Hijrah Kepada Allah
Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiap langkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya.
Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.
Banyak orang mengira dirinya sudah berhijrah, sudah lebih baik, dan sudah berilmu. Padahal sebenarnya ia masih berada di tempat yang sama, bahkan ada yang terjerumus pada jalan yang sesat.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, sebagai umat islam hendaknya kita selalu introspeksi diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya dan semangat dalam melakukan kebaikan (fastabiqul khoirat)
Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh sahabat-sahabat Rasulullah, seperti kisah dimana saat Umar bin Khattab menginfakkan setengah hartanya kepada Rasulullah dan mengira bahwa kali ini pasti melampaui Abu Bakar Ash Siddiq.
Tetapi tidak lama kemudian datanglah Abu Bakar membawa seluruh hartanya untuk diinfakkan kepada Rasulullah. Kemudian Umar Bin Khattab berkata, Demi Allah saya tidak akan melampauinya untuk mencapai keutamaan selamanya.
Lihatlah bagaimana para sahabat dahulu bersemangat dalam kebaikan padahal diantara mereka ada yang sudah dijamin masuk surga.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, hijrah merupakan ibadah yang agung, dan disyari’atkan bagi setiap muslimin di setiap waktu,
Hijrah ini menurut ibnul qoyyim termasuk hijrah dengan hati atau hijrah maknawi, karena didalam Risalah Tabukiyah ibnul qoyyim membagi hijrah menjadi 2 yang pertama yaitu hijrah dengan hati (maknawi) dan yang kedua yaitu hijrah dengan badan (hissi).
Hijrah dengan hati adalah meninggalkan apa yang dibenci Allah menuju apa yang dicintai Allah dan inilah yang disebut al firar ila Allah ( berlari menuju Allah ).
Allah berfiman yang artinya,
“Maka berlarilah kalian menuju Allah” (QS Adz Dzariyat [51]: 50).
Kemudian yang dimaksud dengan hijrah dengan badan (hissi) adalah meninggalkan negeri kafir menuju ke negeri islam atau meninggalkan negeri yang banyak fitnah menuju negeri yang sedikit fitnah,
Hijrah ini disyariatkan bagi seorang muslim yang tidak bisa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah di negeri tersebut. Adapun topik yang akan kita bahas kali ini yaitu hijrah dengan hati.
Hijrah Kepada Allah
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, tahukah kalian bahwa tujuan kita diciptakan oleh Allah adalah hanya untuk beribadah kepada-Nya? Allah berfirman yang artinya,
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya meraka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat [51]: 56).
Syaikhul Islam mengatakan,” Ibadah adalah meliputi segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, berupa ucapan maupun perbuatan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Wahai saudaraku, lihatlah betapa agungnya agama islam sehingga memiliki banyak sekali amalan ketaatan yang seluruh umat Islam bisa melakukannya dan Allah akan mencintai dan meridhai amalan tersebut selama memenuhi 2 syarat, yaitu Ikhlas karena Allah dan Ittiba’ (mengikuti ajaran kepada Rasulullah ).
Dua syarat ini merupakan kaidah fiqih yang sangat penting bagi kaum muslimin. Pada ayat al-Qur’an juga dijelaskan dalam firman Allah yang artinya,
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (QS. Al Kahfi [18]: 110).
Seorang tokoh terkemuka generasi tabi’ tabi’in Al Fudhail bin Iyadh juga tatkala menjelaskan mengenai firman Allah yang artinya,
“Supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya”, (QS. Al Mulk [67]: 2),
Beliau mengatakan, bahwa amalan yang baik yaitu amalan yang paling ikhlas dan shawab (mencocoki ajaran Nabi Muhammad .
Hijrah kepada Allah ini mengandung sikap meninggalkan segala hal yang dibenci oleh Allah kemudian diikuti dengan melakukan apa saja yang dicintai dan diridhai oleh Allah .
Pokok hijrah ini adalah rasa cinta dan benci di dalam hati. Dalam artian seseorang yang berhijrah meninggalkan sesuatu (maksiat) kepada sesuatu yang lain (ketaatan) tentu saja karena apa yang dia tinggalkan.
Oleh sebab itulah dia lebih mengutamakan perkara yang lebih dicintainya daripada perkara-perkara yang lainnya (lihat Adh Dhau’ Al Munir ‘ala At Tafsir, oleh Imam Ibnul Qoyyim)
Menyelamatkan Diri Dari Adzab Allah
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah , ketahuilah bahwa ibadah tidak hanya sekedar menjalankan apa yang perintah Allah , seperti sholat, zakat, puasa dan perintah ibadah lainya.
Namun ibadah juga bisa berupa meninggalkan apa yang Allah larang, seperti syirik, minum minuman keras, zina, dan perbuatan maksiat lainnya.
Sebab utama yang akan membebaskan kita dari adzab Allah adalah tauhid dan keimanan. Dengan tauhid dan iman itulah dirinya akan selamat dari kekalnya siksa neraka.
Berbeda dengan orang kafir atau musyrik. Betapa pun banyak jasa dan kebaikan mereka kepada manusia, jika mereka kafir dan mempersekutukan Allah maka di akhirat mereka kekal dihukum di neraka. Amalannya akan sirna dan sia-sia, terhapus dan hancur akibat syirik dan kekafiran mereka kepada Allah .
Allah berfirman (yang artinya),
“Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan atasnya surga dan tempat kembalinya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu penolong”. (QS. Al Ma’idah [5]: 72)
Allah juga berfirman (yang artinya), “Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu, jika kamu berbuat syirik niscaya lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu termasuk golongan orang-orang yang merugi” (QS. Az Zumar [39]: 65)
Syirik Kezaliman Terbesar
Allah berfirman yang artinya,“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia akan mengampuni dosa di bawah tingkatan syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. (QS. An Nisaa’ [48]: 116)
Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Dengan ayat ini maka jelaslah bahwasanya syirik adalah dosa yang paling besar.
Karena Allah ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidak akan mengampuninya bagi orang yang tidak bertaubat darinya (Fathul Majid).
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu bertanya kepada Nabi,
“Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar? Maka beliau menjawab, “Yaitu engkau mengangkat tandingan/sekutu bagi Allah (dalam beribadah) padahal Dia lah yang telah menciptakanmu. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits yang lain dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari ayahnya, ayahnya berkata: Rasulullah bersabda,
“Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang dosa besar yang paling besar? Beliau bertanya sebanyak tiga kali. Para sahabat menjawab, “Mau wahai Rasulullah! Lalu beliau bersabda, “Yaitu mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua. Lalu beliau duduk tegak setelah sebelumnya bersandar seraya melanjutkan sabdanya, “Ingatlah, begitu juga berkata-kata dusta. Beliau mengulang-ulang kalimat itu sampai-sampai aku bergumam karena kasihan, “Mudah-mudahan beliau diam. (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itulah, Adz Dzahabi yang menulis kitab Al Kaba’ir menempatkan dosa syirik kepada Allah sebagai dosa besar nomor satu sebelum dosa-dosa yang lainnya. Beliau berkata, “Dosa besar yang terbesar adalah kesyirikan kepada Allah . (Al Kaba’ir)
Tunduk Kepada Syari’at Allah
Termasuk di dalam cakupan hijrah kepada Allah adalah dengan mengikuti aturan dan hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya bagi umat manusia.
Baik aturan itu menyangkut masalah ibadah/ritual, akhlak atau perilaku, mu’amalah, ekonomi, politik, dan lain sebagainya.
Sebab Islam adalah ajaran yang lengkap dan sempurna, meliputi berbagai sisi kehidupan. Dengan tunduk kepada hukum-hukum Allah akan mendatangkan hidayah, ketentraman dan keselamatan, di dunia dan di akhirat.
Allah berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku maka dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka” (QS. Thaha [20]: 123).
Diantara bentuk ketundukan kepada syari’at Allah adalah dengan memberikan ketaatan kepada ulama dan umara atau pemerintah dalam hal-hal yang ma’ruf atau kebaikan.
Demikian pula wajib mengembalikan segala perselisihan kepada Al Qur’an dan As Sunnah.Inilah yang disebut dengan ketundukan kepada hukum Allah.
Allah berfirman (yang artinya),
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan juga ulil amri atau para pemimpin diantara kalian. Kemudian, apabila kalian berselisih dalam suatu masalah, kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.Hal itu lebih baik dan lebih bagus hasilnya” (QS. An Nisaa’ : 59)
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, dari penjelasan-penjelasan tadi teranglah bagi kita bahwa sesungguhnya kebahagiaan dan keselamatan yang hakiki hanya bisa diraih dengan kembali kepada Allah dan Rasul-Nya, yaitu meninggalkan segala hal yang dibenci dan tidak diridhai-Nya menuju apa-apa yang dicintai dan diridhai-Nya.
Untuk tujuan itulah Allah Ta’ala menciptakan segenap jin dan manusia. Allah berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat : 56). Wallahu a’lam bish shawaab.
0 Response to "Hijrah Kepada Allah"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak