(Tak Sadar) Menolak Uang
Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiap langkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya.
Pilihlah bersyukur bukan mengingkari.
Wallahu'alam
Ahmad Sofyan Hadi
Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.Ada beberapa sikap yang tak sadar menolak uang sehingga pikiran menghapus imajinasi uang. Alasannya adalah terbebani secara emosi, sehingga pikiran berusaha menghapus beban itu dengan menghapus gambaran uang.
Jadinya meskipun seseorang kerja keras banting-banting tulang, pikiran bawah sadar menolak uang sehingga hanya mendapat sedikit atau ketika dapat segera habis.
Diantara sekian banyak sikap yang menolak uang, ada yang paling kuat yaitu tidak mau menghitung pengeluaran rutin atau tidak mau tahu berapa pengeluaran rutin tiap bulan.
Alasannya sederhana, takut terbebani saat tahu dengan total pengeluaran, apalagi bila ternyata pendapatan jauh dibawah pengeluaran.
Kadang seseorang memilih mengira-ngira saja berapa pengeluarannya, atau memilih fokus pada kerja kerja dan kerja. Merasa kalau kelak sudah banyak pemasukan dan bisa saving, menghitung pengeluaran jadi terasa ringan.
Kenyataannya, saat ingat uang yang dikeluarkan perasaan merasa tidak nyaman bahkan beberapa merasa sesak di dada. Pikiran otomatis menghapus gambaran uang itu.
Maka saat diminta menghitung pemgeluaran per bulan, menolak karena semakin sesak dan tak nyaman. Ingat pengeluaran seolah ingat kehilangan, kekurangan, serta kesempitan.
Jadi uang diasosiasikan sebagai kehilangan, kekurangan, serta kesempitan. Lalu seseorang tak mau kehilangan, kekurangan, dan kesempitan. Tak sadar ia pun tak mau UANG.
Kenyataannya setiap uang yang berhasil digunakan, dari sumber mana pun yang halal (termasuk dari pinjaman) adalah rezeki. Ini ibarat telah berhasil makan nasi sehingga badan sehat dan kuat.
Jadi menyesali uang yang telah digunakan, sama saja seperti menyesali nasi yang sudah dimakan. Padahal nasi itu telah berganti tenaga atau nutrisi untuk tubuh.
Pun uang itu telah berganti menjadi barang/jasa yang telah dinikmati, menjadi fasilitas hidup yang didapat, bahkan menjadi rasa hormat orang lain (misal karena telah melunasi hutang).
Kalau merasa tidak nyaman dengan pengeluaran, artinya tak nyaman dengan barang/jasa yang diperlukan, tak nyaman dengan fasilitas hidup, tak nyaman dengan kehormatan yang diperoleh.
Saya pernah menawari tamu pulang naik gocar, dia menolak dengan alasan "sayang uangnya, saya naik angkot saja." Tak nyaman dengan fasilitas hidup yang lebih baik.
Itu sebabnya hidup dilevel itu saja, ada uang sebanyak apa pun cepat habisnya, tak meningkatkan kualitas hidup jadi lebih baik.
Sekarang mulailah menerima uang, menerima manfaat dari uang. Bersyukur telah memggunakan uang untuk taraf kehidupan dan kehormatan yang lebih tinggi.
Jadi saat menghitung pengeluaran, bersyukur penuh rasa bahagia telah mendapatkan rezeki sebanyak itu.
Jadinya meskipun seseorang kerja keras banting-banting tulang, pikiran bawah sadar menolak uang sehingga hanya mendapat sedikit atau ketika dapat segera habis.
Diantara sekian banyak sikap yang menolak uang, ada yang paling kuat yaitu tidak mau menghitung pengeluaran rutin atau tidak mau tahu berapa pengeluaran rutin tiap bulan.
Alasannya sederhana, takut terbebani saat tahu dengan total pengeluaran, apalagi bila ternyata pendapatan jauh dibawah pengeluaran.
Kadang seseorang memilih mengira-ngira saja berapa pengeluarannya, atau memilih fokus pada kerja kerja dan kerja. Merasa kalau kelak sudah banyak pemasukan dan bisa saving, menghitung pengeluaran jadi terasa ringan.
Kenyataannya, saat ingat uang yang dikeluarkan perasaan merasa tidak nyaman bahkan beberapa merasa sesak di dada. Pikiran otomatis menghapus gambaran uang itu.
Maka saat diminta menghitung pemgeluaran per bulan, menolak karena semakin sesak dan tak nyaman. Ingat pengeluaran seolah ingat kehilangan, kekurangan, serta kesempitan.
Jadi uang diasosiasikan sebagai kehilangan, kekurangan, serta kesempitan. Lalu seseorang tak mau kehilangan, kekurangan, dan kesempitan. Tak sadar ia pun tak mau UANG.
Kenyataannya setiap uang yang berhasil digunakan, dari sumber mana pun yang halal (termasuk dari pinjaman) adalah rezeki. Ini ibarat telah berhasil makan nasi sehingga badan sehat dan kuat.
Jadi menyesali uang yang telah digunakan, sama saja seperti menyesali nasi yang sudah dimakan. Padahal nasi itu telah berganti tenaga atau nutrisi untuk tubuh.
Pun uang itu telah berganti menjadi barang/jasa yang telah dinikmati, menjadi fasilitas hidup yang didapat, bahkan menjadi rasa hormat orang lain (misal karena telah melunasi hutang).
Kalau merasa tidak nyaman dengan pengeluaran, artinya tak nyaman dengan barang/jasa yang diperlukan, tak nyaman dengan fasilitas hidup, tak nyaman dengan kehormatan yang diperoleh.
Saya pernah menawari tamu pulang naik gocar, dia menolak dengan alasan "sayang uangnya, saya naik angkot saja." Tak nyaman dengan fasilitas hidup yang lebih baik.
Itu sebabnya hidup dilevel itu saja, ada uang sebanyak apa pun cepat habisnya, tak meningkatkan kualitas hidup jadi lebih baik.
Sekarang mulailah menerima uang, menerima manfaat dari uang. Bersyukur telah memggunakan uang untuk taraf kehidupan dan kehormatan yang lebih tinggi.
Jadi saat menghitung pengeluaran, bersyukur penuh rasa bahagia telah mendapatkan rezeki sebanyak itu.
Konon, bila seseorang bersyukur, maka Allah tambah nikmatNya. Tapi bila mengingkari, Allah cabut nikmatNya.
Pilihlah bersyukur bukan mengingkari.
Wallahu'alam
Ahmad Sofyan Hadi
0 Response to "(Tak Sadar) Menolak Uang"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak