Hukum Menggunakan E-money
Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiaplangkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya.
Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman
Electronic money (uang elektronik) adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
- Diterbitkan atas dasar jumlah nominal uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit;
- Jumlah nominal uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip;
- Jumlah nominal uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan; dan
- Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut.
- Ada beberapa pihak yang terlibat dalam transaksi e-money yaitu; penerbit, pemilik kartu e-money, bank mitra dan mitra.
Untuk bisa menggunakan kartu e-money ini, harus mengikuti beberapa prosedur, pertama-tama dengan mendaftar kepada penerbit, menyerahkan uang, uang disimpan di rekening di bank mitra penerbit, dan pemilik kartu bisa bertransaksi dengan pihak ketiga.
Adapun tujuan diterbitkannya e-monye ini untuk mempermudah transaksi seperti e-toll, bus way, commuter line.
Sebagian jasa transportasi menjadikan kartu e-money sebagai satu-satunya alat pembayaran, seperti commuter line, bus way dan e toll dan sebagian lain hanya salah satu alat pembayaran, seperti e toll.
Menurut perspektif syariat Islam, e-money yang digunakan saat ini mengandung unsur riba, dikarenakan beberapa pertimbahan berikut:
Kontrak yang terjadi antara pihak-pihak e-money itu tidak jelas (gharar) dan tidak mengikuti skema transaksi syariah sehingga hak dan kewajiban para pihak tidak bisa diketahui.
Menempatan dana di bank yang menerapkan sistem riba, bunga atas penempatan dana di bank konvensional sebagai mitra penerbit e-money saat ini.
Hak pemegang kartu menjadi hilang pada saat kartu yang dimilikinya hilang, padahal dana yang tersimpan adalah milik pemegang e-money sesuai skema qardh atau wadhi’ah yang berlaku antara keduanya.
Berdasarkan beberapa fakta di atas, maka dari itu, menggunakan e-money yang berlaku saat ini tidak diperkenankan kecuali untuk kondisi darurat, yaitu kondisi yang memenuhi indikator berikut:
Diwajibkan oleh peraturan perundang-undang, sehingga tidak bisa menggunakan jasa kecuali dengan e-money tersebut.
Tidak ada alternatif e-money syariah.
Risiko finansial primer jika tidak menggunakan e-money saat ini.
E-money boleh digunakan dengan catatan, pada saat ada e-money syariah, maka menggunakan e-money konvensional menjadi terlarang kembali.
Dewan Syariah Nasional (DSN) telah mengeluarkan fatwa berkaitan dengan uang elektronik (e-money) ini, yatiu bahwa Uang Elektronik boleh digunakan sebagai alat pembayaran dengan persyaratan sebagai berikut:
Biaya-biaya layanan fasilitas harus berupa biaya riil (untuk mendukung proses kelancaran penyelenggaraan uang elektronik); dan harus disampaikan kepada pemegang kartu secara benar (sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku) sesuai dengan prinsip ta’widh (ganti rugi)/ ijarah.
Penggunaan uang elektronik wajib terhindar dari transaksi yang dilarang (Transaksi yang ribawi, gharar, maysir, risywah, israf, objek yang haram).
Jumlah nominal uang elektronik yang ada pada penerbit harus ditempatkan di bank syariah, karena transaksi di Bank Konvensional itu pinjaman berbunga yang diharamkan.
Akad antara penerbit dengan para pihak dalam penyelenggaraan uang elektronika (prinsipal, acquirer, pedagang [merchant], penyelenggara kliring, dan penyelenggara penyelesai akhir) adalah akad ijarah, akad ju’alah, dan akad wakalah bi al-ujrah, karena produk yang dijual oleh prinsipal, acquirer, Pedagang (merchant), penyelenggara kliring, dan penyelenggara penyelesai akhir adalah jasa/ khadamat.
Akad antara penerbit dengan pemegang uang elektronik adalah akad wadiah atau akad qardh, karena e-money nominal uang bisa digunakan atau ditarik kapan saja.
Akad antara penerbit dengan agen layanan keuangan digital adalah akad ijarah, akad ju’alah, dan akad wakalah bi al-ujrah.
Dalam hal kartu yang digunakan sebagai media uang elektronik hilang maka jumlah nominal uang yang ada di penerbit tidak boleh hilang, karena uang itu adalah milik pemegang kartu.
Di antara landasan diperbolehkan e-money adalah kesimpulan bahwa uang elektronik atau e-money adalah uang tsaman atau nuqud sebagaimana definisinya:
ุงูููุฏ ูู ูู ูุณูุท ููุชุจุงุฏู ูููู ูุจููุง ุนุงู ุง ู ูู ุง ูุงู ุฐูู ุงููุณูุท ูุนูู ุฃّู ุญุงู ูููู
“Naqd (uang) adalah segala sesuatu yang menjadi media pertukaran dan diterima secara umum, apa pun bentuk dan dalam kondisi seperti apa pun media tersebut.” (Abdullah bin Sulaiman al-Mani‟, Buhuts fi al-Iqtishad al-Islami, Mekah: al-Maktab al-Islami, 1996, h. 178)
Menggunakan e-money konvensional tidak diperkenankan sesuai penjelasan di atas, Kecuali dalam kondisi darurat; dimana tidak ada e-money syariah dan ada risiko (primer) jika tidak menggunakannya.
Setiap pengguna bisa menakar kondisinya; apakah darurat atau tidak.
E-money syariah harus memenuhi kriteria syariah seperti, dana ditempatkan di bank syariah, jika kartu hilang maka dana pemilik kartu masih ada, terhindar dari transaksi yang dilarang. Wallahu a’lam.
0 Response to "Hukum Menggunakan E-money"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak