Mengenal Akidah Islam Dan Penamaannya
Pengertian Akidah Islam
Dilihat dari segi esensialnya Agama Islam mempunyai dua dimensi, yaitu keyakinan (akidah) dan amaliah. Akidah sebagai dasarnya sedangkan amal adalam implementasinya.
Dalam kata lain, Islam adalah agama Samawi ini bersumber dari Allah Subhanahu wa ta'ala diwahyukan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam berintikan keimanan dan perbuatan.
Keimanan dalam agama Islam merupakan dasar atau fondasi, diatasnya berdiri syariat Islam. Dari dua pokok-pokok tersebut muncullah cabang-cabangnya.
Antara keimanan dan perbuatan atau iman dan syariat keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
Keimanan atau akidah dalam Islam dijabarkan dan diistilahkan dengan ilmu tauhid, Ilmu Aqaid, ilmu kalam, ilmu ushuluddin, ilmu hakikat, ilmu makrifat dan sebagainya.
Aspek pokok dalam akidah Islam adalah masalah keyakinan akan eksistensi Allah Yang Maha Sempurna, Maha kuasa diatas kesempurnaan lainnya.
Keyakinan tersebut akan menggiring seseorang mempercayai adanya malaikat-malaikat, kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah, Nabi-nabi dan Rasul-rasul Allah, adanya kehidupan sesudah mati dan takdir.
Ilmu akidah dinamakan juga dengan ilmu tauhid karena pokok bahasannya dititikberatkan pada keesaan Allah Subhanahu wa ta'ala.
Yaitu suatu yang mempelajari bagaimana memahami keesaan Allah. Ilmu ini dinamakan pula ilmu kalam karena pembahasannya mengenai eksistensi Tuhan dan hal-hal yang berhubungan dengan-Nya
Digunakan argumentasi-argumentasi filosofis dengan menggunakan logika atau mantik dari pemahaman terhadap firman Allah.
T.M Hasbi Ash-Shiddieqy menyebutkan alasan ilmu ini disebut ilmu kalam:
1. Problema yang diperselisihkan para ulama dan para ilmu ini yang menyebutkan umat Islam terpecah ke dalam beberapa golongan adalah masalah Kalam Allah atau Al-Quran; apakah ia diciptakan (makhluk) atau bukan, artinya tidak bermula (qadim).
2. Materi-materi ilmu ini adalah teori-teori kalam, tidak ada yang diwujudkan ke dalam kenyataan atau diamalkan dengan anggota.
3. Ilmu ini, di dalam menerangkan cara atau jalan menetapkan dalil pokok- pokok akidah serupa dengan ilmu mantik.
4. Ulama-ulama mutaakhirin membicarakan di dalam ilmu ini hal-hal yang tidak dibicarakan oleh ulama salaf, seperti penakwilan ayat-ayat mutasyabihat, pembahasan tentang qada’, kalam dan lain-lain.
Ilmu tauhid dinamakan ilmu kalam, maka para ahli bidang ini disebut mutakallimin (jamak mutakallim). Penamaan ilmu tauhid sebenarnya dimaksudkan untuk membedakan antara mutakallimin dengan filosof Islam.
Mutakallimin dan filosof Islam memperkuat keyakinan mereka dengan menggunakan metode filsafat, tetapi mereka berbeda dalam landasan berpijak.
Mutakallimin lebih dahulu bertolak dari Alquran dan Hadis, sementara filosof berpijak kepada logika. Namun demikian tujuan yang ingin mereka capai adalah sama, yaitu pembuktian terhadap keesaan Allah Subhanahu wa ta'ala.
Artinya, mereka berbeda jalan untuk mencapai tujuan yang sama. Dengan meyakini hal-hal tersebut, seorang mukmin akan menyadari kewajibannya kepada Khalik.
Sebab antara amal perbuatan dan keyakinan terdapat kaitan erat dan amal perbuatan yang timbul merupakan konsekuensi logis dari keyakinan yang ada dalam diri seseorang mukmin terhadap Allah Subhanahu wa ta'ala.
Karena itu, materi kajian ilmu akidah Islam meliputi:
1. Hal-hal yang berkaitan dengan keimanan terhadap Allah Subhanahu wa ta'ala dan ketentuan takdirNya kepada makhluk-Nya.
2. Hal-hal yang berkaitan dengan utusan Allah sebagai perantara antara Allah dengan manusia, seperti malaikat, para Nabi/Rasul, dan kitab-kitab suci yang telah diturunkan.
3. Hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sesudah mati, seperti alam mahsyar, mizan, surga, neraka dan sebagainya yang berkaitan dengan keadaan yang akan dialami dan dijalani manusia setelah kehidupan dunia fana.
Persoalan diatas terangkum dalam pembahasan rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, iman kepada malaikat-malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada utusan-utusan Allah, iman kepada hari kiamat dan iman kepada qada dan qadar.
Akal manusia dalam mengenal Allah hanya mampu sampai pada batas mengetahui zat Allah Yang Maha Kuasa.
Manusia memerlukan bantuan wahyu sebagai pengarah, itulah sebabnya Tuhan mengutus pada Nabi dan Rasul untuk menjelaskan apa dan bagaimana Allah itu melalui sifat-sifat-Nya dan hal-hal yang berkaitan dengan bukti kebenaran keberadaan, keesaan dan kekuasaanNya.
Adapun mengenai wujud Allah tidak dijelaskan karena hal tersebut bukan pembahasan logika, yang terpenting adalah penghayatan sepenuhnya akan kaberadaan zat Yang Maha Besar, Maha Mulia, Maha Esa, Maha Berkuasa dan lain sebagainya yang terkait dengan keagungan dan kemuliannya.
Para mutakallimin mempunyai ciri khusus dalam mebahas ilmu kalam, yaitu menggunakan akal.
Meskipun para mutakallimin dapat meggunakan akal dalam mencari Tuhan, tetapi mereka tidak pernah mendapatkan kepuasan, karena adanya hal-hal yang di luar jangkauan kekuasaan akal manusia.
Sebagian orang-orang barat memahami sesuatu yang dokmatis tidak dihukumi dengan akal, sebab sesuatu yang dokmatis berada di bawah akal.
Manakalah dogma dihukumi dengan akal maka rahasia dari sesuatu yang dokmatis itu tidak menjadi rahasia lagi.
Sebenarnya permasalahan tauhid tidak sama dengan dokma yang disebutkan oleh orang-orang barat, sebab dengan akal manusia dapat mencari Tuhan, yakni dengan jalan memperhatikan alam jagat raya.
Secara istilah ilmu tauhid dalam agama Islam, seperti teologi dalam agama Kriten, yakni keduanya mempersoalkan tentang Zat Tuhan dan hal-hal yang berhubungan dengan-Nya.
Hanya saja ilmu tauhid mengajarkan Tuhan itu satu, baik Zat-Nya, sifat dan perbuatan-Nya, sedangkan teologi mengajarkan trinitas yaitu, bahwa Tuhan itu tiga dalam satu dan satu dalam tiga oknum.
Tiga oknum dalam ajaran teologi mereka adalah bahwa Tuhan terdiri dari Tuhan bapak, Tuhan anak (Yesus), dan ruhul kudus.
Ketiga oknum tersebut menurut mereka bersatu dalam ke-Esa-an Tuhan. Secara matematis satu sama dengan tiga dan tiga sama dengan satu.
Agama apapun yang ada di dunia ini oleh para penganutnya dipahami sebagai ajaran Tuhan. Untuk mengetahui Tuhan itu diperlukan pemikiran dan dalil, tidak seperti zat-zat lain yang bersifat jasmani.
Misalnya untuk mengetahui dan mengerti tentang batu, kita cukup dengan cara melihat dan meraba batu itu. Untuk mengetahui sebuah bangunan, maka kita cukup melihat dan meraba serta memperhatikan bangunan tersebut.
Untuk mengetahui benda fisik adalah cukup mudah, karena tidak memerlukan dalil, namun untuk memahami dan meyakini zat Tuhan tidaklah mudah, karena Dia tidak seperti benda-benda fisik, dan untuk memahami zat Allah ini diperlukan keyakinan yang dikuatkan dan dibenarkan oleh akal pikiran.
Nabi Muhamad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: yang artinya “Agama itu masalah akal dan orang yang tidak berakal tidak mempunyai agama”.
Agama Islam mempunyai inti pokok ajaran tentang Tuhan. Tuhan hanya dapat dimengerti oleh akal. Oleh sebab itu, orang yang tidak berakal atau rusak akalnya, tentu tidak akan mempunyai keyakinan agama yang benar.
Misalnya menuhankan pada patung atau benda-benda tertentu yang tidak dapat mendengar, melihat dan berbuat sesuatu.
Ilmu tauhid dalam mebahas persoalan-persoalan tentang Tuhan dan hal-hal yang berhubungan dengan-Nya bersumber pada kitab suci dan hadis Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Akal manusia diharapkan dapat menangkap dan menalar ajaran-ajaran dan petunjuk-petunjuk yang ada dalam kedua sumber tersebut.
Manakala akal tidak mendapat bimbingan dari kedua sumber tersebut, sangat mungkin akal memasuki perjalanan yang sesat, terutama dalam memahami tentang keesaan dan keberadaan Tuhan.
Menurut akal, kebenaran sesuatu dapat diamati, diteliti dan dapat dicapai oleh akal. Dan akal merupakan pemberian tertinggi dari Allah setelah iman.
Oleh karena itu, keyakinan dan akal pemikiran yang saling bertemu akan mengattkan pemahaman seseorang tentang sesuatu.
Ilmu Tauhid dan Nama-namanya
Dalam berbagai keterangan secara istilah ilmu tauhid memepunyai beberapa nama, penamaan itu muncul sesuai dengan aspek pembahasan yang ditonjolkan oleh yang memberikan nama tersebut.
1. Ilmu Tauhid
Menurut Syeikh Muhammad Abduh: “Tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap bagi-Nya, sifat- sifat yang jaiz disifatkan kepada-Nya, dan sifat-sifat yang sama sekali wajib ditiadakan dari-Nya.
Juga membahas tentang Rasul-rasul Allah untuk menetapkan kebenaran risalahnya, apa yang wajib ada pada dirinya, hal-hal yang jaiz dihubungkan (dinisbatkan) pada diri mereka, dan hal-hal yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.”
Kata tauhid berasal dari kata wahhada, yuwahhidu, tauhidan. Artinya mengesakan. Ilmu ini dinamakan Ilmu Tauhid karena pokok pembahasannya dititikberatkan kepada ke-Esa-an Allah Subhanahu wa ta'ala.
Tauhid dimaksudkan adalah percaya kepada Allah Yang Maha Esa, tidak mempunyai anak atau ketuturunan dan mempercayai tidak ada yang menjadi sekutu bagi-Nya.
Tujuan tauhid adalah menetapkan ke-Esa-an Allah dalam zat, sifat dan perbuatan-Nya. Sebab itulah pembahasan yang berhubungan dengan-Nya dinamakan Ilmu Tauhid. Yang terpenting dalam Ilmu Tauhid adalah mengenai ke-Esa-an Allah.
2. Ilmu Ushuluddin
Ilmu Tauhid dinamakan juga dengan Ilmu Ushuluddin karena objek pembahasan utamanya adalah dasar-dasar agama yang merupakan masalah esensial dalam ajaran Islam. Dan masalah kepercayaan itu betul-betul menjadi dasar pokok dari persoalan lain dalam agama Islam. “
Ilmu Ushuluddin ialah ilmu yang membahas tentang prinsip-prinsip kepercayaan agama dengan dalil-dalil yang qat’i (Al-Quran dan Hadis Mutawatir) dan dalil- dalil akal pikiran.”
3. Ilmu Akidah
Secara bahasa akidah artinya ikatan atau keyakinan. Artinya seseorang yang berakidah memiliki keterikatan secara batiniyah kepada Allah.
Karenanya segala sikap dan tindakannya mencerminkan kepada keyakinan yang dimilikinya terhadap Allah Subhanahu wa ta'ala.
Ada juga orang yang mengatakan akidah Islam, artinya keyakinan sebagaimana yang diajarkan sakan oleh Islam. Yakni bagaimana mengesakan Allah sesuai tuntunan alQuran dan Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
4. Ilmu Kalam
Menurut Syeikh Muhammad Abduh, Ilmu Tauhid sering disebut juga dengan ilmu kalam. Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya, memberikan batasan:
Adakalanya masalah yang paling mashur dan banyak menimbulkan perbedaan pendapat di antara ulama-ulama kurun pertama, yaitu apakah
Kalam Allah (wahyu) yang dibacakan itu qadim atau hadis? Adakalanya pula, karena ilmu tauhid itu dibina oleh dalil akal (rasio), yang pengaruhnya dapat dilihat dari setiap perkataan para ahli yang banyak berbicara tentang ilmu ini.
Di samping itu pula, karena dalam memberikan dalil tentang pokok (Mantik), sebagaimana yang selalu ditempuh oleh para ahli pikir dalam menjelaskan argumentasi (hujjah) tentang pendiriannya. Kemudian orang mengganti Mantik dengan Kalam, karena pada hakikatnya keduanya adalah berbeda.
“Ilmu Kalam ialah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman, dengan menggunakan dali-dalil pikiran dan berisi bantahan-bantahan terhadap orang-orang yang meyeleweng dari kepercayaan Salaf dan Ahli sunnah.”
Ilmu Tauhid dinamakan ilmu kalam karena dalam pembahasannya mengenai eksistensi Tuhan dan hal-hal yang berhubungan dengan-Nya digunakan argumen-argumen filosofis dengan menggunakan logika atau mantik.
Ilmu kalam dikenal sebagai ilmu keislaman yang berdiri sendiri, yakni pada zaman Khalifah Al-Makmun (813-833 M) dari Bani Abbasiyah. Sebelum itu pembahasan terhadap soal-soal kepercayaan Islam dinamakan Al-Fiqhu Fiddin sebagai lawan dari Al-Fiqhu fil ‘ilmi.
5. Ilmu Teologi atau Teologi Islam
Ilmu Tauhid dalam berbagai bahasan ilmiah terutama dalam bahasan asing, sering disebut juga dengan ilmu teologi karena pembahasannya mencakup persoalan-persoalan dasar dan soal pokok seperti ketuhanan, iman, kufur dan hal-hal pokok lainnya sebagaimana tercakup dalam rukun iman.
Pada awalnya istilah teologi digunakan oleh kalangan orang-orang Barat untuk memberikan pengertian yang berkaitan dengan hak ketuhanan dalam agama Kristen.
Selanjutnya istilah tersebut mereka gunakan untuk ilmu yang mengkajia tentang ketuhanan. Di dunia Islam dikenal dengan istilah Ilmu Tauhid, ilmu kalam atau Ilmu Ushuluddin.
Memang pentrasferan istilah tersebut atau mengganti pengertian ilmu tauhid dengan ilmu teologi sebagaimana yang mereka terapkan dalam agama Kriten adalah kurang tepat karena unsur muatannya jelas berbeda, tidak seperti dalam agama Kristen yang hanya menyangkut persoalan ketuhanan.
6. Ilmu Hakikat
Ilmu hakikat ialah ilmu sejati karena ilmu ini menjelaskan hakikat segala sesuatu, sehingga dapat meyakini akan kepercayaan yang benar (hakiki).
Ilmu hakikat sering digunakan dalam ilmu tasawuf, artinya ilmu tauhid secara mendalam adalah membahas tentang esensi pengeesaan Allah.
7. Ilmu Makrifat
Ilmu tauhid disebut juga ilmu makrifat (artinya mengetahui) karena dengan pengetahuan ini dapat mengetahui benar-benar tentang Allah dan segala sifat-sifat-Nya dan dengan keyakinan yang teguh.
Dalam hal ini walaupun nama yang diberikan berbeda-beda, inti pokok pembahasan ilmu tauhid adalah sama, yaitu wujud Allah Subhanahu wa ta'ala dan hal-hal yang berkaitan dengan-Nya.
Karena itu, aspek terpenting dalam ilmu tauhid adalah keyakinan akan adanya Allah Yang Maha Sempurna, Mahakuasa dan memiliki sifat-sifat ke-Maha Sempurnaan lainnya.
Keyakinan ini pada gilirannya akan membawa kepada keyakinan terhadap adanya malaikat, kitab-kitab, Nabi dan Rasul, hari akhir dan melahirkan kesadaran akan tugas dan kewajiban terhadap Khalik (Pencipta), yaitu Allah Subhanahu wa ta'ala.
Kaitan Iman dengan Ibadah
Sebagaimana telah diuraikan di muka bahwa akidah (keimanan) mempunyai kaitan yang erat dengan syariat (ibadah) dalamagam islam dengan diumpamakan sebagi pohon dengan buahnya.
Sejauhmana antara keimanan dan ibadah terdapat hubungan, atau keimanan dapat mempengaruhi ibadah, atau sebaliknya akan diuraikan berikut ini.
Yang dimaksud akidah dalam pembahasan berikut ini adalah keimanan atau keyakinan, sedangkan syarat adalah amaliah keagamaan seseorang.
Dengan demikian, pembahasan tentang hubungan antara akidah dengan syariat yang dimaksudkan adalah apa hubungan antara akidah dan syariat disampaikan sejauhmana keimanan dapat mempengaruhi ibadah dan sebaliknya.
Seseorang dikatakan muslim (beragama islam) apabila ia telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Keislamannya makin sempurna jika ia melaksanakan rukun islam dengan baik dan benar, sesuai dengan ketentuan dan ajaran agama.
Yang dimaksud rukun islam ialah mengucapkan dua kalimah syahadat (Asyhadu alla ilaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah), mendirikan salat, puasa di bula Ramadan, membayar zakat, dan berhaji ke Baitullah jika ia mampu melaksanakannya.
Rukun Islam pertama (syahadat) merupakan inti dan syarat pertama dan tama seseorang disebut muslim. Rukun Islam yang pertama ini mengandung unsur akidah, yaitu keimanan atau kepercayaan akan Allah dan kerasulan Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa sallam.
Keyakinan tersebut selanjutnya menyebabkan keyakinan akan adanya malaikat,Rasu-rasul, dan kitab-kitab yang diturunkan Allah Subhanahu wa ta'ala. Selanjutnya, keimana tersebut melahirkan keimanan pula kepada hari kiamat dan qada dan qadar.
Malaikat, Rasul, dan kitab-kitab Allah merupakan penghubung anara Allah dan umat manusia. Lewat penghubung tersebut, hokum-hukum Tuhan disampaikan sehingga dapat diketahui dan dikenal manusia.
Keimanan yang baik dan benar haruslah diwujudkan dalam alamiah yang sesuai dengan hukum-hukum Allah tersebut. Iman tanpa pelaksanaan hokum Tuhan yang diimani adalah kosong dan kebohongan.
Dalam pelaksanaan hukum Allah antara lain melaksanakan semua rukun Islam seperti disebutkan di atas. Dengan demikian, syahadat mempunyai keterkaitan yang erat dengan rukun Isla yang lain dan rukun iman yang enam.
Syahadat memang diucapkan dengan lisan, tapi harus ditashdiqkan (dibenarkan) dalam hati dan dibuktikan dengan amaliah atau ibadah.
Dari penjelasan tersebut terlihat jelas bahwa iman (keimanan) dan amalan ibadah mempunyai hubungan yang erat sekali.
Hubungan erat antara keduanya sehingga dalam Al-Quran penyebutan amanu (beriman) selalu diikuti dan tak terpisahka dengan lafal wa’amilus salihat (dan melakuakan amal saleh).
Lebih dari itu, antara keimanan dan ibadah terdapat pula hubungan kausalitas (sebab akibat) Makin tebal frekuensi ibadahnya.
Makin baik dan makin sempurna ibadah yang telah dilakukan seseorang, maka makin mantap pula keimanan dalam dirinya.
Pelaksanaan ibadah seseorang yang dilandasi oleh keimanan yang terdapat dalam dada seorang mukmin dapat memberikan dampak positif terhadap sikap dan perilaku seorang muslim.
Sebagaimana difirmankan Allah dalam Al-Quran:
ุงُุชُْู ู َุงٓ ุงُْูุญَِู ุงََِْููู ู َِู ุงِْููุชٰุจِ َูุงَِูู ِ ุงูุตَّٰููุฉَۗ ุงَِّู ุงูุตَّٰููุฉَ ุชَْٰููู ุนَِู ุงَْููุญْุดَุงุۤกِ َูุงْูู َُْููุฑِ ََููุۗฐِْูุฑُ ุงِّٰููู ุงَْูุจَุฑُ َูุۗงُّٰููู َูุนَْูู ُ ู َุง ุชَุตَْูุนَُْูู
Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Ankabut: 45).
Ayat ini menegaskan, orang yang melaksanakan salat akan menjauhi diri dari perbuatan jahat dan mungkar. Ini tentu apabila salat tersebut dilaksanakan dengan baik dan benar yang disertai dengan penuh keimanan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala.
Salat yang dilaksanakan dengan keimanan akan mendekatkan jiwa seseorang kepada Allah. Kedekatan ini melahirkan persaan dan keyakinan bahwa ia selalu diperhatikan dan diawasiNya. Karena itu, ia tidak melakukan perbuatan keji dan mungkar.
Seorang muslim harus tunduk dan patuh lahir batin terhadap syariat yang telah digariskan oleh Allah Karena didalam hatinya tertanama suatu kepercayaan (keimanan) yang kuat. Tidak mungkin seseorang tunduk dan patuh kalau ia tidak percaya.
Kepercayaan (keimanan) itu tidak terwujud manakala ia tidak tunduk dan patuh dengan sebenar-benarnya. Maka sebenarnya sifat muslim dan mukmin tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya,karena keduanya sangat erat hubunannya dan saling mempengaruhi.
Orang yang rajin beribadat dan selalu mengabdikan dirinya kepada Allah, imannya akan bertambah kuat dan mantap, sehingga tidak ada satupun dapat dipengaruhi dan mengoyahkan keimanan yang terdapat di dadanya.
Dengan kata lain,makin tebal imannya seseorang, makin baik dan tinggi nilai ibadahnya. Makin banyak dan baik ibadah seseorang maka makin kokoh imannya.
Sebaliknya, makin berkurang iman seseorang makin berkurang pula frekuensi ibadahnya, dan makin berkurang ibadahnya, maka makin longgarlah iman seseorang.
Kaitan Iman Dengan Akhlak
Dalam masyarakat, istilah moral(etika) sering digunakan sebagai pengganti dari kata kepribadian. Pribadi berarti manusia perorangan, diri manusia.
Kepribadian dalam arti psikologis mengandung makna yang luas, meliputi segala aspek kehidupan seseorang dan keseluruhan kualitas dirinya yang dapat diperhatikan pada cara berbuat, berpendapat, bersikap, berminat, berfalsafah dan sebagainya.
Kepribadian ialah organisasi-organisasi dinamis dalam individu dalam sistem psikofisis yang menuntunkan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Kepribadian mempunyai sifat yang selalu berkembang dan kerjanya meliputi tubuh dan jiwa serta mempunyai cirri khas satu sama lain dalam penyesuain diri terhadap lingkungannya.
Pembentukan kepribadian bukanlah sutu proses yang berlangsung cepat, melainkan memakan waktu yang cukup panjang.
Ia berproses dalam pribadi manusia sejak pribadi itu masih berada dalam kandungn dan berkembang terus setalah ia dilahirkan.
Karena itulah Islam mengajarkan kepada setiap manusia (wanita) yang sedang mengandung untuk banyak berdo’a dan mengingat Allah.
Seorang anak lahir dari kandungan ibunya maka orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental seorang anak.
Sebab itulah dalam ajarang islam ditekankan bagi orang tua untukmemperhatikan pendidikan dan perkembangan kepribadian terhadap anaknya.
Sejak dahulu masalah moral mendapat perhatian dari Tuhan dengan mengutus beberapa Nabi dan Rasul untuk membimbingnya.
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa sallam diutus oleh Allah juga membawa misi utama untuk memperbaiki akhlak (moral) manusia, sebagai sabdanya: “Sesungguhnya saya diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak .”
Untuk membentuk kepribadian yang berakhlak yang dibantengi dengan ketaqwaan kepada Allah, harus dimulai dari lingkungan keluarga dan dilakukan sedini mungkin sesuai dengan tingkat dan perkemabangan kemampuan anak.
Kepribadian yang hendak dicapai dalam ajaran islamadalah ketaqwaan. Karena itu, setiap proses pembentukan kepribadian harus diorientasikan kepada ketaqwaan tersebut.
Taqwa yang dimaksud disini ialah taqwa dalam arti luas, tidak hanya menyangkut keimanan dan ibadah ritual saja, tetapi juga menyangkut hubungan atara sesama manusia dan lingkungannya termasuk masalah kemasyarakatan dan kenegaraan.
Pembentukan kepribadian taqwa berkaitan erat dengan tauhid. Penenaman tauhid yang baik dan benar kepada anak sangat menentukan terwujudnya kepribadian yang taqwa.
Sebagai pengaruh dari semangat tauhid antaranya:
1. karena tauhid merupakan fondasi yang diatasnya berdiri bangunan-bangunan perikehidupan manusia, termasuk kepribadiannya.
Semakin kokoh dan kuatnya tauhid, maka semakin baik dan sempurna pula kepribadian taqwa seseorang.
2. Karena tauhid merupakan aspek batin yang memberikan motivasi dan arah bagi perkembangan kepribadian manusia.
Tauhid yang baik dan benar bagi kepribadian manusia akan mengarahkan potensi jiwa dan semangat ke arah yang positif.
3. Karena tauhid dapat menjelmakan suatu perbuatan manusia yang bertaqwa.
Bagi seorang muslim, usaha yang paling penting dan utama untuk menuju mental yang sehat adalah memantapkan,menguatkan, dan mengokohkan akidah yang ada dalam dirinya.
Sebab, dengan akidah yang kuat,kokoh dan mantap, jiwanya akan selalu stabil, pikiran tetap tenang, dan emosinya terkendali.
Untuk memperoleh akidah yang kuat dan kokoh tersebut, seseorang harus memperoleh pendidikan akidah yang baik,intensif, dan benar.
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, pendidikan akidah yang paling utama adalah lingkungan keluarga,baru kemudian sekolah dan masyarakat.
Peranan akidah islamiyah memberikan ketenangan dan penghormatan dari pihak lain, misalnya, saran atau pendapanya selalumenjadi tumpuan orang lain, dalam kesulitan atau kesusahan ia mendapatkan bantuan dan pertolongan, jika ia berkerja dikantor ia disegani bawahan dan diperhatikan atasan, dan sebagainya.
Bilamana hal tersebut dapat terpenuhi ia sangat senang dan gembira. Jika terjadi sebaliknya keseimbangan mentalnya akan terganggu.
Dalam dirinya mungkin muncul perasaan yang bukan-bukan seperti rasa dibenci,tidak dsenangi orang, dimusuhi, atau rasa dikucilkan.Akidah Islam mengajarkan bahwa Allah Subhanahu wa ta'ala sangat memperhatikan hamba-hambanya. Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Hambahambanya tidak pernah ditinggalkan apalagi jika hamba itu selalu berusaha mendekatkan diri kepada dengan melaksanakan perrintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya.
Lebih dari itu akidah Islam juga mengajarkan bahwa segala sesuatu akan kembali kepada Allah, dan segala sesuatu adalah milik Allah.
Pada hakikatnya pujian, cinta kasih, perhatian dan sebagainya adalah untuk dan karena Allah, sekalipun seluruh umat manusia tidak ada yang memperhatikan, mempedulikan, mencintai atau mengasihi, bahkan tidak mau menyembahNya, Allah akan selalu memperhatikan, mempedulikan, mencintai dan mengasihinya.
Manakala akidah atau tauhid semacam ini tertanam kuat dalam diri seseorang, maka mentalnya akan kuat dan tangguh.
Ia akan sulit untuk ditaklukkan atau tergoda oleh berbagai perhatian, cinta kasih akan muncul dan kepedulian terhadap orang lain akan tumbuh dalam batinnya.
Baginya yang terpenting adalah mendapat perhatian dan cinta kasih dari Allah Subhanahu wa ta'ala diikuti dengan berbgaia perbuatan positif dan baik, lalu iapun dengan mudah mengabdi dalam lingkungannya untuk kebaikan masyarakat maupun bagi lingkungannya.
Sikap dan perbuatan positif yang lahir dari perilakunya yang didasari oleh mental akidah yang kuat, akan membawa pengaruh positif pula bagi dirinya, kemudian dengan sendirinya akan muncul kasih sayang dan kepedulian terhadap orang lain tanpa rekayasa.
0 Response to "Mengenal Akidah Islam Dan Penamaannya"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak