HUKUM KEPUTIHAN DAN LENDIR YANG KELUAR DARI KEMALUAN WANITA
HUKUM KEPUTIHAN DAN LENDIR YANG KELUAR DARI KEMALUAN WANITA
Yang sering menjadi pertanyaan adalah
1. Apakah keputihan dan lendir ini najis?
2. Apakah membatalkan wudhu jika keluar?
Secara medis keputihan disebut dengan “flour Albus” yaitu semacam cairan yang keluar dari vagina wanita.
Keputihan ini ada dua jenis :
1. Normal (fisiologis) yaitu keluar keluar menjelang menstruasi atau sesudah menstruasi ataupun masa subur
2. Keputihan penyakit (patologis) yang disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus atau jamur) disertai dengan rasa gatal di dalam vagina dan di sekitar bibir vagina.
Ulama dahulu membahas istilah “ruthubah” (ุฑุทูุจุฉ) yaitu lendir yang keluar dari kemaluan wanita dan sekarang dikenal istilah “ifrazat” (ุฅูุฑุงุฒุงุช) yaitu keputihan.
Para ulama menjelaskan hukum ifrazat/keputihan ini sebagaimana hukum ruthubah/lendir yang keluar dari kemaluan wanita.
Terdapat perbedaan pendapat ulama terkait pembahasan hal ini:
1. Apakah keputihan najis atau tidak, pendapat terkuat tidak najis
2. Jika keluar apakah membatalkan wudhu atau tidak, pendapat terkuat tidak membatalkan wudhu
Pembahasan pertama: keputihan tidak najis
Imam An-Nanawi menjelaskan mengenai ikhtilaf ulama dan merajihkan bahwa keputihan adalah suci, beliau menjelaskan,
“Keputihan yang keluar dari kemaluan wanita yaitu cairan putih. Diperselisihkan sifatnya apakah disamakan dengan madzi dan cairan kemaluan. Karennya ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya… Penulis kitab al-Hawi mengatakan, Imam as-Syafii menegaskan dalam sebagian kitab-kitabnya bahwa keputihan wanita hukumnya adalah suci.”[1]
Demikian Al-Mawardi menjelaskan,
“Pendapat mengenai keputihan/lendir dari kemaluan wanita ada dua pendapat salah satunya adalah suci dan inilah yang shahih dalam mazhab kami secara mutlak.”[2]
Dalil sucinya keputihan adalah hadits ‘Aisyah yang mengerik sisa mani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menempel pada baju, sedangkan mani tersebut sudah bercampur dengan cairan lendir kemaluan wanita karena keluar akibat berhubungan badan. Baju tersebut digunakan shalat dan sisa kerikan tersebut masih menempel sisanya
‘Aisyah berkata,
“Aku mengerik mani itu dari baju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[3]
Ibnu Qudamah menjelaskan mengenai hadits ini,
“Hukumnya adalah suci, karena ‘Aisyah mengerik mani dari baju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang keluar karena berhubungan badan.”[4]
Pembahasan kedua: Jika keluar tidak membatalkan wudhu
Pendapat jumhur ulama mengatakan bahwa ini membatalkan wudhu. Mereka berdalil dengan hadits agar wanita yang istihadhah, yaitu keluar darah terus-menerus agar berwudhu setiap kali akan shalat.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin juga berpendapat membatalkan wudhu, akan tetapi jika keluar terus-menerus, maka tidak membatalkan wudhu, beliau berkata,
“Keluarnya keputihan membatalkan wudhu dan wajib baginya mengulangi wudhu, jika keluar terus-menerus, maka tidak membatalkan wudhu.”[5]
Ini juga diperselihkan ulama, Ibnu Hazm dan Ibnu Taimiyyah memilih pendapat yang tidak membatalkan wudhu.
Akan tetapi pendapat terkuat adalah tidak membatalkan wudhu dengan beberapa alasan, sebagaimana dalam kitab “hukmu Ar-Ruthubah”[6], kami tuliskan rangkuman alasannya:
1. Tidak ada dalil satupun baik shahih, hasan bahkan dhaif mengharuskan berwudhu jika keluar keputihan
0 Response to "HUKUM KEPUTIHAN DAN LENDIR YANG KELUAR DARI KEMALUAN WANITA "
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak