PRASANGKA
Definisi Prasangka
Menurut Baron & Byrne prasangka adalah sikap negatif terhadap anggota kelompok tertentu. Banyak orang yang membentuk dan memiliki prasangka karena dengan berprasangka dapat memainkan sebuah peran penting untuk melindungi atau meningkatkan konsep diri atau citra diri individu.
Prejudice atau prasangka dalam kehidupan merupakan proses kognitif yang berlangsung setiap hari baik pada orang yang baru kita kenal maupun pada teman sehari-hari.
Informasi yang berhubungan dengan prasangka sering kali diberi perhatian lebih, atau diproses secara lebih hati-hati, daripada informasi yang tidak berhubungan dengan hal tersebut sebagai sebuah sikap.
Prasangka juga melibatkan perasaan negatif atau juga emosi pada orang yang dikenai prasangka ketika saling bertemu atau hanya dengan memikirkan seseorang yang tidak disukai.
Sedangkan Myres menyatakan prasangka adalah penilaian negatif yang telah dimiliki sebelumnya terhadap satu kelompok dan masing-masing anggota kelompoknya.
Inti dari prasangka adalah praduga berupa penilaian negatif mengenai suatu kelompok dan setiap indvidu atau anggotanya.
Myres juga menyatakan prasangka adalah sikap. Sikap adalah kombinasi yang jelas dari perasaan (feelings), kecendrungan bertindak (inclination to act), dan keyakinan (beliefs).
Defenisi tersebut dapat diingat sebagai sikap ABC; affect (perasaan), behavior tendency (kecendrungan berperilaku), dan cognition (keyakinan).
Orang yang memiliki prasangka mungkin membenci seseorang yang berbeda dengan dirinya dan berperilaku dengan cara yang diskriminatif, misalnya dengan meyakini orang-orang tersebut bodoh dan berbahaya.
Prasangka tumbuh dari status yang tidak seimbang dan dari sumber sosial lainnya termasuk nilai dan sikap yang kita pelajari.
Pengaruh dari sosialisasi keluarga tampaknya dalam prasangka anak-anak yang sering kali meniru prasangka yang mereka persepsikan dari ibunya.
Baron & Byrne juga menyatakan bahwa prasangka biasanya diperoleh anak-anak dengan mengobservasi orang lain.
Menurut Carole Wade, Carol Tavris prasangka adalah ketidaksukaan yang kuat dan tidak berdasar, atau kebencian terhadap sebuah kelompok, yang didasarkan pada stereotip yang negatif.
Divido dalam Carole Wade, Carol Tavris prasangka adalah pengalaman manusiawi yang universal yang mempengaruhi hampir setiap manusia.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan prasangka adalah penilaian negatif atau ketidaksukaan bahkan kebencian terhadap sebuah kelompok ataupun individu yang di wujudkan melalui sikap negatif yang biasanya terjadi karena adanya konfilik atau ketidaksukaan terhadap individu atau kelompok lain.
Prasangka terjadi dari nilai dan sikap yang kita pelajari. Banyak orang melakukan prasangka untuk meningkatkan citra diri mereka karena dengan berprasangka dianggap sebagai motivasi persaingan untuk berkompetisi sosial.
Berprasangka juga dilakukan manusia karena orang yang memiliki prasangka mungkin membenci seseorang yang berbeda dengan dirinya dan berperilaku dengan cara yang diskriminatif.
Misalnya dengan meyakini orang-orang tersebut bodoh dan berbahaya untuk meningkatkan kepercayaan diri atau untuk meningkatkan kewaspadaan diri.
Dalam penelitian ini, prasangka diartikan sebagai sikap negatif yang disebabkan oleh konflik. Target prasangka dalam penelitian ini adalah teman satu kamar siswa putri pesantren.
Prasangka timbul dikarenakan persaingan atau kompetisi sosial dalam belajar, perbedaan ras, perbedaan pendapat, yang menimbulkan konflik pada individu ataupun kelompok akan menyebabkan meningkatnya prasangka.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prasangka
Menurut Baron & Byrne faktor-faktor yang mempengaruhi prasangka adalah :
1. Konflik langsung antar kelompok
Kompetisi sebagai sumber prasangka berdasarkan teori Realistic Conflict Theory yaitu Prasangka muncul karena kompetisi antar kelompok sosial untuk memperoleh kesempatan atau komoditas yang berharga yang berkembang menjadi kebencian, prasangka dan dasar emosi.
2. Pengalaman awal beradasarkan Social Learning Theory
Yaitu prasangka dipelajari dan dikembangkan dengan cara yang sama, seperti sikap yang lain yakni melalui pengalaman langsung dan observasi. Media massa juga memainkan peran dalam perkembangan prasangka.
3. Kategorisasi sosial : efek kita versus mereka dan kesalahn atribusi utama
Yaitu kecendrungan untuk membuat kategori sosial yang membedakan antara ingroup “kita” dengan outgroup “mereka”.
Kecendrungan untuk member atribusi yang lebih aik dan menyanjung anggota kelompoknya sendiri daripada anggota kelompok lain terkadang dideskripsikan sebagai
kesalahan atribusi utama yang sama seperti self serving bias hanya saja terjadi dalam konteks antar kelompok.
Kategori sosial ini menjadi prasangka dapat dijawab berdasarkan teori identitas diri yaitu individu berusaha meningkatkan self esteem mereka dengan mengidentifikasi diri dengan kelompok sosial tertentu.
4. Stereotype
Yaitu kerangka berfikir yang terdiri dari pengetahuan dan keyakinan tentang kelompok sosial tertentu dan traits tertentu yang mungkin dimiliki oleh orang yang menjadi anggota kelompok.
Stereotipe mempengaruhi proses informasi sosial diproses lebih cepat danmudah diingat sehingga mengakibatkan terjadinya seleksi pada informasi.
Informasi yang konsisten terhadap stereotip akan diproses, sementara yang tidak sesuai akan ditolak atau diubah agar konsisten dengan stereotip.
5. Mekanisme kognitif lain dalam prasangka :
Hubungan palsu dan homogenitas out-group yaitu kecendrungan melebih-lebihkan penilaian tingkah laku negatif dalam kelompok yang relativ kecil.
Hubungan palsu dan homogenitas out-group yaitu kecendrungan untuk mempersepsikan orang dari kelompok lain yang bukan kelompoknya, lawan dari kecendrungan tersebut adalah in-group
Yaitu kecendrungan untuk mepersepsikan anggota kelompoknya dalam menunjukkan keragaman yang lebih besar satu sama lain.
6. Komformitas
Menurut Myers prasangka sebagian besar dipertahankan oleh ketidakberdayaan. Jika prasangka telah diterima secara sosial, banyak orang yang akan mengikuti jejak tersebut dengan perlawanan yang lemah dan mengikuti kebiasaan yang ada.
Tindakan mereka tidak terlalu memperlihatkan keinginan untuk membenci, tetapi lebih sebagai tindakan karena adanya keinginan untuk disukai dan diterima.
7. Bias dalam Kelompok (ingroup bias)
Menurut Myers bias kelompok menjadi salah satu faktor terjadinya prasangka kelompok, yaitu kecendrungan untuk meyukai kelompok sendiri.
Definisi kelompok mengenai siapa diri anda, apa jenis kelamin anda, ras, agama, status pernikahan, jurusan dalam pendidikan, semua mengimplikasi suatu definisi siapa yang bukan diri anda.
Semakin dekat dengan milik mereka (kelompok), segala hal terlihat semakin baik. Semakin jelas adanya lingkaran dalam kelompok untuk melibatkan “kita” (kelompok dalam) dan mengeluarkan “mereka” (kelompok luar).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang sangat mempengaruhi prasangka adalah kompetisi sosial, kategorisasi sosial, komformitas, dan bias dalam kelompok yang hanya memperkenankan individu masuk dalam kelompok dengan kriteria tertentu serta pengalaman pembelajaran awal yang di observasi dan dikembangkan manusia serta diwujudkan melalui sikap negatif kepada satu dengan yang lainnya.
Aspek-Aspek Prasangka
Menurut Ahmadi, prasangka terdiri dari tiga aspek, yaitu:
1. Aspek kognitif
Aspek kognitif merupakan sikap yang berhubungan dengan hal-hal yang ada dalam pikiran. Hal ini terwujud dalam pengolahan pengalaman dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang sekelompok objek terentu.
2. Aspek Afektif
Merupakan proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipasti, dan sebagainya yang ditujukan kepada objek tertentu.
3. Aspek Konatif
Prasangka merupakan suatu tendensi atau kecendrungan untuk bertindak atau berbuat sesuatu terhadap objek tertentu, misalnya kecenderungan member pertolongan, menjauhkan diri, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian aspek-aspek prasangka di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap individu yang berprasangka dipengaruhi oleh aspek yang berkembang di dalam pribadinya masing-masing.
Yang diwujudkan dalam perilaku negatif ataupun perilaku yang hanya sekedar melindungi diri dari hal yang tidak disukai yang didasarkan dari pemikiran dan perasaan.
Indikator Perilaku Prasangka
Prasangka memiliki tiga indikator utama yaitu perilaku merendahkan intellectual, perilaku merendahkan cultural atau individual attributes dan perilaku merendahkan moralitas dari individu atau kelompok yang menjadi objek dari prasangka.
Indikator tersebut tidak dapat lepas dari penilaian yang dilakukan oleh kelompok satu terhadap kelompok lain.
Selain ketiga indikator tersebut, Tajfel menyebutkan adanya indikator perilaku lain dalam mengevaluasi prasangka yaitu perilaku merendahkan status sosial.
Tajfel menegaskan bahwa status sosial merupakan dimensi yang biasa dinilai dalam prasangka, selain itu prasangka terhadap kelompok lain juga melibatkan status sosial.
Status sosial kelompok lain dapat dinilai terlalu rendah atau terlalu tinggi tergantung pada keyakinan mereka terhadap status sosial mereka sendiri dan status sosial kelompok yang menjadi sasaran prasangka mereka.
Selanjutnya Abidin, menambahkan 4 indikator perilaku penting lainnya yang dirumuskannya berdasarkan pendapat dari Allport dan Hunsberger, indikator tersebut adalah perilaku menghindar, perilaku antisosial, perilaku kekerasan dan perilaku merendahkan religiusitas.
1. Perilaku menghindar, seseorang dengan prasangka akan cenderung berperilaku menghindar dari kelompok yang diprasangkainya atau dapat pula beranggapan bahwa kelompok yang diprasangkainya cenderung menghindar dari kelompoknya.
2. Perilaku antisosial, seseorang dengan prasangka akan memandang bahwa kelompok yang diprasangkannya adalah outgroup dan menolak untuk melakukan kontak sosial dengan kelompok yang diprasangkannya
Atau dapat pula orang dengan prasangka akan beranggapan bahwa kelompok yang diprasangkainya menganggap kelompoknya adalah outgroup dan menolak untuk melakukan kontak sosial dengan kelompoknya.
3. Perilaku kekerasan, orang dengan prasangka akan menilai bahwa kekerasan adalah suatu hal yang wajar untuk mempelakukan kelompok yang diprasangkainya
Atau dapat pula orang dengan prasangka menganggap bahwa kelompok yang diprasangkainya menilai bahwa kekerasan adalah suatu hal yang wajar untuk mempelakukan kelompoknya.
4. Perilaku merendahkan religiusitas, seseorang dengan prasangka akan memandang rendah tingkat kereligiusitasan kelompok yang diprasangkainya
Atau dapat pula seseorang dengan prasangka beranggapan bahwa kelompok yang diprasangkainya memandang rendah tingkat kereligiusitasan kelompoknya.
Berdasarkan uraian teori dari beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator utama dari prasangka adalah perilaku merendahkan intellectual, perilaku merendahkan cultural atau individual attributes.
Perilaku merendahkan moralitas, perilaku merendahkan status sosial, perilaku menghindar, perilaku antisosial, perilaku kekerasan dan perilaku merendahkan religiusitas.
Ciri-Ciri Prasangka Kelompok
Ciri-ciri prasangka menurut Brigham dapat dilihat dari kecendrungan individu untuk membuat kategori sosial.
Kategori sosial adalah kecendrungan untuk membagi dunia sosial menjadi dua kelompok yaitu kelompok kita “in group” dan kelompok mereka “out group”.
In group adalah kelompok sosial dimana individu merasa dirinya dimiliki atau memiliki. Sedangkan out group adalah grup di luar grup individu itu sendiri yaitu kelompok orang lain di luar dari dirinya.
Ciri-ciri dari prasangka berdasarkan penguatan perasaan in group dan out group adalah :
1. Proses generalisasi terhadap perbuatan anggota kelompok
Menurut Ancok & Suroso, jika ada salah seorang individu dari kelompok luar berbuat negatif maka akan digeneralisasikan pada semua anggota kelompok luar.
Sedangkan jika ada salah seorang individu yang berbuat negatif dari kelompok sendiri, maka perbuatan negatif tersebut tidak akan digeneralisasikan pada anggota kelompok sendiri.
2. Kompetisi sosial
Kompetisi sosial merupakan suatu cara yang digunakan oleh anggota kelompok untukk meningkatkan harga dirinya dengan membandingkan kelompok atau dirinya sendiri dan menganggap kelompok atau diri sendiri lebih baik dari orang lain atau kelompok lain.
3. Penilaian ekstrim terhadap anggota kelompok lain
Individu melakukan penilaian terhadap anggota kelompok lain baik penilaian positif ataupun negatif secara berlebihan. Biasanya penilaian yang diberikan berupa penilaian negatif.
4. Pengaruh persepsi selekstif dan ingatan masa lalu
Pengaruh persepsi selektif dan ingatan masa lalu biasanya dikaitkan dengan stereotip. Stereotip adalah keyakinan (belief) yang menghubungkan sekelompok individu dengan cirri-ciri sifat tertentu atau anggapan tentang ciri-ciri yang dimiliki oleh anggota kelompok luar.
Jadi stereotip adalah prakonsepsi ide mengenai kelompok lain, suatu image pada umumnya sangat sederhana, kaku dan klise serta tidak akurat yang biasanya timbul karena proses generalisasi.
Sehingga apabila ada seorang individu memiliki stereotip yang relevan dengan individu yang mempersepsikannya, maka akan langsung dipersepsikan negatif.
5. Perasaan frustasi (Scope Goating)
Menurut Brigham perasaan frustasi adalah rasa frustasi seseorang sehingga membutuhkan pelampiasan sebagai objek atas ketidakmampuan menghadapi kegagalan.
Kekecewaan akibat persaingan antar masingmasing individu dan kelompok menjadikan seseorang mencari pengganti untuk mengekspresikan frustasinya ke objek lain.
Objek lain tersebut biasanya memiliki kekuatan yang lebih rendah dibanding dengan dirinya sehingga membuat individu mudah berprasangka.
6. Agresi antar kelompok atau antar Individu
Agresi biasanya timbul akibat cara berfikir yang rasialis, sehingga menyebabkan seseorang cenderung berperilaku agresif.
7. Dogmatisme
Dogmatisme adalah sekumpulan kepercayaan yang dianut seseorang berkaitan dengan masalah tertentu (kurangnya toleransi yang biasanya ada pada pribadi otoriter) salah satunya adalah kurangnya toleransi pada kelompok lain.
Bentuk dogmatisme dapat berupa etnosentrisme dan favoritism. Etnosentrisme adalah paham atau kepercayaan yang menempatkan kelompok atau diri sendiri sebagai pusat segala-galanya.
Sedangkan favoritisme adalah pandangan atau kepercayaan individu yang menempatkan kelompok sendiri sebagai yang terbaik, yang paling benar dan paling bermoral.
Sumber dan Fungsi Prasangka
Prasangka adalah suatu fenomena yang universal karena hal ini memiliki banyak sumber dan fungsi: baik psikologis, sosial, budaya dan ekonomi.
1. Fungsi Psikologis
Prasangka sering kali melindungi kita dari perasaan ragu, takut, dan tidak aman. Prasangka adalah obat bagi rendahnya harga diri:
Orang-orang yang meningkatkan perasaan rendah diri ini dengan mengembangkan ketidaksukaan atau kebencian pada kelompok yang mereka lihat sebagai lebih rendah atau inferior.
Upaya untuk menyalahkan orang lain memungkinkan seseorang untuk memindahkan perasaan benci dan mengatasi rasa ketidakberdayaan.
2. Fungsi Sosial dan Budaya
Tidak semua prasangka memiliki akar psikologis yang mendalam. Beberapa diperoleh melalui tekanan sosial untuk mengikuti pandangan teman, relasi, maupun rekan kerja.
Beberapa diturunkan tanpa sadar dari satu generasi ke generasi berikutnya, seperti ketika orang tua berkomunikasi dengan anak-anaknya.
Beberapa prasangka yang tidak disadari (implisit) diperoleh dari iklan, acara televisi, dan laporan berita yang memuat gambar yang menunjukkan adanya stereotip negatif dari kelompok orang tertentu.
Prasangka merupakan salah satu bentuk dari etnosentrisme; tidak hanya “ kita adalah makluk yang baik dan ramah,’’ tetapi juga “ mereka adalah orang-orang yang jahat atau buruk.”
Dengan tidak menyukai “ mereka” kita merasa lebih dekat dengan orang-orang yang seperti kita “kita”.
3. Fungsi Ekonomi
Prasangka membuat prilaku deskriminasi seolah-olah sah, dengan membenarkan dominasi, status, atau pun kesejahteraan kelompok mayoritas.
Setiap kelompok mayoritas dari etnis, gender, atau bangsa apapun yang mendiskriminasikan kelompok minoritas akan berupaya untuk menjadikan prasangka sebagai sesuatu yang membenarkan perilakunya
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa konflik antar kelompok menjadi penyebab munculnya prasangka.
Ketika dua kelompok bersaing secara langsung untuk berkompetisi mendapatkan pekerjaan, atau prestasi di sekolah, atau ketika orang-orang mengkhawatirkan penghasilan dan stabilitas komunitasnya, prasangka antar kelompok akan meningkat.
Prasangka juga berfungsi sebagai fungsi psikologis, dimana prasangka melindungi kita dari perasaan ragu, takut, dan tidak aman dengan melihat orang lain lebih rendah dari diri kita.
Target Prasangka
Menurut Hogg & Vaughan, terdapat lima target prasangka yang kemudian menjalar menjadi dikriminasi, antara lain:
1. Sexism
Sexism merupakan prasangka dan diskriminasi yang dilakukan terhadap orang atau kelompok lain berdasarkan pada jenis kelamin mereka.
Menurut Deaux & LaFrance dalam Hogg & Vaughan, penelitian tentang sexism lebih difokuskan pada prasangka dan diskriminasi terhadap wanita.
Hal ini dikarenakan kebanyakan korban dari sexism adalah wanita dan juga karena adanya perbedaan posisi atau jabatan antara pria dan wanita dalam dunia bisnis, pemerintahan, dan pekerjaan. Sexism terhadap wanita berawal dari stereotype masayarakat terhadap peran wanita.
Pada jaman dahulu, tugas wanita adalah menjaga rumah, merawat anak-anak dan suami, sedangkan pria keluar rumah seharian untuk mencari nafkah bagi keluarga.
Pada jaman sekarang, pekerjaan wanita juga banyak yang diasosiasikan dengan pekerjaan pelayan di restoran, operator telepon, seketaris, suster, babysitter, dan guru Sekolah Dasar ataupun Taman
Kanak-kanak, sedangkan pekerjaan pria lebih diasosiasikan dengan dokter gigi, teknisi, pengacara, supir truk, akuntan, dan top executive. Pekerjaanpekerjaan tertentu yang diasosiasikan dengan pekerjaan wanita biasanya kurang dihargai.
Stereotip tersebut terus berlanjut sampai sekarang, sehingga sangat sulit bagi wanita untuk mendapatkan pekerjaan yang berstatus tinggi seperti menjadi pemimpin dalam suatu organisasi.
2. Racism
Racism merupakan prasangka dan diskriminasi yang dilakukan terhadap orang atau kelompok lain berdasarkan pada ras dan etnis mereka.
Genocide yang pernah terjadi di Jerman, Yugoslavia, Irak, dan Rwanda merupakan salah satu akibat dari adanya diskriminasi.
Racism berawal dari adanya stereotype terhadap orang atau kelompok lain yang berbeda ras atau etnsis. Pada saat sekarang, racism dilihat dianggap sebagai sesuatu yang tidak bermoral dalam masyarakat.
Walaupun demikian, racism tidak akan hilang begitu saja. Setiap orang dalam setiap generasi akan racist dalam hatinya, hanya saja cara mengekspresikannya berbeda.
3. Ageism
Ageism merupakan prasangka dan diskriminasi yang dilakukan terhadap orang lain berdasarkan usianya.
Pada kebudayaan tertentu yang menganut system extended family, orang yang berusia lebih tua akan dianggap sebagai orang yang bijaksana karena lebih berpengalaman, sedangkan pada nuclear family tidak demikian.
Pada nuclear family, orang-orang muda dinilai lebih baik, sedangkan orang-orang tua diberi stereotype yang kurang menarik.
Orang tua biasanya akan dianggap tidak berharga dan lemah dan mereka juga tidak mendapatkan hak mereka.
4. Prasangka Terhadap Homoseksual
Pada kebanyakan masyarakat, homoseksual dianggap sebagai sesuatu yang menyimpang dan tidak bermoral sehingga penyiksaan terhadap homoseksual dianggap legal dan dapat diterima.
Pada sekitar tahun 1980-an, pemerintah Australia mengesahkan undang-undang untuk tidak melayani orang-orang yang sesat dan menyimpang salah staunya adalah homoseksual.
5. Prasangka Terhadap Penderita Cacat Fisik
Pada jaman dahulu, prasangka dan diskriminasi terhadap penderita cacat fisik adalah mereka dianggap sebagai orang yang rendah. Akan tetapi pada saat sekarang orang-orang sudah mulai bisa menghargai penderita cacat fisik.
Pada kebanyakan negara, disediakan tempat jalan khusus untuk penderita cacat fisik. Selain itu, penderita cacat fisik juga diperbolehkan untuk mengikuti ajang perlombaan Olimpiade.
Pada dasarnya, orang-orang tidak mendiskriminasi penderita cacat fisik, hanya saja orang-orang merasa tidak nyaman dengan kehadiran mereka karena takut tidak bisa berinteraksi dengan mereka.
0 Response to "PRASANGKA"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak