TIDAK MENGANGGAP AMALAN TELAH SEMPURNA MERUPAKAN PRIBADI ORANG-ORANG MULIA
TIDAK MENGANGGAP AMALAN TELAH SEMPURNA MERUPAKAN PRIBADI ORANG-ORANG MULIA
Seringkali seorang hamba "terputus" dari amalan yang biasanya ia kerjakan, karena menganggap sudah "cukup baik"!
Padahal kalau kita melihat, bagaimana orang-orang shalih terdahulu, disamping besarnya ketaatan yang mereka lakukan, ternyata mereka adalah orang yang sangat takut bila amalan yang telah dikerjakan tidak diterima oleh Allah ‘Azza wa Jalla.
Sehingga yang menjadi perhatian mereka bukan sebatas "yang penting beramal" semata, namun terus dan bersabar dalam mengerjakannya serta senantiasa mengiringi amalan tersebut dengan doa -baik setelah maupun sesudah melakukan amal kebaikan- agar apa yang telah mereka kerjakan dari ketaatan dapat diterima oleh Allah ‘Azza wa Jalla.
Lihatlah Nabi Ibrahim alaihis salam, yang merupakan bapak para Nabi dan hamba pilihan dan kekasih Allah, beliau masih mengangkat kedua tangannya kepada Allah setelah selesai dari ketaatan.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
{وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ} [البقرة : 127]
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), "Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui".” QS. Al-Baqarah (2 : 127)
Dan " kebiasaan" ini terus berlanjut pada anak keturunan beliau alaihis salam, ketika Allah ‘Azza wa Jalla telah menyebutkan beberapa kisah para Nabi dalam surah al-Anbiyaa'(yang artinya, Para Nabi), Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
إِنَّهُمۡ كَانُوا۟ یُسَـٰرِعُونَ فِی ٱلۡخَیۡرَ ٰتِ وَیَدۡعُونَنَا رَغَبࣰا وَرَهَبࣰاۖ وَكَانُوا۟ لَنَا خَـٰشِعِینَ
“Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap (terhadap seluruh maslahat kebaikan dunia akhirat) dan memohon perlindungan (dari segala perkara yang dikhawatirkan). Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” QS. Al-Anbiyaa (21 : 90)
Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullahu ta‘ala dalam tafsirnya menjelaskan salah satu pendapat, bahwa ganti ketiga (mereka) yang disebutkan dalam ayat ini, yang dimaksud dengannya adalah para Nabi-nabi yang Allah ceritakan sebelumnya.
Maka berdasarkan keterangan ini, para Nabi-nabi Allah juga senantiasa berdoa dan selalu mengerjakan ketaatan walaupun mereka adalah orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah.
Begitu juga dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi dan Rasul terakhir, kekasih Allah, pemimpin seluruh anak Adam pada hari kiamat, dosa-dosanya telah diampuni, baik yang terdahulu maupun yang mendatang, dan masih banyak keutamaan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya juga demikian. "Beliau juga selalu beramal dan berdoa agar amalannya diterima."
Diantara doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di awal pagi, yang selalu beliau ucapkan setelah selesai shalat Shubuh ialah,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang thayyib (baik dan halal), serta amal yang diterima.”
HR. Ibnu Majah (no. 925) dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dan dishahihkan syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah.
Sehingga tujuan utama bukanlah sekedar "pernah" berbuat baik", namun seharusnya kita berbuat baik dan terus berbuat kebaikan agar mendapatkan rasa cinta dari Allah ‘Azza wa Jalla.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَاعْلَمُوا أَنَّ أَحَبَّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ
“Ketahuilah bahwa amalan yang paling dicintai oleh Allah ‘Azza wa Jalla adalah yang terus menerus dilakukan walaupun sedikit.” HR. Muslim (no. 2818) dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
0 Response to "TIDAK MENGANGGAP AMALAN TELAH SEMPURNA MERUPAKAN PRIBADI ORANG-ORANG MULIA"
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak