Ciri-Ciri Wali Allah Subhanahu wa ta'ala
Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiaplangkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya.
Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.
Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala, belakangan ini fenomena wali mulai menjamur di tengah-tengah kita.
Secara etimologi wali adalah lawan dari aduwwu (musuh) dan muwรขlah lawan dari muhรขdah (permusuhan).
Dengan demikian wali-wali Allah Subhanahu wa ta'ala adalah orang yang mendekat dan menolong agama Allah Subhanahu wa ta'ala, atau orang yang didekati atau orang yang ditolong oleh Allah Subhanahu wa ta'ala.
Hampir di setiap kota-kota bahkan pelosok-pelosok negeri kita ini memiliki walinya masing-masing. Hal ini bisa terjadi karena pemahaman sebagian masyarakat bahwa wali Allah Subhanahu wa ta'ala itu adalah orang-orang yang memiliki kekhususan-kekhususan yang tidak dimiliki oleh orang biasa pada umumnya.
Hal tersebut berupa hal-hal yang ajaib atau aneh bagi akal sehat, yang sering disebut oleh masyarakat sebagai karomah para wali.
Sehingga apabila ada seseorang yang memiliki ilmu syar’i begitu luasnya disertai dengan pengamalan-pengamalan yang begitu khusyuknya, namun apabila tidak memilki suatu kekhususan ini, maka orang ini masih tidak bisa dipandang sebagai wali Allah Subhanahu wa ta'ala.
Sebaliknya, meski seseorang itu tidak memiliki ilmu syar’i sama sekali, bahkan kerap kali melanggar perintah Allah Subhanahu wa ta'ala dan meninggalkan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang muslim
Akan tetapi dia mampu menunjukkan sesuatu yang ajaib di luar nalar akal sehat manusia, maka orang tersebut bisa dianggap sebagai wali Allah Subhanahu wa ta'ala.
Hal ini bisa terjadi karena sejak kecil kaum muslimin di negeri yang kita cintai ini sudah diberi pengajaran yang keliru tentang wali-wali Allah Subhanahu wa ta'ala.
Terlebih hal ini ditunjang oleh sarana-sarana elektronik semisal telivisi yang mempertontonkan kesaktian wali-wali yang bisa terbang, bisa berjalan di atas air, dan bisa melakukan hal-hal ajaib lainnya.
Maka tontonan semacam ini menjadi mindset yang tertanam di setiap pola fikir kaum muslimin hingga dia dewasa bahkan sampai usia senja.
Pemahaman sebagian masyarakat yang seperti demikian sungguh sangat berbahaya bagi aqidah kaum muslimin. Karena tak sedikit kaum muslimin yang takjub dengan hal tersebut dan berusaha untuk mempelajari ilmu kewalian itu.
Dikatakan berbahaya bagi aqidah kaum muslimin adalah karena kebanyakan orang-orang yang mengaku sebagai wali ini ternyata mereka bersekutu dengan jin saat melakukan aksi ajaibnya tersebut.
Sehingga kaum muslimin yang telah terlanjur takjub dengan keajaiban-keajaiban tersebut sudah tidak lagi mempertimbangkan aspek-aspek kesyirikan yang dapat membatalkan keislamannya tatkala mempelajari ilmu tersebut.
Yakni bersekutu dengan jin dalam memohon pertolongan, bantuan, dan lain-lain yang seharusnya hal tersebut hanyalah dihadapkan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala semata.
Padahal hakikatnya karomah para wali Allah Swt itu tidaklah dapat dipelajari. Sebagaimana kata seorang alim yakni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bahwa
“Karomah wali adalah sebuah pemberian dari Allah Subhanahu wa ta'ala kepada hamba-hamba-Nya yang shalih tanpa ia bersusah payah darinya. Berbeda dengan seorang yang menggunakan ilmu hasil dari persekutuannya dengan syaitan, maka ia akan bersusah payah untuk melakukannya”.
Adapun ciri-ciri wali Allah yang benar telah Allah Swt kabarkan sendiri dalam kitab-Nya yang mulia, yakni al-Qur’an petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, juga telah disabdakan oleh Rasulullah ` yang mulia dalam sunnah-sunnahnya yang agung.
Sehingga sudah selayaknya dan semestinya kaum muslimin mencoba untuk mempelajari ciri-ciri wali Allah Swt dari 2 sumber petunjuk yang meluruskan ini.
Untuk menjadi wali Allah Subhanahu wa ta'ala, seseorang itu haruslah mencintai dan dicintai oleh Allah Subhanahu wa ta'ala.
Lalu bagaimana cara seseorang itu bisa mendapatkan kecintaan Allah Subhanahu wa ta'ala? Di dalam al-Qur’an Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman,
ُْูู ุงِْู ُْููุชُู ْ ุชُุญِุจَُّْูู ุงَّٰููู َูุงุชَّุจِุนُِْْููู ُูุญْุจِุจُْูู ُ ุงُّٰููู ََููุบِْูุฑْ َُููู ْ ุฐُُْููุจَُูู ْ ۗ َูุงُّٰููู ุบَُْููุฑٌ ุฑَّุญِْูู ٌ
“Katakanlah (hai Muhammad), jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintaimu…” (Q.S. Ali Imran [3]: 31).
Ayat ini menerangkan bahwasannya syarat pertama seorang itu untuk bisa menjadi walinya Allah Subhanahu wa ta'ala adalah ia mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah selama hidupnya dengan istiqomah.
Karena dengan mengikuti jalan hidup Rasulullah lah cinta Allah Subhanahu wa ta'ala dapat ia miliki. Sehingga menjadi mustahil seseorang yang meninggalkan syariat nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dapat memiliki karomah wali Allah Subhanahu wa ta'ala.
Adapun ciri berikutnya terdapat dalam surat al-Mรขidah,
ٰูุٓงََُّููุง ุงَّูุฐَِْูู ุงٰู َُْููุง ู َْู َّูุฑْุชَุฏَّ ู ُِْููู ْ ุนَْู ุฏِِْูููٖ َูุณََْูู َูุฃْุชِู ุงُّٰููู ุจَِْููู ٍ ُّูุญِุจُُّูู ْ َُููุญِุจَُّْูููٗٓ ุۙงَุฐَِّูุฉٍ ุนََูู ุงْูู ُุคْู َِِْููู ุงَุนِุฒَّุฉٍ ุนََูู ุงِْٰูููุฑَِْููۖ ُูุฌَุงِูุฏَُْูู ِْูู ุณَุจِِْูู ุงِّٰููู ََููุง َูุฎَุงَُْููู َْููู َุฉَ َูุงِููٕۤ ٍ ุۗฐَِٰูู َูุถُْู ุงِّٰููู ُูุคْุชِِْูู ู َْู َّูุดَุงุۤกُۗ َูุงُّٰููู َูุงุณِุนٌ ุนَِْููู ٌ
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa dari kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras kepada orang-orng kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan tidak takut terhadap celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi maha mengetahui”. (Q.S. al-Mรขidah [5]: 54).
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa orang-orang yang dicintai Allah itu adalah orang-orang yang bersikap lemah lembut sesama kaum mukminin, dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir, bukan sebaliknya, justru dekat dan loyal dengan orang-orang kafir dan keras lagi kasar kepada sesama muslim.
Seorang yang bisa mendapat kecintaan Allah juga berjihad di jalan Allah Subhanahu wa ta'ala. Bukan seperti pandangan sebagian masyarakat kita yang menganggap jika seseorang itu masih jihad maka dia gugur dikategorikan sebagai wali Allah Subhanahu wa ta'ala.
Pemahaman ini sungguh jauh dari kebenaran, karena Nabi Muhammad dan para sahabat-sahabatnya yang mulia tidak pernah meninggalkan jihad tatkala telah terpenuhi panggilan jihad tersebut, justru pada masa Nabi barangsiapa yang meninggalkan jihad tanpa udzur syar’i, maka dia dikatakan munafik.
Dari ayat tersebut juga dapat diketahui bahwa wali-wali Allah Subhanahu wa ta'ala itu adalah orang-orang yang tidak takut dengan celaan orang-orang yang pencela. Selama dia berada dalam syariat Islam yang mulia ini, maka tiada ketakutan dan kesedihan di dalam hatinya.
Kemudian wali-wali Allah itu juga memiliki ciri berikut, yakni disebutkan dalam Qur’an yang mulia,
ุงََูุงۤ ุงَِّู ุงََِูููุۡงุٓกَ ุงِّٰููู َูุง ุฎٌَููۡ ุนََِููููۡ ۡ ََููุง ُูู ۡ َูุญุۡฒََُูููۡ ู ุงَّูุฐَِููۡ ุงٰู َُููุۡง ََููุงُููุۡง َูุชََُّูููۡؕ
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tiada ketakutan dan tiada pula dia bersedih (hati). (Yaitu) orang-prang yang beriman dan selalu bertaqwa keapada Allah”. (Q.S. Yunus [10]: 62-63).
Dari ayat di atas, maka dapat kita pahami bahwa ciri dari wali Allah Subhanahu wa ta'ala itu adalah dia tidaklah takut dengan sesuatu yang akan menimpanya dan dia tidaklah bersedih dengan apa-apa yang telah menimpa dirinya, dan dia adalah orang-orang yang selalu menjaga ketaqwaannya dan keimanannya kepada Allah Subhanahu wa ta'ala.
Dari ayat-ayat yang telah disebutkan di paragraf sebelumnya, maka dapat kita jumpai dengan terang bahwasanya wali-wali Allah itu adalah orang-orang yang ittiba (mengikuti) Sunnah Rasulullah, lemah lembut kepada sesama mukmin.
Namun tegas lagi keras terhadap orang-orang kafir, berjihad di jalan Allah Subhanahu wa ta'ala, tidak takut terhadap celaan si pencela, tidak ada rasa takut dan sedih dalam hatinya terhadap segala ketetapan Allah Subhanahu wa ta'ala, dan yang selalu menjaga keimanan serta ketaqwaannya kepada Allah Subhanahu wa ta'ala.
Wahai kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa ta'ala, bagaimana mungkin seseorang yang mengaku wali itu bisa meninggalkan shalat, sedangkan Nabi dan para sahabat tidak meninggalkannya meski tengah dalam keadaan perang terluka dan berdarah-darah.
Bagaimana mungkin seorang wali itu tega meninggalkan syariat Nabi Muhammad, sedangkan Rasulullah selalu memegang syariat Allah ini sampai akhir hayatnya, bahkan beliau sampai menangis khawatir kalau umat ini sudah tidak lagi memperdulikan hukum-hukum Allah yang tertuang dalam al-Qur’an yang mulia dan sunnah-sunnahnya yang shahih.
Dengan demikian para wali-wali Allah itu tidaklah melepaskan diri dari syariat Nabi Muhammad. Bahkan wali-wali Allah Subhanahu wa ta'ala itu adalah orang-orang bertaqwa yang sangat memegang teguh syariat Allah dan Rasul-Nya.
Sehingga barangsiapa yang mengaku sebagai wali Allah namun tidaklah memiliki sifat-sifat tersebut, maka dia adalah seorang pendusta. Allahu musta’an
0 Response to "Ciri-Ciri Wali Allah Subhanahu wa ta'ala"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak