Meridhoi Takdir Untuk Mencapai Ridho Allah
Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiaplangkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya.
Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.
Seorang muslim wajib baginya mengimani perkara-perkara yang telah diberikan kepadanya berupa rukun iman.
Seorang muslim yang baik bukan hanya mempercayai saja namun jug mengamalkan dari setiap bagian rukun iman yakni:
- Iman Kepada Allah,
- Iman Kepada Malaikat,
- Iman Kepada Kitab-kitab Allah,
- Iman Kepada Rasul,
- Iman Kepada Hari Akhir dan
- Iman Kepada Qodho dan Qodar.
Pada realitanya, sebagian manusia lupa dan lalai akan kewajibannya mempercayai hal yang sudah pasti tersebut.
Manusia yang tersesat bisa saja melupakan Tuhannya dengan meniadakan Allah di setiap nafas hidupnya.
Manusia bisa saja melupakan iman kepada malaikat dan hari akhir karena hati yang tersesat dengan tidak mempercayai suatu hal yang ghaib.
Manusia bisa saja melupakan iman kepada kitab-kitab Allah, dan Rasul Allah. Namun manusia tidak bisa menghindari dari Qodho dan Qodar Allah.
Oleh karena itu, seorang muslim akan dimintai pertanggungjawaban dari setiap perbuatan yang dikerjakannya.
Pengertian Qodho dan Qodar
Takdir atau lebih lengkapnya Qodho dan Qodar memiliki unsur ikatan kesinambungan.
Qodar berarti ketika Allah telah menetapkan sesuatu akan terjadi pada waktunya dan Qodho adalah tibanya masa ketika ketentuan yang telah ditetapkan terjadi.
Oleh karenanya, Qodar yakni suatu ketetapan Allah berlaku terhadap segala sesuatu sejak zaman azali serta Qodho adalah pelaksanaan Qodar ketika terjadi. (Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd,2007)
Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa sallam berkata:
ุฃَْู ุชُุคْู َِู ุจِุงِููู َูู َูุงَุฆَِูุชِِู َُููุชُุจِِู َูุฑُุณُِِูู َูุงَْْูููู ِ ุงูุขุฎِุฑِ َูุชُุคْู َِู ุจِุงَْููุฏَุฑِ ุฎَْูุฑِِู َูุดَุฑِِّู
"Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, dan kamu beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk." (HR. Muslim no. 8)
Semua yang terjadi di dunia ini sudah menjadi ketetapan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala seperti adanya pergantian siang dan malam, adanya alam yang indah, sebaliknya adanya hal-hal yang ditetapkan seperti bencana alam, musibah dan lain sebagainya.
Begitu pula adanya perbedaan keadaan manusia, Allah menciptakan manusia dengan bermacam ragam, ada wujud yang sempurna atau kurang sempurna.
Adapun Allah mengatur setiap kebutuhan manusia dan menempatkan kondisi manusia dalam berbagai macam hal yang berbeda.
Karena yang sedemikian itu adalah sebuah ketentuan yang sudah pasti baik adanya dan seharusnya manusia juga mampu mengimani sampai sedalam itu.
Manusia dan Takdir
Hadits di atas menyebutkan takdir baik maupun buruk, oleh karena itu, manusia senantiasa mampu menyiapkan diri dan mental untuk menyambut bukan hanya suatu ketetapan yang diberikan kepada manusia dalam keadaan baik saja,
Namun juga manusia mampu mempersiapkan dalam keaadaan buruk juga. Manusia akan lebih mudah menerima jika dirinya diberi keadaan takdir yang baik seperti mendapatkan rezeki yang melimpah dan lain sebagainya.
Namun, manusia akan susah menerima takdir baginya dalam keadaan buruk atau sebagai musibah dan cobaan. Karenanya sering kali manusia frustasi dan menempatkan prasangka buruk kepada takdir yang telah Allah berikan kepadanya.
Sejatinya manusia mampu membuat rencana yang hebat. Mampu merencanakan untuk mencapai kepentingan dan tujuannya dengan detail dan rinci.
Akan tetapi, sebagus-bagusnya rencana manusia ketika Allah tidak meridhoi rencana itu terjadi manusia mampu berbuat apa. Mau tidak mau kita harus menerima apapun yang terjadi dalam hidup kita baik ataupun buruk.
Sehingga kita seringkali tidak menerima keadaan dan seringkali menyalahkan takdir Allah yang salah terhadap dirinya. Manusia mulai merasa bahwa nikmat yang diberikan Allah adalah suatu ketidak adilan.
Musibah bisa saja menimpa kepada siapa saja terserah kehendak Allah. Misalnya, ketika seorang pedagang yang berjualan dari siang sampai malam, dirinya telah bekerja keras serta mempunyai perhitungan bahwa ketika hari itu akan sangat ramai,
Namun karena hujan lebat seharian alhasil pelanggan yang datang hanya sebanyak hitungan jari. Hal yang terjadi adalah pedagang tersebut tidak bisa menolak dari takdir yang demikian. Takdir yang demikian seringkali membuat kita jauh akan syukur kepada Allah.
Adapula perencanaan manusia yang telah merencanakan dan mempersiapkan tentang jodoh. Pada suatu hari, ada sepasang calon pengantin yang telah saling mengenal dengan cara ta’aruf sehingga mendapatkan keinginan yang sama yakni melangsungkan ke jenjang pernikahan.
Keduanya telah merencanaka dengan matang apa saja yang diperlukan untuk melangsungkan pernikahannya. Undangan telah dicetak dan disebar luaskan, gedung pernikahan telah dipersiapkan, kedua belah pihak keluarga telah saling mempersiapkan kostum dan hari pelaksanaan dengan matang.
Semua hal tersebut menurut renananya akan berjalan dengan sangat lancar dan baik, tidak akan ada suatu hal yang mampu menghentikan rencana mulia mereka.
Akan tetapi pada hari berlangsungnya akad pernikahan, mempelai pria mengalami musibah kecelakaan dengan satu mobil rombongannya menuju lokasi pernikahan. Allah pun berkehendak lain, kecelakaan tersebut mengakibatkan meninggal dunia calon mempelai suaminya.
Hal-hal di atas seringkali membuat manusia akan merasa bahwa dunia tidak adil, takdir Allah tidak bagus dan merasa garis hidupnya tidak jelas.
Namun akan tiba saatnya manusia akan menyadari apa yang telah direncanakan oleh Allah adalah suatu hal yang terbaik bagi hidupnya.
Tidak sedikit juga di antara banyak manusia yang memiliki hati yang tangguh dengan mampu menerima dan selalu bersyukur dengan semua apa yang telah Allah tetapkan.
Rodhiatan Mardiyatan
Kebanyakan muslim ketika ditanyai apa yang mereka cari dalam hidup ini? Mereka selalu menjawab mencari ridho Allah, karena mereka ingin mendapat ridho dari Allah.
Akan tetapi hal yang sebenarnya bahwa ridho Allah bukan untuk diminta dan dicari tetapi untuk mereka lakukan.
Karena subjek utama ridho Allah adalah diri mereka sendiri yang harus ridho kepada Allah bahwa kemudian Allah ridho adalah hal yang otomatis. Karena tidak mungkin kalau mereka ridho dengan takdir Allah lalu Allah tidak meridhoi.
Rumus sederhana di puncak firman-firman Allah dengan siapa yang dipanggil Allah untuk memasuki hilir kemesraan cinta dengan Allah.
Siapa yang kompatibel terhadap cinta Allah, karena unsur kompatibelnya adalah Rodhiatan Mardiyah. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
َูุง ุฃََّูุชَُูุง ุงَّْูููุณُ ุงْูู ُุทْู َุฆَِّูุฉُ ู ุงุฑْุฌِุนِู ุฅَِٰูู ุฑَุจِِّู ุฑَุงุถَِูุฉً ู َّุฑْุถَِّูุฉً
Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. (Q.S.al-Fajr [89]: 27-28)
Dari dalil di atas menyebutkan bahwa semua manusia di muka bumi ini bisa jadi Allah meridhoi dan menerima amalan kita bisa jadi tidak, kecuali beberapa orang yang dijamin masuk surga oleh Allah seperti Rasulullah.
Selain itu, semua manusia di dunia ini kedudukannya sama di mata Allah. Oleh karena itu, kita tidak usah sibuk mencari ridho Allah, akan tetapi kitalah yang harus terus menerus ridho kepada Allah karena rumusnya adalah Rodhiatan Mardiyah bukan terbalik Mardiyatan Rodhiah.
Jadi kitalah yang harus memastikan setiap saat ridho kepada apapun saja yang Allah tentukan untuk kita, jika kita ridho dan terus ridho efeknya pasti diridhoi oleh Allah.
Hal yang disebut kita ridho kepada Allah adalah ridho kepada setiap aplikasi Allah dalam hidup kita. Misalnya jantung kita berdetak menandakan bahwa Allah mempunyai urusan dengan jantung kita dan kita harus ridho dengan nikmat demikian. Sebagaimana pohon, binatang dan alam itu adalah 100% ekspresi dari ridho.
Oleh karena itu, temukanlah ridho karena manusia adalah makhluk yang diberi akal untuk mengambil jalan dari kehidupan maka setiap hari manusia harus menemukan yang mana saja dari perilaku kita hari ini yang diridhoi Allah dan mana saja yang tidak dirihoi.
Termasuk yang mana perilaku kita yang mencerminkan ridho kepada Allah dan mana yang tidak itulah ukuran hidup.
Seharusnya kita ridho berlangsung di setiap saat dalam hidup kita. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak berdiri di fakta hidupnya, tidak berdiri di kenyataan hidupnya mereka berdiri di harapannya saja. Maka yang akan terjadi adalah akan selalu merasa kurang apa yang di dapat dari hidupnya.
Namun jika kita ikhlas berpijak ditempat dan momentum yang Allah beri serta dengan meridhoi apa yang telah Allah karuniai kita sampai saat ini dengan posisi dan keadaan bagaimanapun. Maka ridho Allah akan menyertai keikhlasan kita untuk melangsungkan kehidupan kita.
Kesimpulan pada pembahasan Rodhiatan Mardiyatan adalah ketika umat muslim di dunia ini telah mengaplikasikan ridho untuk diridhoi,
Maka akan terciptanya hati yang senantiasa ikhlas kepada setiap ketentuan yang Alah berikan. Serta kita menjadi hamba Allah yang insyaAllah dimuliakan Allahkarena mendapatkan ridho Allah.
Semoga kita semuanya menjadi hamba Allah yang pandai bersyukur atas ni’mat Allah dengan segala takdir-Nya.
0 Response to "Meridhoi Takdir Untuk Mencapai Ridho Allah"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak