Asyuro, Antara Tuntunan Nabi ﷺ Dan MempertahankanTradisi
Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiaplangkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya.
Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman
Al-Muharram merupakan bulan pertama di dalam kalender hijriah, Al-Muharram juga merupakan salah satu bulan Al-Haram diantara 4 bulan Al-Haram yang lain. Nabi Muhammad ﷺ menyebutkan bahwa puasa pada bulan Al-Muharram merupakan puasa paling utama setelah puasa wajib di bulan Ramadhan. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
"Puasa paling utama setelah puasa Ramadhan adalah (Puasa pada) bulannya Allah Al-Muharram, dan shalat paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam(tahajjud)." (HR. Muslim: 1163)
Dan diantara perkara yang istimewa yang terdapat dalam bulan Al-Muharram adalah keberadaan hari yang mulia lagi penuh keberkahan, yakni hari Asyuro. Tentang hari itu, shahabat Abu Qotadah Al-Anshory رضي الله عنه pernah menyatakan; Bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang puasa pada hari Asyuro, maka Rasulullah ﷺ mengatakan:
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
"(Puasa tersebut) mampu menghapus (dosa-dosa kecil) pada satu tahun sebelumnya." (HR. Muslim: 1162)
Meskipun dosa kecil, jangan pernah kita remehkan! Demi Allah, kita tak akan mampu menahan dari merasakan betapa pedihnya siksa Allah, meski hanya siksaan yang paling rendah tingkatannya sekalipun. Dan tentunya kita tidaklah akan mampu menghitung betapa banyak dosa kita selama satu tahun. Sungguh keutamaan yang begitu agung dapat kita raih dengan hanya melaksanakan puasa sehari saja.
Ibnu Abbas رضي الله عنهما pun pernah menceritakan; "Bahwa tatkala Nabi ﷺ sampai di Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi melaksanakan puasa Asyuro. Maka beliau ﷺ menanyakan, 'Apa ini?'. Kaum Yahudi pun menjawab:
هذا يَوْمٌ صَالِحٌ هذا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِي إسْرَائِيلَ مِن عَدُوِّهِمْ، فَصَامَهُ مُوسَى،
"Ini adalah hari yang baik, padanya Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka. Maka Nabi Musa pun berpuasa pada hari itu."
Maka Rasulullah ﷺ bersabda,
'Maka aku lebih berhak bersama Musa dibandingkan kalian.' Maka beliaupun berpuasa pada hari itu, dan memerintahkan (para shahabat) untuk berpuasa." (HR. Al-Bukhori: 2004)
▪️ Hari Asyuro Ternodai Oleh Tradisi
Hari Asyuro memanglah hari penuh keutamaan. Namun yang perlu ditekankan, keutamaan tersebut hanyalah dapat diraih dengan mengikuti tuntunan Nabi kita ﷺ semata. Apa yang beliau tuntunkan? Ya, beliau hanya memberikan tuntunan untuk menunaikan ibadah puasa saja, bukan selainnya.
Adapun melakukan perayaan khusus di hari tersebut, maka ini tidak ada asalnya sama sekali dalam agama Islam. Terlebih perayaan tersebut dipenuhi dengan berbagai bentuk ratapan, isak tangis, apalagi menyiksa diri demi mengenang terbunuhnya cucu Nabi ﷺ. Semuanya itu merupakan kemungkaran yang menyelisihi ajaran agama Islam yang murni. Rasulullah ﷺ bersabda,
اثْنَتَانِ فِي النَّاسِ هُمَا بِهِمْ كُفْرٌ؛ الطَّعْنُ فِي النَّسَبِ وَالنِّيَاحَةُ عَلَى الْمَيِّتِ
“Dua hal ada pada manusia, dengan keduanya mereka terjebak dalam kekufuran: mencela nasab dan meratap mayit.” (HR. Muslim)
Cinta kepada keturunan Nabi merupakan akidah Ahlussunnahwaljama'ah. Namun semuanya itu harus berlandaskan syariat Islam, jika bertentangan maka syariat Islamlah yang harus dijadikan patokan!
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله menyebutkan tentang keadaan orang-orang yang melakukan perayaan pada hari itu:
"Manusia terbagi menjadi dua dengan sebab keberadaan hari ini, yakni Asyuro. Yang mana saat itu terbunuh Al-Husein. Maka sekte Syi'ah menjadikan hari tersebut sebagai hari berkumpul serta duka cita. Diselenggarakan padanya berbagai kemungkaran, yang mana tidaklah pernah dikerjakan hal tersebut kecuali oleh orang-orang yang paling dungu serta orang-orang yang paling sesat. Dan kaum(yang lainnya), mereka menjadikan hari tersebut sama kedudukannya dengan hari Id. Maka pada hari itu mereka membagi-bagikan nafkah, makanan serta pakaian. Pada hari itu mereka menyampaikan riwayat-riwayat hadits palsu, seperti perkataan:
«مَنْ وَسَّعَ عَلَى أَهْلِهِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ»
'Barangsiapa yang melapangkan (kebutuhan) keluarganya ketika hari Asyuro, maka Allah akan melapangkannya di sepanjang tahunnya.'
Hadits ini adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi. Berkata Harb Al-Kirmany: Ahmad bin Hambal ditanya tentang hadits ini, maka beliau menjawab: 'Hadits ini tidak ada asalnya." ( Minhajus Sunnah An-Nabawiyyah Hal. 148-149, Jilid 8 )
Beliaupun menyebutkan,
وَلَا رَيْبَ أَنَّ هَذَا أَظْهَرَهُ بَعْضُ الْمُتَعَصِّبِينَ عَلَى الْحُسَيْنِ، لِيُتَّخَذَ يَوْمُ قَتْلِهِ عِيدًا، فَشَاعَ هَذَا عِنْدَ الْجُهَّالِ الْمُنْتَسِبِينَ إِلَى السُّنَّةِ،
"Dan tidak diragukan lagi bahwa hal ini telah dimunculkan oleh sebagian dari orang-orang yang fanatik terhadap Al-Husain, dengan menjadikan hari terbunuhnya beliau sebagai suatu perayaan. Maka jadilah hal ini tersebar luas diantara orang-orang jahil yang menyandarkan diri kepada As-Sunnah." (Minhajus Sunnah An-Nabawiyyah Hal. 149, Jilid 8 )
Demikianlah, tatkala perasaan dijadikan sebagai acuan dalam beragama. Yang ada hanyalah menimbulkan kerusakan saja. Tak ada lagi penghormatan terhadap sunnah Nabi. Semuanya diterjang demi satu ambisi, menjaga tradisi. Inilah salah satu dampak buruk terbesar dari kebid'ahan, yang telah diperingatkan oleh para ulama jauh-jauh hari. Diantaranya seorang Tabi'in Hasan bin Athiyyah رحمه الله,
مَا ابْتَدَعَ قَوْمٌ بِدْعَةً فِي دِينِهِمْ إِلَّا نَزَعَ اللَّهُ مِنْ سُنَّتِهِمْ مِثْلَهَا ثُمَّ لَا يُعِيدُهَا إِلَيْهِمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
"Tidaklah suatu kaum melakukan perkara yang baru dalam urusan agama mereka, kecuali Allah akan mencabut suatu sunnah yang semisal dari mereka. Kemudian Allah tidak akan mengembalikannya kepada mereka hingga hari kiamat." (Sunan Ad-Darimy Hal. 231)
0 Response to "Asyuro, Antara Tuntunan Nabi ﷺ Dan MempertahankanTradisi"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak