Adab Ketika Sakit
Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiaplangkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya.
Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.
1. Sabar dan ridha atas ketentuan Allah, serta berbaik sangka kepada-Nya
Dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
ุนَุฌَุจًุง ِูุฃَู ْุฑِ ุงْูู ُุคْู ِِู، ุฅَِّู ุฃَู ْุฑَُู َُُّููู َُูู ุฎَْูุฑٌ ََْูููุณَ ุฐَุงَู ِูุฃَุญَุฏٍ ุฅِูุงَّ ِْููู ُุคْู ِِู، ุฅِْู ุฃَุตَุงุจَุชُْู ุณَุฑَّุงุกُ ุดََูุฑَ ََููุงَู ุฎَْูุฑٌ َُูู، َูุฅِุฐَุง ุฃَุตَุงุจَุชُْู ุถَุฑَّุงุกُ ุตَุจَุฑَ ََููุงَู ุฎَْูุฑٌ َُูู
“Sungguh, menakjubkan urusan orang yang beriman. Sesungguhnya semua urusannya baik baginya, dan sikap ini tidak dimiliki kecuali oleh orang yang mukmin. Apabila kelapangan hidup dia dapatkan, dia bersyukur; hal itu kebaikan baginya. Apabila kesempitan hidup menimpanya, dia bersabar; hal itu juga baik baginya.” (HR. Muslim)
Dari Jabir radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
ูุงَ َูู ُูุชََّู ุฃَุญَุฏُُูู ْ ุฅِูุงَّ ََُููู ُูุญْุณُِู ุงูุธََّّู ุจِุงِููู ุชَุนَุงَูู
“Janganlah salah seorang di antara kalian mati kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah subhanahu wa ta’ala.” (HR. Muslim)
3. Jika sakitnya bertambah parah atau tidak kunjung sembuh, dia tidak boleh mengharapkan kematian
Dari Anas radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
ูุงَ َูุชَู ََََّّููู ุฃَุญَุฏُُูู ْ ุงْูู َْูุชَ ِูุถُุฑٍّ ุฃَุตَุงุจَُู، َูุฅِْู َูุงَู ูุงَ ุจُุฏَّ َูุงุนًِูุง ََُْْููููู
“Janganlah salah seorang kalian mengharapkan kematian karena musibah yang menimpanya. Apabila memang harus melakukannya, hendaknya dia berdoa,
ุงَُّูููู َّ ุฃَุญِِْููู ู َุง َูุงَูุชِ ุงْูุญََูุงุฉُ ุฎَْูุฑًุง ِูู َูุชَََِّูููู ุฅِุฐَุง َูุงَูุชِ ุงََْูููุงุฉُ ุฎَْูุฑุงً ِูู
‘Ya Allah, hidupkanlah aku apabila kehidupan itu adalah kebaikan bagiku. Wafatkanlah aku apabila kematian itu adalah kebaikan bagiku’.” (Muttafaqun alaih)
4. Segera menyelesaikan tanggungan kewajiban
Apabila dirinya mempunyai kewajiban (seperti utang, pinjaman, dll.), amanah yang belum dia tunaikan, atau kezaliman terhadap hak orang lain yang pernah dia lakukan, hendaknya dia bersegera menyelesaikannya dengan yang bersangkutan, apabila memungkinkan.
Apabila tidak memungkinkan, karena jauh tempatnya, belum ada kemampuan, atau sebab lainnya, hendaknya dia berwasiat (kepada ahli warisnya) dalam urusan tersebut.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
َููฑَّูุฐَِูู ُูู ۡ ِูุฃَู ََٰٰูุชِِูู ۡ َูุนَูุۡฏِِูู ۡ ุฑَٰุนَُูู
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (al-Mu`minun: 8)
Dari Abu Huraiah radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
ู َْู َูุงَูุชْ ุนِْูุฏَُู ู َุธَْูู َุฉٌ ِูุฃَุฎِِْูู ู ِْู ุนِุฑْุถِِู ุฃَْู ู ِْู ุดَْูุกٍ ََْูููุชَุญََُّْููู ู ُِْูู ุงَْْูููู َ َูุจَْู ุฃَْู ูุงَ ََُูููู ุฏَِْููุงุฑٌ َูุฏِุฑَْูู ٌ، ุฅِْู َูุงَู َُูู ุนَู ٌَู ุตَุงِูุญٌ ุฃُุฎِุฐَ ู ُِْูู ุจَِูุฏْุฑِ ู َุธَْูู َุชِِู، َูุฅِْู َูู ْ َُْููู َُูู ุญَุณََูุงุชٌ ุฃُุฎِุฐَ ู ِْู ุณَِّูุฆَุงุชِ ุตَุงุญِุจِِู َูุญُู َِู ุนََِْููู
“Barang siapa berbuat kezaliman terhadap saudaranya, baik pada harga dirinya maupun hal lain, hendaknya dia minta agar saudaranya menghalalkannya (memaafkannya) pada hari ini, sebelum (datangnya hari) yang tidak ada dinar dan dirham. Apabila dia memiliki amal saleh, akan diambil darinya sesuai dengan kadar kezalimannya (lalu diberikan kepada yang dizaliminya). Apabila dia tidak memiliki kebaikan-kebaikan, akan diambil dari kejelekan orang yang dizalimi lalu dipikulkan kepadanya.” (HR. al-Bukhari)
Jabir radhiallahu anhu berkata,
َูู َّุง ุญَุถَุฑَ ุฃُุญُุฏٌ ุฏَุนَุงِูู ุฃَุจِู ู َِู ุงَِّْูููู ََููุงَู: ู ุงَ ุฃُุฑَุงِูู ุฅِูุงَّ ู َْูุชُููุงً ِูู ุฃََِّูู ู َْู ُْููุชَُู ู ِْู ุฃَุตْุญَุงุจِ ุงَّููุจِِّู ุตََّูู ุงُููู ุนَََْููู َูุณََّูู َ َูุฅِِّูู ูุงَ ุฃَุชْุฑُُู ุจَุนْุฏِู ุฃَุนَุฒَّ ุนَََّูู ู َِْูู ุบَْูุฑَ َْููุณِ ุฑَุณُِูู ุงِููู ุตََّูู ุงُููู ุนَََْููู َูุณََّูู َ َูุฅَِّู ุนَََّูู ุฏًَْููุง َูุงْูุถِ َูุงุณْุชَْูุตِ ุจِุฅِุฎَْูุชَِู ุฎَْูุฑًุง. َูุฃَุตْุจَุญَْูุง ََููุงَู ุฃَََّูู َูุชٍِูู
“Pada malam hari sebelum terjadi Perang Uhud, ayahku memanggilku. Dia berkata, ‘Tidak aku kira kecuali aku akan terbunuh pada rombongan yang pertama terbunuh di antara para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Sesungguhnya aku tidak meninggalkan setelahku orang yang lebih mulia darimu, kecuali Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Sesungguhnya aku mempunyai utang, tunaikanlah. Nasihatilah saudara-saudaramu dengan baik.’
Tatkala masuk pagi hari, dia termasuk orang yang pertama terbunuh.” (HR. al-Bukhari)
6. Berwasiat agar jenazahnya diurus dan dikuburkan sesuai dengan tuntunan As-Sunnah
Syaikh al-Albani rahimahullah berkata dalam kitab Ahkamul Jana`iz (hlm. 17-18),
“Adat kebiasaan yang dilakukan mayoritas kaum muslimin pada masa ini adalah bid’ah dalam urusan agama, lebih-lebih dalam masalah jenazah.
Karena itu, termasuk perkara yang wajib adalah seorang muslim berwasiat (kepada ahli warisnya) agar jenazahnya diurus dan dikuburkan sesuai dengan As-Sunnah.
Hal ini dalam rangka mengamalkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
َٰูุٓฃََُّููุง ูฑَّูุฐَِูู ุกَุงู َُููุงْ ُููุٓงْ ุฃَُููุณَُูู ۡ َูุฃَُِูููููۡ ۡ َูุงุฑًุง
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (at-Tahrim: 6)
Oleh karena itulah, para sahabat radhiallahu anhum mewasiatkan hal tersebut. Atsar-atsar dari mereka (dalam hal ini) banyak sekali. Di antaranya:
Dari Amir bin Sa’d bin Abi Waqqash
Ayahnya (yakni Sa’d bin Abi Waqqash radhiallahu anhu) berkata ketika sakit yang mengantarkan kepada wafatnya,
ุฃَْูุญِุฏُูุง ِูู َูุญْุฏًุง َูุงْูุตِุจُูุง ุนَََّูู َูุตْุจًุง ุงَّููุจَِู َูู َุง ุตُِูุนَ ุจِุฑَุณُِูู ุงِููู ุตََّูู ุงُููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ
“Buatlah liang lahat untukku dan tegakkanlah atasku bata sebagaimana dilakukan demikian kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.”
Dari Abu Burdah
Ayahnya (yaitu Abu Musa radhiallahu anhu) berwasiat ketika hendak meninggal,
๐ Jangan mengikutkan (jenazahku) dengan bara api.
๐ Sungguh, jangan kalian membuat sesuatu yang akan menghalangiku dengan tanah.
๐ Janganlah membuat bangunan di atas kuburku.
Mereka bertanya, “Apakah engkau mendengar sesuatu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang hal itu?”
Beliau menjawab, “Ya, dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.” (HR. Ahmad 4/397, al-Baihaqi 3/395, dan Ibnu Majah; sanadnya hasan)
An-Nawawi rahimahullah berkata dalam kitab al-Adzkar,
“Disunnahkan baginya dengan kuat untuk berwasiat kepada mereka (ahli waris) agar menjauhi adat kebiasaan berupa bid’ah dalam pengurusan jenazah. Hal itu dikuatkan (dengan wasiat).”
0 Response to "Adab Ketika Sakit"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak