Nasehat Dan Catatan Tentang Li Khomsatun
Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiaplangkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya.
Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.
Saudaraku, alhamdulillah Allah Ta’ala menerangi kita dengan petunjuk yang sangat jelas dan terang benderang, yaitu Quran dan Sunnah Nabi kita Muhammad shollallahu alaihi wasallam.
...Telah datang kepada kalian dari Allah cahaya dan kitab yang jelas (Q.S al-Maaidah ayat 15)
Jika kita berselisih tentang suatu hal, mari kita kembalikan kepada al-Qur'an dan Sunnah Nabi shollallahu alaihi wasallam. Demikianlah Allah Ta’ala memerintahkan kepada kita.
...فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
...jika kalian berselisih pendapat tentang suatu hal, kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, jika kalian memang beriman kepada Allah dan hari akhir. Itu adalah lebih baik dan lebih indah akibatnya (Q.S anNisaa’ ayat 59)
Sahabat Nabi Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu anhu adalah seseorang yang menjadi kepercayaan Nabi dalam menyampaikan sebagian rahasia. Berita yang dirahasiakan oleh Nabi kepada Sahabat Nabi yang lain, namun disampaikan kepada Hudzaifah adalah tentang nama-nama orang munafik.
Hudzaifah bin al-Yaman menjelaskan keharusan kita memperhatikan bagaimana kita beribadah. Hendaknya kita menimbang dan mengukur ibadah yang kita lakukan dengan yang diamalkan para Sahabat Nabi.
Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu anhu pernah berkata:
كُلُّ عِبَادَةٍ لَمْ يَتَعَبَّدْ بِهَا أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فلاَ تَتَعَبَّدُوْا بِهَا ؛ فَإِنَّ الأَوَّلَ لَمْ يَدَعْ لِلآخِرِ مَقَالاً ؛ فَاتَّقُوا اللهَ يَا مَعْشَرَ القُرَّاءِ ، خُذُوْا طَرِيْقَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
“Setiap ibadah yang tidak pernah diamalkan oleh para Sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, janganlah kalian beribadah dengannya. Karena generasi pertama tak menyisakan komentar bagi yang belakangan. Maka bertakwalah kalian kepada Allah wahai para pembaca al-Qur’an (orang-orang alim dan yang suka beribadah) dan ikutilah jalan orang-orang sebelummu” (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al Ibanah)
Inilah pedoman kita bersama sebagai orang beriman yaitu alQuran dan Sunnah Nabi yang dipahami dan diamalkan oleh Sahabat Nabi radhiyallahu anhum ajma’in. Jika ada suatu doa atau dzikir tertentu dalam tata cara tertentu dan dianggap memiliki keutamaan tertentu, hendaknya kita merujuk pada Nabi dan para Sahabatnya. Apakah mereka mengajarkannya atau tidak. Jika tidak, sesungguhnya sunnah Nabi dan teladan dari para Sahabat masih banyak yang belum kita amalkan.
Pembahasan inti pada tulisan ini adalah tentang ucapan atau dzikir yang dikenal dengan LI KHOMSATUN. Sebagian saudara kita ada yang membaca dzikir itu dengan keyakinan tertentu. Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita dan segenap kaum muslimin.
Dzikir LI KHOMSATUN yang dimaksud adalah sebagai berikut:
لِي خَمْسَةٌ أَطْفِي بِهَا حَرَّ الْوَبَاءِ الْحَاطِمَة
الْمُصْطَفَى وَالْمُرْتَضَى وَابْنَاهُمَا وَفَاطِمَة
Artinya adalah sebagai berikut:
A̶k̶u̶ ̶m̶e̶m̶i̶l̶i̶k̶i̶ ̶5̶ ̶(̶s̶o̶s̶o̶k̶)̶ ̶y̶a̶n̶g̶ ̶d̶e̶n̶g̶a̶n̶n̶y̶a̶ ̶a̶k̶u̶ ̶p̶a̶d̶a̶m̶k̶a̶m̶ ̶p̶a̶n̶a̶s̶n̶y̶a̶ ̶w̶a̶b̶a̶h̶ ̶y̶a̶n̶g̶ ̶m̶e̶n̶g̶h̶a̶n̶c̶u̶r̶k̶a̶n̶.̶.̶.̶.̶ ̶(̶y̶a̶i̶t̶u̶)̶ ̶a̶l̶-̶M̶u̶s̶t̶h̶o̶f̶a̶ ̶(̶N̶a̶b̶i̶ ̶M̶u̶h̶a̶m̶m̶a̶d̶ ̶s̶h̶o̶l̶l̶a̶l̶l̶a̶h̶u̶ ̶a̶l̶a̶i̶h̶i̶ ̶w̶a̶s̶a̶l̶l̶a̶m̶)̶,̶ ̶(̶A̶l̶i̶)̶ ̶a̶l̶-̶M̶u̶r̶t̶a̶d̶h̶o̶,̶ ̶d̶a̶n̶ ̶k̶e̶d̶u̶a̶ ̶p̶u̶t̶r̶a̶n̶y̶a̶ ̶(̶a̶l̶-̶H̶a̶s̶a̶n̶ ̶d̶a̶n̶ ̶a̶l̶-̶H̶u̶s̶a̶i̶n̶)̶,̶ ̶s̶e̶r̶t̶a̶ ̶F̶a̶t̶i̶m̶a̶h̶
Sebagian saudara kita sesama muslim ada yang menganjurkan untuk memperbanyak dzikir atau doa dengan kalimat itu ketika terjangkit wabah penyakit. Seperti saat terjangkitnya wabah virus Corona atau penyakit Covid-19. Apakah hal demikian itu bisa dibenarkan? Mari simak penjelasan berikut ini.
Mohon dikoreksi jika ada kesalahan dalam tulisan ini. Semoga Allah Ta’ala memberikan ampunan dan petunjuk kepada segenap kaum muslimin.
Saudaraku, mari kita timbang secara ilmiah. Ilmiah artinya berlandaskan ilmu. Sesuatu disebut sebagai ilmu jika bersumber dari al-Quran, atau berdasarkan riwayat hadits. Riwayat hadits itu dinukil dengan penggunaan kata: haddatsanaa yang artinya: telah menyampaikan hadits kepada kami, atau telah mengkhabarkan kepada kami.... Itu disampaikan dalam rangkaian mata rantai sanad riwayat.
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah menyatakan:
كُلُّ الْعُلُومِ سِوَى الْقُرْآنِ مَشْغَلَةٌ ... إِلَّا الْحَدِيثَ وَإِلَّا الْفِقْهَ فِي الدِّينِ
الْعِلْمُ مَا كَانَ فِيهِ قَالَ حَدَّثَنَا ... وَمَا سِوَى ذَاكَ وَسْوَاسُ الشَّيَاطِينِ
Semua ilmu selain al-Quran adalah menyibukkan... kecuali hadits dan fiqh dalam agama... Ilmu itu adalah yang padanya terdapat ucapan haddatsanaa... selain itu adalah was-was setan (al-Bidaayah wan Nihaayah karya Ibnu Katsir (14/138)).
Beberapa catatan tentang dzikir tersebut:
Pertama: Apakah dzikir tersebut ilmiah? Sebatas pengetahuan saya, dzikir tersebut tidak memiliki sanad riwayat baik dalam hadits Nabi ataupun atsar Sahabat. Mohon dikoreksi jika saya salah. Apabila ia tidak berlandaskan sanad riwayat, ia tidaklah ilmiah. Sebagaimana pernyataan al-Imam asy-Syafi’i di atas.
Sekali lagi, mohon diinformasikan jika ada yang mengetahui apakah dzikir itu ada dalam kitab-kitab kumpulan hadits bersanad? Mungkin di Shahih al-Bukhari kah? Atau Shahih Muslim? Adakah dalam Kutubut Tis’ah (9 Kitab induk hadits)? Atau di luar Kutubut Tis’ah, mungkin pada Mushonnaf, atau Musnad, atau Mu’jam, Sunan, dan kitab-kitab bersanad lainnya. Mohon diberitahukan pada saya, agar jika riwayatnya shahih saya juga ingin mengamalkan.
Kedua: Jika memang ternyata dzikir itu tidak pernah diamalkan oleh Sahabat Nabi, berdasarkan pernyataan Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu anhu yang telah dikemukakan di atas, berarti kita tidak bisa dan tidak boleh mengamalkannya.
Apakah tidak boleh membaca doa umum dengan lafadz yang disusun sendiri? Tentu boleh selama tidak masuk dalam lafadz-lafadz yang terlarang. Namun, menjadi masalah jika doa yang disusun sendiri itu kemudian dimasyhurkan, diajarkan turun temurun disertai keyakinan akan fadhilah atau keutamaannya – padahal tidak ada nash shahih tentang itu- hingga membuat doa itu lebih masyhur dan lebih sering diamalkan dibandingkan doa-doa yang diajarkan Nabi.
Meskipun suatu doa umum boleh disusun dengan kalimat sendiri bahkan bahasa yang dimengerti, tidak harus bahasa Arab, namun jika pada permintaan kita itu sudah ada doa yang diajarkan oleh Nabi, semestinya kita lebih memilih lafadz doa yang diajarkan Nabi. Karena lafadz doa dari Nabi itu terjaga dari kesalahan. Kalau kita atau orang lain yang menggubah susunan kalimat dari doa, tidak ada jaminan selamat dari kesalahan. Selain itu, doa yang diajarkan Nabi adalah bagian dari sebaik-baik petunjuk.
وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
"dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan. Dan setiap bid’ah adalah sesat" (H.R Muslim dari Jabir bin Abdillah)
Ketiga: Kandungan makna dzikir tersebut bertentangan dengan tauhid yang tersebut dalam alQuran maupun hadits-hadits Nabi shollallahu alaihi wasallam.
Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam sendiri tidak mampu memberikan manfaat maupun menolak kemudaratan. Jangankan untuk orang lain, terhadap diri beliau sendiri, beliau tidak mampu. Allah Ta’ala berfirman dalam alQuran yang merupakan pedoman hidup bagi setiap orang beriman:
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: Aku tidak memiliki kemampuan terhadap diriku sendiri untuk (mendatangkan) manfaat ataupun (menolak) kemudaratan kecuali yang dikehendaki oleh Allah. Jika aku mengetahui hal yang ghaib, niscaya aku akan banyak melakukan (sebab yang membawa maslahat dan) kebaikan dan tidak akan menimpaku keburukan (sama sekali). Tidaklah aku melainkan hanya pemberi peringatan dan kabar gembira bagi kaum beriman (Q.S al-A’raaf ayat 188)
Tidak hanya satu ayat alQuran. Pada ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk menyampaikan:
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرًّا وَلَا نَفْعًا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّه...
Katakanlah (wahai Muhammad): Aku tidaklah memiliki kemampuan terhadap diriku sendiri (untuk menolak) kemudaratan maupun (mendatangkan) manfaat kecuali yang dikehendaki oleh Allah... (Q.S Yunus ayat 49)
Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam sendiri pernah menyampaikan kepada putrinya Fatimah radhiyallahu anha bahwasanya beliau tidak memiliki kekuasaan sedikitpun untuk menyelamatkan seseorang dari neraka jika seandainya Allah berkehendak memasukkan orang itu ke dalam neraka selamanya.
Dalam sebuah hadits dinyatakan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ أَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ } قَالَ يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا يَا عَبَّاسُ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لَا أُغْنِي عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَيَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَيَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَلِينِي مَا شِئْتِ مِنْ مَالِي لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bangkit ketika Allah turunkan ayat (yang artinya): << dan berilah peringatan kepada kerabat dekatmu (Q.S asy-Syu’aroo’ ayat 214) >> beliau berkata: Wahai sekalian orang Quraisy, atau kalimat semakna itu: Selamatkan diri kalian sendiri. Aku tidak mampu menyelamatkan kalian dari Allah sedikitpun. Wahai Bani Abdi Manaaf, aku tidak mampu menyelamatkan kalian dari Allah sedikitpun. Wahai Abbas bin Abdil Muththolib, aku tidak mampu menyelamatkanmu dari Allah sedikitpun. Wahai Shofiyyah bibi Rasulullah, aku tidak mampu menyelamatkanmu dari Allah sedikitpun. Wahai Fatimah putri Muhammad, mintalah sekehendakmu dari hartaku. Aku tidak mampu menyelamatkanmu dari Allah sedikitpun (H.R al-Bukhari dan Muslim)
Keempat: Justru, Ali bin Abi Tholib sendiri jika mengalami keadaan genting atau kesulitan yang berat, beliau berdzikir dengan dzikir yang diajarkan oleh Nabi yang isinya murni tauhid. Pujian dan sanjungan hanya untuk Allah, tidak disebut makhluk lain dalam dzikir itu.
Ali bin Abi Tholib radhiyallahu anhu pernah mengajarkan suatu dzikir kepada Abdullah bin Ja’far yang beliau baca saat beliau mengalami keadaan kesulitan yang berat. Dzikir itu diajarkan oleh Nabi kepada beliau. Ali bin Abi Tholib menyatakan:
لَقَّنَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ وَأَمَرَنِي إِنْ نَزَلَ بِي كَرْبٌ أَوْ شِدَّةٌ أَنْ أَقُولَهُنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْكَرِيمُ الْحَلِيمُ سُبْحَانَهُ وَتَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mendiktekan kepadaku kalimat-kalimat ini dan beliau memerintahkan kepadaku jika aku ditimpa keadaan yang berat atau kesempitan yang dahsyat untuk membacanya, yaitu: LAA ILAAHA ILLALLAHUL KARIIMUL HALIIM SUBHAANAHU WA TABAAROKALLAAHU ROBBUL ‘ARSYIL ‘ADZHIIM WALHAMDU LILLAAHI ROBBIL ‘AALAMIIN (Tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Penyantun. Maha Suci Dia dan Maha banyak keberkahan-Nya. Rabb Arsy yang agung. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam) (H.R Ahmad, dinyatakan sanadnya shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir)
Kelima: Jika kita tidak menganjurkan pembacaan LI KHOMSATUN, bukan berarti kita tidak mencintai Ahlul Bait. Bahkan kita seharusnya mencintai Rasulullah shollallahu alaihi wasallam, Ali bin Abi Tholib, al-Hasan, al-Husain, dan Fatimah radhiyallahu anhum ajmain. Tentunya kecintaan yang sesuai dengan syariat.
Berikut ini akan dikutipkan beberapa hadits tentang keutamaan Ali bin Abi Tholib, kedua putranya itu, dan istrinya, Fatimah, semoga bermanfaat untuk menambah pengetahuan kita akan keutamaan mereka berdasarkan hadits yang shahih.
Mencintai Ali tanda keimanan, sedangkan membencinya adalah tanda kemunafikan.
Ali bin Abi Tholib radhiyallahu anhu pernah menyatakan:
وَالَّذِى فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ إِنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِىِّ الأُمِّىِّ -صلى الله عليه وسلم- إِلَىَّ أَنْ لاَ يُحِبَّنِى إِلاَّ مُؤْمِنٌ وَلاَ يُبْغِضَنِى إِلاَّ مُنَافِقٌ
Demi (Allah) yang membelah biji dan Yang Menciptakan manusia, sesungguhnya adalah perjanjian dari Nabi al-Ummiy shollallahu alaihi wasallam kepadaku bahwa tidaklah ada yang mencintaiku kecuali ia adalah orang beriman dan tidaklah membenciku kecuali ia munafiq (H.R Muslim)
Salah satu hadits tentang keutamaan al-Hasan:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ لِحَسَنٍ « اللَّهُمَّ إِنِّى أُحِبُّهُ فَأَحِبَّهُ وَأَحْبِبْ مَنْ يُحِبُّهُ »
dari Abu Hurairah dari Nabi shollallahu alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda kepada Hasan: Ya Allah sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah dia dan cintailah orang yang mencintainya (H.R Muslim)
Salah satu hadits tentang keutamaan al-Hasan, al-Husain, dan Fatimah radhyallahu anhum:
إِنَّ هَذَا مَلَكٌ لَمْ يَنْزِلْ الْأَرْضَ قَطُّ قَبْلَ هَذِهِ اللَّيْلَةِ اسْتَأْذَنَ رَبَّهُ أَنْ يُسَلِّمَ عَلَيَّ وَيُبَشِّرَنِي بِأَنَّ فَاطِمَةَ سَيِّدَةُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَأَنَّ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الْجَنَّةِ
Sesungguhnya ini adalah Malaikat yang tidak pernah turun ke bumi sebelum malam ini. Ia meminta izin kepada Rabbnya untuk menyampaikan salam kepadaku dan memberitahukan kabar gembira bahwasanya Fatimah adalah pemuka para wanita penghuni surga sedangkan al-Hasan dan al-Husain adalah pemuka pemuda penghuni surga (H.R atTirmidzi dari Hudzaifah)
Salah satu hadits yang menunjukkan keutamaan Ali, al-Hasan, al-Husain, dan Fatimah secara bersamaan:
قَالَتْ عَائِشَةُ خَرَجَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- غَدَاةً وَعَلَيْهِ مِرْطٌ مُرَحَّلٌ مِنْ شَعْرٍ أَسْوَدَ فَجَاءَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِىٍّ فَأَدْخَلَهُ ثُمَّ جَاءَ الْحُسَيْنُ فَدَخَلَ مَعَهُ ثُمَّ جَاءَتْ فَاطِمَةُ فَأَدْخَلَهَا ثُمَّ جَاءَ عَلِىٌّ فَأَدْخَلَهُ ثُمَّ قَالَ (إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا)
Aisyah berkata: Nabi shollallahu alaihi wasallam keluar di pagi hari beliau memakai kain bercorak (gambar pelana atau periuk) dari rambut (kambing) hitam. Kemudian datang al-Hasan bin Ali. Beliau memasukkannya (ke dalam kain itu). Kemudian datang al-Husain masuk bersamanya. Kemudian datang Fatimah beliau memasukkannya. Kemudian datang Ali beliau memasukkannya. Kemudian beliau berkata:
إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Allah menginginkan untuk menghilangkan kotoran dari kalian wahai Ahlul Bait, dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya (Q.S al-Ahzab ayat 33)(H.R Muslim)
Keenam: Apabila ada yang menyatakan: Saya sudah mencoba sendiri dzikir dan doa itu, dan terbukti mujarab.
Saudaraku, sesungguhnya parameter utama dalam bertindak bagi seorang muslim adalah kesesuaian dengan dalil Quran dan Sunnah. Bukan asal keinginan duniawinya tercapai atau tidak.
Karena bisa jadi keinginan duniawi tercapai meski bertentangan dengan syariat. Sebagai contoh, orang yang sakit ada yang berobat dengan cara yang haram, ia bisa sembuh atas izin Allah. Sebagai ujian bagi dia. Bisa berupa istidraj dari Allah.
Misalkan, seorang yang berobat dengan minum sesuatu yang najis, tapi sembuh dengan izin Allah. Bukan berarti secara syariat seseorang diperbolehkan berobat dengan sesuatu yang najis. Seseorang tidak boleh mengatakan: Meski najis, terbukti saya pernah sembuh dengan obat itu. Terbukti mujarab. Tidak bisa demikian, karena parameter utama yang dicari seorang yang beriman adalah kesesuaian dengan syariat. Bukan asal sembuh.
Ketujuh: Ungkapan dzikir LI KHOMASATUN itu juga memiliki kemiripan lafaz dengan ucapan dzikir yang terdapat dalam literatur Syiah.
Dalam kitab literatur Syiah berjudul M̶a̶d̶i̶n̶a̶t̶u̶n̶ ̶N̶a̶j̶a̶f̶ halaman 271 karya M̶u̶h̶a̶m̶m̶a̶d̶ ̶A̶l̶i̶ ̶J̶a̶’̶f̶a̶r̶ ̶a̶t̶T̶a̶m̶i̶m̶i̶y̶, disebutkan bait syair yang benar-benar hampir sama (sedikit beda). Kalimatnya adalah sebagai berikut:
لِي خَمْسَةٌ أَطْفِي بِهَا نَارَ الْجَحِيْمِ الْحَاطِمَة
الْمُصْطَفَى وَالْمُرْتَضَى وَابْنَاهُمَا وَفَاطِمَة
A̶k̶u̶ ̶m̶e̶m̶i̶l̶i̶k̶i̶ ̶5̶ ̶(̶s̶o̶s̶o̶k̶)̶ ̶y̶a̶n̶g̶ ̶d̶e̶n̶g̶a̶n̶n̶y̶a̶ ̶a̶k̶u̶ ̶p̶a̶d̶a̶m̶k̶a̶m̶ ̶a̶p̶i̶ ̶n̶e̶r̶a̶k̶a̶ ̶y̶a̶n̶g̶ ̶m̶e̶n̶g̶h̶a̶n̶c̶u̶r̶k̶a̶n̶.̶.̶.̶.̶ ̶(̶y̶a̶i̶t̶u̶)̶ ̶a̶l̶-̶M̶u̶s̶t̶h̶o̶f̶a̶ ̶(̶N̶a̶b̶i̶ ̶M̶u̶h̶a̶m̶m̶a̶d̶ ̶s̶h̶o̶l̶l̶a̶l̶l̶a̶h̶u̶ ̶a̶l̶a̶i̶h̶i̶ ̶w̶a̶s̶a̶l̶l̶a̶m̶)̶,̶ ̶(̶A̶l̶i̶)̶ ̶a̶l̶-̶M̶u̶r̶t̶a̶d̶h̶o̶,̶ ̶d̶a̶n̶ ̶k̶e̶d̶u̶a̶ ̶p̶u̶t̶r̶a̶n̶y̶a̶ ̶(̶a̶l̶-̶H̶a̶s̶a̶n̶ ̶d̶a̶n̶ ̶a̶l̶-̶H̶u̶s̶a̶i̶n̶)̶,̶ ̶s̶e̶r̶t̶a̶ ̶F̶a̶t̶i̶m̶a̶h̶ ̶
Sumber: http://shiaonlinelibrary.com/الكتب/4417_مدينة-النجف-محمد-علي-جعفر-التميمي/الصفحة_271
Berikut saya kutipkan kembali bacaan LI KHOMSATUN yang menjadi pembahasan kita, adalah sebagai berikut:
لِي خَمْسَةٌ أَطْفِي بِهَا حَرَّ الْوَبَاءِ الْحَاطِمَة
الْمُصْطَفَى وَالْمُرْتَضَى وَابْنَاهُمَا وَفَاطِمَة
Artinya adalah sebagai berikut:
A̶k̶u̶ ̶m̶e̶m̶i̶l̶i̶k̶i̶ ̶5̶ ̶(̶s̶o̶s̶o̶k̶)̶ ̶y̶a̶n̶g̶ ̶d̶e̶n̶g̶a̶n̶n̶y̶a̶ ̶a̶k̶u̶ ̶p̶a̶d̶a̶m̶k̶a̶m̶ ̶p̶a̶n̶a̶s̶n̶y̶a̶ ̶w̶a̶b̶a̶h̶ ̶y̶a̶n̶g̶ ̶m̶e̶n̶g̶h̶a̶n̶c̶u̶r̶k̶a̶n̶.̶.̶.̶.̶ ̶(̶y̶a̶i̶t̶u̶)̶ ̶a̶l̶-̶M̶u̶s̶t̶h̶o̶f̶a̶ ̶(̶N̶a̶b̶i̶ ̶M̶u̶h̶a̶m̶m̶a̶d̶ ̶s̶h̶o̶l̶l̶a̶l̶l̶a̶h̶u̶ ̶a̶l̶a̶i̶h̶i̶ ̶w̶a̶s̶a̶l̶l̶a̶m̶)̶,̶ ̶(̶A̶l̶i̶)̶ ̶a̶l̶-̶M̶u̶r̶t̶a̶d̶h̶o̶,̶ ̶d̶a̶n̶ ̶k̶e̶d̶u̶a̶ ̶p̶u̶t̶r̶a̶n̶y̶a̶ ̶(̶a̶l̶-̶H̶a̶s̶a̶n̶ ̶d̶a̶n̶ ̶a̶l̶-̶H̶u̶s̶a̶i̶n̶)̶,̶ ̶s̶e̶r̶t̶a̶ ̶F̶a̶t̶i̶m̶a̶h̶
Coba disimak dengan seksama. Benar-benar mirip. Kecuali hanya pada 2 kata.
Kalau dalam LI KHOMSATUN yang dianjurkan dibaca saat berjangkit wabah itu kata yang digunakan adalah:
حَرَّ الْوَبَاء
panasnya wabah
sedangkan pada bait syair Syiah itu kata yang digunakan adalah:
نَارَ الْجَحِيْمِ
Api neraka
Kalimat yang lain persis sama.
Kedelapan: Di antara doa yang diajarkan Nabi shollallahu alaihi wasallam agar terhindar dari penyakit-penyakit yang buruk (tentunya juga termasuk wabah) adalah sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّئِ الْأَسْقَامِ
Dari Anas bahwasanya Nabi shollallahu alaihi wasallam mengucapkan (doa): ALLAAHUMMA INNII ‘A’UDZU BIKA MINAL BAROSHI WAL JUNUUNI WAL JUDZAAMI WA MIN SAYYI-IL ASQOOM (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari penyakit belang pada kulit, kegilaan, lepra, dan dari penyakit-penyakit yang buruk) (H.R Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Muqbil dalam al-Jaami’us Shahih mimmaa laysa fis Shahihayn)
0 Response to "Nasehat Dan Catatan Tentang Li Khomsatun"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak