Khutbah Jumโat dan Adab-Adab Khatib
Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiaplangkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya.
Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.
Dalam penjelasan al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah sebelumnya disebutkan bahwa khutbah adalah syarat sahnya Jumโatan karena tidak pernah dinukil dari Nabi Shallallahu โalaihi wasallam bahwa beliau shalat Jumโat tanpa didahului oleh dua khutbah.
Khutbah Jumโat adalah bagian dari zikir yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wataโala dalam surat al-Jumuโah dan Allah Subhanahu wataโala memerintah kita untuk bersegera mendatanginya.
Khutbah juga momen yang sangat tepat untuk menjelaskan perkara agama karena saat itu kaum muslimin berkumpul pada sebuah tempat atau kampung yang tidak seperti hari-hari biasa.
Membuat Mimbar
Disyariatkan berkhutbah di atas mimbar seperti yang dilakukan Rasulullah Shallallahu โalaihi wasallam. Di antara hikmah berkhutbah di atas mimbar adalah memudahkan makmum untuk melihat khatib dan mendengarkan khutbahnya. (Fathul Bari 2/400)
Waktu Azan Jumโat
Al Imam Al Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari as-Saib bin Yazid bahwa ia berkata, โAdalah azan Jumโat awalnya apabila imam sudah duduk di atas mimbar di masa Rasulullah Shallallahu โalaihi wasallam, Abu Bakr dan Umar radhiyallahu โanhuma. Ketika di masa Utsman radhiyallahu โanhu -dan manusia telah banyak- Utsman menambahkan azan yang ketiga di Zaura.[1]โ (HR. al-Bukhari no. 912)
Yang dimaksud dengan tiga azan di sini adalah azan pertama sebelum Utsman keluar untuk khutbah, azan kedua adalah ketika beliau sudah duduk di atas mimbar, dan azan yang ketiga adalah iqamah. Jadi, iqamah juga dinamakan azan.
Al-Imam asy-Syafiโi rahimahullah berkata, โSaya menyukai untuk dikumandangkan azan pada hari Jumโat ketika imam (khatib) telah masuk masjid dan duduk di tempat ia berkhutbah (mimbar)โฆ. Apabila imam telah melakukan hal itu, muazin memulai mengumandangkan azan. Apabila telah selesai azan, imam berdiri menyampaikan khutbahnya, tidak lebih dari itu.โ
Asy-Syafiโi rahimahullah lalu menyebutkan hadits as-Saib bin Yazid di atas kemudian berkata, โAthaโ mengingkari/tidak menyetujui bahwa yang melakukan azan ketiga itu adalah Utsman. Athaโ mengatakan bahwa yang membuat-buat azan Jumโat tiga itu adalah Muโawiyah [2].โ
Lalu asy-Syafiโi rahimahullah berkata, โNamun, siapa pun yang melakukan tiga azan pertama kali, perkara yang ada di zaman Rasulullah Shallallahu โalaihi wasallam itu (yakni hanya satu azan dan satu iqamat, -red.) tetap lebih saya sukai.โ (al-Umm 1/503-504)
Sifat Khutbah
Setelah selesai azan, khatib berdiri menyampaikan khutbahnya yang diawali dengan pujian kepada Allah Subhanahu wataโala, shalawat atas Rasulullah Shallallahu โalaihi wasallam, dan mengucapkan dua kalimat syahadat seperti halnya yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu โalaihi wasallam.
Asy-Syaukani rahimahullah menerangkan, โTentang pujian kepada Allah Subhanahu wataโala, mayoritas ulama berpendapat wajibnya hal itu dalam khutbah. Demikian pula tentang shalawat atas Rasulullah Shallallahu โalaihi wasallam.โ (Ahaditsul Jumuโah hlm. 340)
Adapun syahadatain, Rasulullah Shallallahu โalaihi wasallam bersabda (yang artinya), โSemua khutbah yang tidak ada padanya tasyahud (ucapan dua kalimat syahadat) maka khutbah itu seperti tangan yang terkena penyakit lepra.โ (Sunan Abu Dawud no. 4841, asy-Syaikh al-Albani menyatakan sahih dalam Tamamul Minnah hlm. 334)
Seyogianya diketahui, khutbah yang disyariatkan adalah apa yang biasa dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu โalaihi wasallam, yaitu mendorong manusia untuk menjalankan perintah agama dan menjauhi larangan-larangannya. Ini adalah ruh khutbah dan karena itu pula khutbah disyariatkan.
Jadi, syarat utama dalam khutbah adalah nasihat yang melembutkan hati dan memberi faedah untuk para hadirin. Adapun memulai khutbah dengan pujian kepada Allah Subhanahu wataโala, shalawat atas Nabi, membaca sesuatu dari al-Qurโan, dan semisalnya, ini termasuk kesempurnaan khutbah, namun bukan syarat sahnya.
Di antara yang berpendapat seperti ini adalah al-โAllamah Shiddiq Hasan Khan rahimahullah, sebagaimana disebutkan oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah dalam al-Ajwibah an-Nafiโah (hlm. 54) dan asy-Syaikh as-Saโdi rahimahullah sebagaimana disebutkan dalam Hasyiah asy-Syarhul Mumtiโ (5/73).
Meskipun bukan syarat sahnya khutbah, tidak sepantasnya hal itu untuk ditinggalkan -agar terhindar dari perselisihan pendapat tentang apakah hal tersebut syarat khutbah atau bukan- karena dahulu Rasulullah Shallallahu โalaihi wasallam mengerjakannya.
Di sini ada sebuah hal yang perlu diingatkan, yakni sebagian khatib menyebutkan hadits-hadits lemah dan palsu dalam khutbahnya tanpa menyebutkan derajat haditsnya. Ini adalah salah satu sebab tersebarnya kebidโahan di tengah-tengah masyarakat, disadari atau tidak. Oleh karena itu, hendaknya khatib mencukupkan diri dengan menyebutkan hadits yang sahih dan kuat.
Demikian pula jika sebagian khatib memanfaatkan kesempatan khutbahnya untuk berkampanye, mengajak kepada partai politik tertentu dan memperingatkan umat dari partai politik yang lain. Perbuatan ini telah mencederai kedudukan khutbah yang sejatinya adalah zikrullah. Hendaknya para khatib takut kepada Allah Subhanahu wataโala dan tidak mengkhianati umat.
Bolehkah Berkhutbah dengan Selain Bahasa Arab?
Agar para jamaah mengambil faedah dari khutbah yang disampaikan, sepantasnya seorang khatib memilih bahasa yang mudah dipahami. Oleh karena itu, menurut pendapat yang terkuat, boleh berkhutbah dengan selain bahasa Arab apabila para jamaah tidak mengerti bahasa Arab.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-โUtsaimin berkata, โDalam masalah ini, yang benar adalah khatib Jumโat itu tidak boleh berkhutbah dengan bahasa yang tidak dipahami oleh para hadirin dan selainnya. Jika para hadirin bukan orang Arab, misalnya, dia berkhutbah dengan bahasa mereka, karena ini adalah sarana penjelas bagi mereka.
Tujuan khutbah adalah menjelaskan batasan-batasan Allah Subhanahu wataโala kepada para hamba-Nya serta menasihati dan membimbing mereka. Adapun ayat-ayat al-Qurโan harus (disebutkan) dengan bahasa Arab, lalu dijelaskan dengan bahasa hadirin.
Dalil bolehnya berkhutbah dengan selain bahasa Arab adalah firman Allah Subhanahu wataโala,
ููู ูุง ุงูุฑูุณูููููุง ู ููู ุฑูุณููููู ุงููููุงุจูููุณูุงูู ููููู ููู
โKami tidak mengutus seorang rasul-pun selain dengan bahasa kaumnya.โ (Ibrahim: 4)
Allah Subhanahu wataโala menerangkan (pada ayat di atas), sarana penjelas hanyalah dengan bahasa yang dipahami oleh orang-orang yang diajak bicara.โ (Fatawa Arkanil Islam hlm. 393)
Beberapa Adab Khatib
1. Mengucapkan salam kepada makmum ketika naik mimbar.
Hal ini berdasarkan hadits Jabir radhiyallahu โanhu bahwa setelah naik mimbar, Nabi Shallallahu โalaihi wasallam mengucapkan salam. (Dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no. 917)
2. Duduk setelah menaikinya, sebelum menyampaikan khutbah sambil mendengarkan azan Jumโat yang dikumandangkan muazin serta menjawab azannya.
3. Selesai azan, ia berdiri menghadap makmum dan menyampaikan khutbah dengan menyandarkan tangannya pada tongkat atau busur panah.
Ini berlandaskan pada hadits al-Hakam bin Hazm al-Kulafi radhiyallahu โanhu bahwa ia menyaksikan/mengikuti Jumโatan bersama Nabi Shallallahu โalaihi wasallam dan beliau berdiri (dalam khutbah) bersandarkan pada tongkat atau busur panah. (HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya dan al-Hafizh menyatakannya hasan dalam at-Talkish al-Habir 2/65). Dalam masalah ini memang ada pebedaan pendapat, sebagian ulama memandangnya tidak perlu. (-red.)
4. Duduk di antara dua khutbah untuk istirahat sejenak lalu berdiri lagi untuk menyampaikan khutbah kedua.
Hal ini seperti penuturan sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu โanhuma bahwa Nabi Shallallahu โalaihi wasallam berkhutbah dengan berdiri lalu duduk kemudian berdiri. (Shahih al-Bukhari no. 920)
Mengeraskan suara (secara wajar) agar makmum mendengar apa yang diucapkannya. Dahulu, apabila Rasulullah Shallallahu โalaihi wasallam berkhutbah, kedua matanya memerah dan suaranya tinggi, seolah-olah beliau adalah seorang pemberi peringatan kepada pasukan bahwa musuh akan menyerang di waktu pagi atau sore. (Shahih Muslim, โKitabul Jumuโahโ)
5. Memendekkan khutbah dan memanjangkan shalat.
Nabi Shallallahu โalaihi wasallam bersabda,
ุฅูููู ุทููููู ุตูููุงุฉู ุงูุฑููุฌููู ููููุตูุฑู ุฎูุทูุจูุชููู ู ูุฆููููุฉู ู ููู ูููููููู ููุฃูุทููููููุงุงูุตููููุงุฉู ููุงููุตูุฑููุงุงููุฎูุทูุจูุฉู
โSesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang adalah pertanda (mendalam) pemahamannya. Panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khutbah!โ (Shahih Muslim no. 869 dari โAmmar bin Yasir radhiyallahu โanhuma)
Hadist ini menunjukkan disyariatkannya memendekkan waktu (durasi) khutbah. Yang dimaksud adalah khutbah yang sedang, sebagaimana disebutkan dalam riwayat lain, yaitu pertengahan, antara pendek yang tidak mencukupi dan panjang yang berlebihan.
6. Pendeknya khutbah menandakan keilmuan khatib yang mendalam, dilihat dari sisi bahwa dia bisa mengungkapkan sesuatu yang luas dengan kata-kata yang ringkas (padat).
Apabila panjang, tidak sampai memberatkan para makmum atau sampai keluar waktu. (Ahaditsul Jumuโah hlm. 355)
Namun, jika sesekali khatib memanjangkan khutbah karena kebutuhan, hal ini tidak mengapa. Di antara faedah memendekkan durasi khutbah adalah agar materi khutbah mudah diserap dan dipahami serta agar makmum tidak bosan mendengarkannya.
7. Dimakruhkan bagi khatib mengangkat kedua tangannya saat berdoa karena apabila Nabi Shallallahu โalaihi wasallam hanya berisyarat dengan jarinya ketika berdoa saat khutbah.
Hal ini berlandaskan hadits โUmarah bin Ruwaibah radhiyallahu โanhu bahwa dia melihat Bisyr bin Marwan di atas mimbar mengangkat kedua tangannya.
โUmarah berkata, โSemoga Allah Subhanahu wataโala menjelekkan kedua tangannya. Sungguh, aku melihat Rasulullah Shallallahu โalaihi wasallam tidak lebih dari melakukan seperti ini -beliau berisyarat dengan jari telunjuknya.โ (Shahih Muslim, โKitabul Jumuโahโ)
Asy-Syaukani rahimahullah mengatakan bidโahnya mengangkat kedua tangan saat berdoa di atas mimbar. (Nailul Authar, 3/32)
Lain halnya ketika berdoa saat istisqaโ (meminta hujan), karena Nabi Shallallahu โalaihi wasallam dahulu mengangkat kedua tangannya sampai terlihat putih ketiaknya.
8. Berkhutbah sesuai dengan kondisi.
Misalnya, berkhutbah menjelaskan perkara-perkara yang terkait puasa Ramadhan menjelang masuknya bulan Ramadhan atau di awal-awal Ramadhan.
Hal ini agar manusia menjalankan ibadah puasa di atas pengetahuan yang mendalam. Demikian pula berkhutbah dengan bahasa yang jelas dipahami sehingga tidak menimbulkan salah tafsir.
โโโโโโโโโโโโโโโโโโโโโโ
[1]. Zaura adalah rumah milik Utsman yang ada di pasar. Azan di Zaura dikumandangkan sebelum Utsman keluar (untuk khutbah) agar manusia tahu bahwa waktu Jumโatan telah datang. (Fathul Bari 2/394)
Azan ini disebut azan ketiga walaupun pelaksanaannya lebih dahulu, karena azan tersebut belum ada pada zaman Nabi dan baru ada setelahnya. Wallahu aโlam. (-red.)
[2]. Pengingkaran Athaโ tidak tepat karena riwayat-riwayat telah menyebutkan bahwa yang melakukannya adalah Utsman radhiyallahu โanhu. (Lihat Fathul Bari, 2/394-395)
KEBIDโAHAN-KEBIDโAHAN DALAM KHUTBAH
Ada beberapa perkara bidโah yang dilakukan di saat khatib berkhutbah, di antaranya:
1. Sebagian muazin mengeraskan suara dengan menyebutkan hadits,
ุฅูุฐูุง ููููุชู ููุตูุงุญูุจููู ููููู ู ุงููุฌูู ูุนูุฉู: ุฃูููุตูุชู ููููุฏูููุบูููุชู
โApabila engkau mengatakan kepada temanmu, โDiamlah,โ pada hari Jumโat dalam keadaan imam sedang berkhutbah, engkau telah melakukan yang sia-sia.โ Ini diucapkannya ketika imam keluar untuk khutbah sampai naik di atas mimbar.
2. Khatib menaiki mimbar dengan perlahan-lahan secara sengaja.
3. Khatib memukulkan tongkat atau semisalnya pada anak tangga mimbar ketika menaikinya.
4. Duduk di bawah mimbar saat berlangsungnya khutbah untuk mencari kesembuhan.
5. Mengkhususkan khutbah kedua untuk shalawat atas Rasul dan doa, serta mengosongkannya dari nasihat dan peringatan.
6. Melagukan khutbah.
7. Khatib selalu mengakhiri khutbah dengan menyebutkan ayat,
ุฅููู ุงูููู ููุฃูู ูุฑู ุจูุงููุนูุฏููู ููุงููุฅูุญูุณูุงูู
Atau ucapan,
ุงูุฐูููุฑููุงุงูููู ููุฐูููุฑูููู ู
(Lihat al-Ajwibah an-Nafiโah karya asy-Syaikh al-Albani)
Ditulis oleh Al-Ustadz Abdul Muโthi, Lc
0 Response to "Khutbah Jumโat dan Adab-Adab Khatib"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak