Bahkan merupakan ilmu yang dekat dengan masalah hidup manusia.
Baik tentang lingkungan yang sehat, kebersihan yang bebas dari kotoran, lalat dan binatang melata, kesehatan jiwa dan gangguan sosial.
Jika manusia dapat memanfaatkan ilmu kesehatan dengan didasari nilai-nilai positif dan etika Islam, maka akan tercapai keseimbangan dan keselarasan dalam segi kehidupannya.
Ilmu Kesehatan untuk Kemaslahatan Hidup
Allah subhanahu wa ta'ala mendorong manusia untuk berusaha mengembangkan peradaban dan keilmuannya dimuka bumi ini. Sebagaimana firmanNya:
ุงَََููู ْ َูุณِْูุฑُْูุง ِูู ุงْูุงَุฑْุถِ َูุชََُْููู َُููู ْ ُُْูููุจٌ َّูุนَُِْْูููู ุจَِูุงٓ ุงَْู ุงٰุฐَุงٌู َّูุณْู َุนَُْูู ุจَِูุงۚ َูุงََِّููุง َูุง ุชَุนْู َู ุงْูุงَุจْุตَุงุฑُ َِْٰูููู ุชَุนْู َู ุงُُْْููููุจُ ุงَّูุชِْู ِูู ุงูุตُّุฏُْูุฑِ
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mampunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang didalam dada”. (Al-Hajj: 46)
Islam telah membentangkan macam-macam ilmu pengetahuan di hadapan kita, yang dapat dicapai oleh akal demi kemaslahatan hidup manusia.
Diantaranya Ilmu kesehatan yang mempelajari tentang jasmani, rohani, akal dan sosial . Ilmu kesehatan sangat bermanfaat bagi kemaslahatan hidup.
Telah kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dalam dunianya. Manusia membutuhkan orang lain untuk dapat membentuk, mengembangkan diri dan melangsungkan kehidupannya agar dapat hidup lebih baik.
Dengan mempelajari ilmu kesehatan, akan timbul kesadaran untuk menolong sesama. Islam mendorong agar menghormati ilmu kesehatan dan mencari pertolongan dari mereka.
Oleh karena itu manusia yang mendapatkan ujian penyakit dari Allah subhanahu wa ta'ala harus melakukan ikhtiar untuk mengobatkan penyakitnya kepada ahli medis.
Sebaliknya, para ahli medis juga harus meningkatkan pelayanannya. Menurut Dr. Ahmad Syauqi Alfanjari, Islam menyatakan bahwa pelayanan kesehatan sebagai berikut:
1. Profesionalisme
Menurut Islam pelayanan kesehatan tidak boleh dilakukan oleh orang yang bukan ahli atau bukan profesinya. Rasulullah shallallahu ;alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa menjadi tabib (dokter) tetapi ia tidak pernah belajar ilmu kedokteran sebelumnya maka ia menanggung resikonya”. (Ditakhrij Abu Daud dan Nasa’i)
2. Pertanggungjawaban
Seorang dokter harus berhati-hati dalam memberikan pelayanan kesehatan, sehingga tidak terjadi kesalahan. Jika ini terjadi maka harus dipertanggungjawabkan
3. Setiap penyakit ada obatnya
Islam menganjurkan agar kita senantiasa berupaya melakukan penelitian sehingga menemukan obat yang dapat menyembuhkannya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan menurunkan obatnya. Maka jika didapatkan obat maka sembuhlah ia dengan izin Allah”.
4. Spesialisasi
Islam mendorong spesialisasi (keahlian khusus) dalam pelayanan kesehatan. Hal ini dimaksudkan agar setiap dokter benar-benar ahli dalam bidang yang ditekuninya.
5. Tidak mengobati sebelum meneliti dengan cermat
Para ahli medis dilarang mengobati sebelum meneliti pasien dengan tepat sehingga akan tahu jenis penyakit dan sebab-sebabnya.
Ketika hubungan antara para pakar ilmu kesehatan dan pasien dapat berjalan seimbang, maka kemaslahatan hidup akan tercapai.
Ayat-Ayat Al-Qur’an dan Hadist yang Releven dengan Etika Kesehatan Islam
Terdapat banyak sekali ayat-ayat al-Qur;an dan hadist yang relevan dengan etika kesehatan Islam, diantaranya adalah:
Para ahli medis dilarang mempunyai niat yang tidak baik ketika mendiagnosa penyakit pasien.
Pada dasarnya Islam memang melarang laki-laki dan wanita yang bukan mukhrim berkhalwat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Jauhkan dirimu dari berkhalwat dengan seorang perempuan. Demi zat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, tidaklah seorang laki-laki menyepi dengan perempuan melainkansetan masuk di antara keduanya”.
Akan tetapi dalam keadaan tertentu, para dokter berkhalwat dengan pasien ketika mendiagnosa penyakit.
Hal ini dikategorikan sebagai hal yang darurat jika diniati dengan baik, terjaga keamanan, dan tidak merangsang syahwat.
Islam membolehkannya karena sesuai dengan kaidah ushul fiqh: “ Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang dilarang”.
Demi mencegah fitnah sebaiknya sewaktu dokter memeriksa pasien dihardiri orang ketiga dari keluarga maupun tenaga paramedis. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
“Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka janganlah ia berkhalwat dengan seorang perempuan tanpa disertai oleh muhrimnya, karena yang ketiga adalah syaitan”. (HR. Ahmad)
Seorang ahli kesehatan harus memiliki ilmu dan bertanggungjawab atas pengobatannya.
Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa menjadi tabib (dokter) tetapi ia tidak pernah belajar ilmu kedokteran sebelumnya maka ia menanggung resikonya”.
Selalu berusaha menemukan obat yang dapat menyembuhkan.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan menurunkan obatnya. Maka jika didapatnya obat maka sembuhlah ia dengan izin Allah”.
Meneliti dengan cermat sebelum mengobati.
Seorang ahli kesehatan dilarang mengobati sebelum meneliti pasien dengan tepat sehingga akan tahu jenis penyakit dan sebab-sebabnya.
Syabardal, seorang tabib Bani Najran datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: “Demi bapakku, engkau dan ibuku, Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ini adalah seorang dokter dan tukang tenung kaumku pada masa Jahiliyah, apa yang baik bagiku”.
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. bersabda: “Janganlah kamu mengobati seseorang sehingga kamu yakin benar penyakitnya”.
0 Response to "Etika Islam Dalam Penerapan Ilmu Kesehatan"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak