TIADA KETENTRAMAN TANPA QANA'AH
TIADA KETENTRAMAN TANPA QANA'AH
Sesuai dengan tabiatnya, manusia akan selalu ambisius dan tamak terhadap dunia, tak akan pernah puas. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis Qudsi berikut,
“Seandainya keturunan Adam memiliki satu buah lembah emas, niscaya ia akan menginginkan lembah yang kedua, dan mulutnya tak akan pernah penuh kecuali dengan debu.”
Dan bila manusia dibiarkan mengikuti gejolak ambisi dan ketamakannya, maka hal itu akan membahayakan dirinya dan masyarakatnya.
Karena itu, manusia seyogyanya tidak terlalu berlebih-lebihan dalam bekerja mengumpulkan harta dan senantiasa menjalankan cara yang baik dalam mencari rezki.
Dengan kedua langkah itu, seseorang bisa menerapkan keseimbangan dalam dirinya dan hidupnya, merasakan kedamaian yang tak lain merupakan inti dari kebahagiaan, dan menjauhkannya dari tindakan berlebih-lebihan yang acap kali merusak jiwa dan tubuh.
Sebagai tuntunan, Islam menganjurkan setiap pemeluknya agar bersikap realistis dan selalu bertindak rasional, yakni menerima hidup sebagaimana adanya.
Yang demikian itu, karena kebijakan dan kehendak Allah telah menetapkan adanya saling mengungguli di antara sesama manusia, ada yang bertubuh pendek dan ada yang bertubuh tinggi, ada yang bermuka buruk dan ada yang bermuka tampan, ada yang bodoh dan ada yang pandai, ada yang lemah dan ada yang kuat, dan ada yang luas sumber rezekinya dan ada pula yang sempit mata pencahariannya.
Atas dasar semua itu, seorang muslim hendaknya tidak melihat kenikmatan yang diberikan Allah kepada manusia lain dengan pandangan permusuhan. Sebab, hal itu bisa membuat hatinya dimakan kedengkian dan dadanya terbakar oleh kebencian.
Singkatnya, jika seseorang memandang apa yang terima orang lain dan tidak diterima oleh dirinya, niscaya hal itu hanya akan menimbulkan permusuhan dan kesengsaraan hidup. Karena itu, sebaiknya manusia memandang dan meraba segala kenikmatan yang telah diberikan Allah padanya dan melihat kepada orang-orang lain yang tidak menerima kenikmatan sebagaimana yang ia rasakan.
Dengan cara itu, hati seseorang akan damai, tentram dan tenang. Sebab, apa pun yang datangnya dari Allah adalah kebaikan dan lebih kekal. Allah berfirman,
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Thaha (20): 131)
Adapun yang dimaksud dengan qanaah, adalah, kerelaan seseorang terhadap segala pemberian Allah yang tidak bisa dirubah lagi kepadanya. Betapa pun, setiap manusia memiliki tubuh, akal dan tabiat yang berbeda-beda.
Sementara itu, pada sisi yang lain ia seringkali dihadapkan pada masalah lingkungan, pengalaman dan situasi yang menyulitkan. Karena itu, apa pun pekerjaan dan ambisi seseorang, hendaklah disesuaikan dengan apa yang telah ditakdirkan Allah padanya.
Artinya, janganlah seseorang itu hidup dibawah angan-angan yang tidak mungkin dicapai oleh dirinya sendiri, dan jangan pula melihat kenikmatan orang lain yang tidak ia dapatkan.
“Sesuatu yang sederhana itu lebih dari cukup, jika engkau qanaah, maka sesuatu yang sedikit itu mencukupi”
Hasil sebuah penelitian menyatakan: “Kondisi-kondisi hidup tidak memiliki pengaruh yang besar pada kepuasaan dan kebahagiaan hidup. Dan bila dibandingkan dengan kondisi kehidupan yang dialami seseorang, maka semakin luas ketamakan dan ambisi manusia itu akan lebih menyengsarakannya.”
Apabila tujuan manusia dalam hidup ini tentunya setelah beribadah kepada Allah, adalah agar hidup lebih baik dan mulia, maka kehidupan yang baik itu tidaklah tergantung pada banyaknya harta seseorang. “Selain harta, dalam hidup ini masih banyak hal yang bisa membuat hidup manusia baik secara wajar. Di antara hal-hal itu adalah:
(1) Senantiasa berkomunikasi dengan Allah, yakin kepada-Nya, tenang dengan pemeliharaan dan perlindungannya.
(2) Kesehatan, kedamaian, kentrentaman, berkah, ketenangan rumah tangga dan kesucian hati.
Jadi, harta adalah hanya sekedar salah satu unsur yang bisa sedikit membahagiakan manusia. Dan itu pun, bila hatinya senantiasa berhubungan dengan sesuatu yang paling mulia, kekal dan suci di sisi Allah.
Perlu dicatat pula, bahwa kehidupan yang baik (bahagia) di dunia ini tidak sedikit pun akan mengurangi pahala kebaikan seseorang di akhirat kelak. Sebaliknya, pahala tersebut justru ditentukan oleh seberapa jauh kebaikan amal perbuatan orang-orang beriman yang selalu berbuat kebajikan di dunia.
Perhatikanlah firman Allah berikut ini, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl (16): 97)
Tampak, pada ayat tersebut Allah sedikit pun tak mengatakan, “maka Kami akan mengkayakannya”, atau, “Kami akan meluaskan rezkinya”, “Kami akan memberinya harta yang melimpah.” dan kalimat-kalimat senada.
Tetapi, Allah berfirman, “Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” Singkat kata, kehidupan yang baik itu tidak disyaratkan dengan adanya harta yang banyak, kekayaan yang melimpah.
Kesimpulannya, ada banyak hal yang juga dibutuhkan dalam hidup ini untuk mencapai kehidupan yang baik dan bahagia.
Misalnya, memiliki rumah, mobil sesederhana apa pun dan juga pemasukan yang bisa mencukupi semua kebutuhan pokok bulanan.
Adapun selain itu, tak lain hanyalah sekedar karunia dan keutamaan. Dan sebaiknya, semua itu hendaknya didapatkan tanpa memaksakan diri dan mengorbankan kebutuhan-kebutuhan penting yang lain.
Sebab, dengan memaksakan diri untuk mendapatkan keutamaan material seperti itu, menurut pendapat saya, hanya akan menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap jiwa dan kepribadian kita. Bahkan, hal itu akan berpengaruh pada perilaku, kesehatan dan ibadah kita.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Telah menang orang yang masuk Islam, diberi rezeki secukupnya, dan dipuaskan Allah dengan pemberian-Nya.”?
Lalu, pada hadis lain, beliau shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda, “Barangsiapa di antara kalian sehat jasadnya, aman minumannya, dan memiliki kebutuhan makanan pokok hariannya, maka ia seolah-olah dunia ini telah tercurahkan padanya.
0 Response to "TIADA KETENTRAMAN TANPA QANA'AH"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak