Jual-Beli Uang Receh Menjelang Lebaran Adalah Riba
Bismillâhirrahmânirrahîm. Puji dan syukur kepada Allah subhânahu wata’âla, Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Menganugerahkan pengetahuan kepada makhlukNya,
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak akan pernah habis teladan terpancar dari diri Beliau sampai akhir masa.
Jual-Beli Uang Receh Menjelang Lebaran Adalah Riba
Menjelang lebaran uang receh dengan pecahan 1000 atau 2000 rupiah dibutuhkan untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak atau orang yang tidak mampu. Niat ini cukup bagus karena untuk memberikan kepada mereka di hari raya kaum muslimin.
Uang receh dalam jumlah besar agak sulit didapatkan sehingga ada orang yang memiliki peluang ini dan menjadi bisnis. Akan tetapi perlu diketahui bahwa bisnis ini adalah riba. Riba dilarang oleh syariat. Memang dampak riba tidak langsung terlihat secara individu akan tetapi riba bisa merusak bahkan melumpuhkan ekonomi suatu bangsa karena yang kaya semakin kaya dan semakin banyak orang miskin sehingga celah sekecil apapun yang bisa membawa kerusakan yang besar akan ditutup oleh syariat.
Jual beli receh adalah riba
Pada praktiknya jual beli receh dengan menukar 1000 rupiah sebanyak 100 (senilai dengan 100 ribu) dengan harga 120 ribu misalnya. Maka ada nilai lebih, lebih-lebih pada benda ribawi yaitu mata uang.
Jika ingin tidak termasuk riba, maka tukar-menukarnya harus sama nilay dan banyak. 100 ribu lembar ditukar dengan 1000 rupiah 100 lembar.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berlibur,
Emas menurut berat menurut beratnya
“ Jika emas ingin ditukar dengan emas, maka harus sama timbangannya. [1]
Demkian juga berbagai fatwa ulama bahwa uang termasuk benda ribawi dan tidak boleh menukarnya dengan nilai lebih. Sebagaimana fatwa Hai'ah Kibar Ulama
Tidak diperbolehkan untuk menjual barang yang sama satu sama lain, terutama, apakah itu secara kredit atau tangan ke tangan.Misalnya, tidak diperbolehkan menjual sepuluh riyal Saudi kertas untuk sebelas riyal Saudi kertas.
“Tidak boleh menukar satu jenis (mata uang) dengan nilai lebih, baik itu dengan cara tertunda (tidak tunai) atau kontan (tunai). Misalnya menukar sepuluh riyal saudi dengan satu lembar 11 riyal saudi.”[2]
Uang adala benda ribawi
Mengapa uang alat tukar dianggap sebagai barang ribawi?
Karena uang disamakan “illat”/alasannya dengan emas dan perak. Emas dalam perak merupakan benda ribawi.
Sebagaimana dalam hadits,
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ
Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak , gandum dijual dengan gandum, sya'ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan emas, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan ) Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa. [3]
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya'ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan emas, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan ) Jika Jenis barang tadi berbeda, maka silakan Anda membarterkannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai). [4]
Pendapat terkuat bahwa “illat”/alasan emas dan perak menjadi benda ribawi karena merupakan alat tukar dan mempunyai nilai tukar. Karenanya dinar dan perak sebagai alat tukar pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dianggap sebagai benda ribawi. Mulailah juga dengan uang di zaman sekarang.
Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelasakan, Adapun dirham dan dinar, sekelompok mengatakan bahwa alasan mereka adalah bahwa mereka seimbang, dan ini adalah doktrin Ahmad dalam salah satu dari dua riwayat tentang dia dan doktrin Abu Hanifah, dan kelompok mengatakan: Alasan mereka adalah harga, dan ini adalah perkataan al-Syafi'i, Malik dan Ahmad di riwayat lain, dan ini adalah yang benar, tapi yang benar.
“Adapun dirham dalam dinar, ada yang bependapat “illat” (alasan menjadi benda ribawi) adalah karena takarannya ditimbang, dalam adalah mazhad Imam ahmad pada satu riwayat dan mazhad Abu Hanifah. Pendapat yang lain, “illat”nya adalah karena memiliki nilai tukar. In Adalah pendapat Syafi'iyah, Malik dan Imam Ahmad pada satu riwayat. Ini adalah pendapat yang shahih (illatnya adalah karena nilai tukar) .” [5]
Bahaya riba
Berikut beberapa dalil saja mengenai bahaya riba
-Akan diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya, Allah Ta'ala berfirman,
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba, jika kamu beriman.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan melawanmu.” [Al-Baqarah: 278-279]
-Dilaknat semua yang mendukung riba
Dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu bahwasannya ia menuturkan,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, yang membayarnya, yang menulisnya, dan dua orang yang menyaksikannya, dan dia berkata: (Mereka sama.
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah melaknati pemakan riba (rentenir), orang yang memberikan/membayar riba (nasabah), penulisnya (sekretarisnya), dan juga dua orang saksinya. Dan dia juga pernah melewatkan, 'Mereka itu sama dalam hal dosanya'.” [6]
-Termasuk dosa besar yang membinasakan,
Dari Abu Hurairah, Nabi shall Allahu 'alaihi wa sallam berlibur,
"Hindari tujuh dosa mematikan."
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ
Jauhilah tujuh dosa besar yang akan menjerumuskan pelakunya ke neraka. “Para sahabat bertanya,” Wahai Rasulullah, apa saja dosa-dosa tersebut? Beliau mengatakan, (1) Menyekutukan Allah, (2) sihir, (3) membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan, (4) memakan harta anak yatim, (5) memakan riba, (6) melarikan diri dari medan peperangan, (7) menuduh wanita yang menjaga kehormatannya (bahwa ia dituduh berzina) “ [7]
[1] SDM. Muslim no. 1591
[2] Pembahasan Hai'ah Kibar Al-Ulama 9/1-39
[3] SDM. Muslim no. 1584
[4] SDM. Muslim no. 1587
[5] I'lamul Muwaqqi'in 2/156
[6] SDM. Muslim
[7] SDM. Bukhori no. 2766 dalam Muslim no. 89
Demikian semoga bermanfaat Sallam bahagia Sukses Dunia Akhirat Aamiin.
0 Response to "Jual-Beli Uang Receh Menjelang Lebaran Adalah Riba"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak